Jumat, 15 Februari 2013

Sebuah Nasehat



 
Manusia melakukan kesalahan itu memang wajar. 
Tapi.. Membiarkan manusia melakukan kesalahan adalah kesalahan juga.. 
Sungguh iman menuntunmu menasehati kawan yang keliru.. 
Tapi syaithan, bisa membisikkan cara penyampaian yang membuat kalian kian jauh dari kebenaran.. 

Selasa, 12 Februari 2013

Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part III)


Lanjutan dari Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part I)

dan Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part II)

Alhamdulillah makan pagi telah selesai, nasi plus telur tahu dan sayur hanya 5000 rupiah~ dahsyaaat. Udah jam 6.45 pagi tapi belum datang juga petugas pendaftaran pendakiannya. Pas di telepon ternyata bilang 30 menit lagi. #okesip Kami mengisi waktudengan bincang-bincang tentang rencana tempat kemah bersama mas Hendrik dan Apri juga, karena Kami masih pemula, sebisa mungkin ada orang-orang ahli yang udah sering naik turun Gunung kaya mereka berdua ini yang bisa mandu perjalanan Kita. Rencananya sih Kami bertujuh dan Mas Hendrik plus Apri akan jalan bersama dan berkemah di Sangga Buana I atau Sangga Buana II.

Jam 07.15 pagi..
Akhirnya petugas datang dan Kami pun mendaftar dengan biaya 10000 tiap orang, plus fotokopi KTP juga untuk mendapatkan Surat Izin Pendakian. Akhirnya SIMAKSI telah Kami dapatkan, lets go!

Sebelum mulai Kami mengambil pesanan makan siang bungkus dengan menu percis seperti sarapan tadi pagi, rencananya makanan itu untuk makan siang nanti. Lalu musyawarah singkat nan sepihak, Aku mimpin pendakian ini. Saat mas Hendrik dan Apri telah berjalan duluan, Kami bertujuh masih bersibuk ria menyusun perbekalan dan memakai carrier. Tiap orang punya tanggungjawab membawa satu barang kelompok. Setelah siap semua, Kami berdoa lalu membuat jargon nan aneh. “Ciremai, Huhuyeah Allahu Akbar!” Go! Kami menyusul Mas Hendrik dan Apri.

Jam 07.30 pagi..
Perjalanan awal Kami ialah menapaki jalan beraspal dengan pemandangan kebun-kebun masyarakat di kanan dan kiri jalan. Tak jauh dari pos awal tadi, Kami melihat petani-petani yang sedang memanen Ubi, besar Ubinya dua kepal tangan orang dewasa. Kalau makan satu aja udah kenyang tuh kayaknya. 

Perjalanan awal di jalanan aspal ini ga sederhana, karena awalnya memang datar namun setelah melewati kebu-kebun tadi treknya semakin lama semakin naik dan ga ada jalan mendatar sedikitpun. Sampai yang paling ekstrim adalah tikungan tanpa ampun, begitulah Aku menyebutnya. Kemiringannya mungkin ada sekitar 60o dengan bentuk menikung belok 150o, ayo bayangin.. Bingung dah pasti K, sampai-sampai Kami harus mengambil jalan aspal terluarnya yang jauh dari pusat lingkatan tikungan.

Setelah tikungan itu tanjakannya ga ngasih napas, serius deh coba aja sendiri.. Ehehe
Tiga puluh menit Kami berjalan akhirnya sampai di pos Mata Air Cibunar 750 mdpl, disana sudah ada Mas Hendrik dan Apri yang beristirahat dan mengisi air untuk bekal mereka selama perjalanan. Pakai jaket lapangan ternyata panas juga ya, badan kami banjir keringat. Habib, Gema pun buka jaket karena panas. Setelah istirahat 10 menit kami berjalan lagi, sekarang tempatnya sedikit rimba. Ada beberapa kios tutup dan disekelilingnya pohon-pohon besar menjulang sekitar 10-15 meter. Jalanan sudah tidak beraspal lagi, sekarang jalan setapak penuh batu-batu dan tanah licin. Setelah berjalan cukup lama kami sampai di sebuah lahan terbuka ukuran 10 m2 yang pas dipakai buat latar foto-foto. Akhirnya Kami mampir dululah ya, ambil beberapa gaya buat oleh-oleh ke Bandung nanti J

Lalu jalan lagi dan bertemu Mas Hendrik dan Apri di warung tutup, tengah hutan. Bincang-bincang tentang pendakian dan Kami ditawari kalau mau ke Semeru bilang aja, nanti ditemenin. Waw! #okesip
Perjalanan Kami lanjutkan menyusuru Leuweung Datar terus menaik hingga 1200 mdpl dengan suasana hutan pinus dan diselimuti kabut, tak jarang Kami menemukan pohon-pohon tumbang menghalangi jalan setapak dan banyak semak berduri di sepanjang jalan. Hati hati, ayo pake sarung tangan dan topi atau kupluk J

Hutan Pinus dan Kabutnya, Leuweung Datar 1000 mdpl

Semak Berduri, ayo Menunduk! Leuweung Datar 1100 mdpl



Pohon-Pohon Tumbang, Leuweung Datar 1200 mdpl

Jam 11.30 siang..

Condang Amis 1250 mdpl

Setelah pendakian yang cukup menguras tenaga, Kami tiba di Pos Condang Amis 1250 mdpl, disana ada ruang terbuka yang bisa digunakan untuk istirahat para pendaki. Gema membuka panti pijat gratis disana, Aliuddin jadi pasien pertamanya J

Rehar dulu lah~ Condang Amis

Rencana selanjutnya Kami akan shalat Dzuhur plus Ashar dan makan siang di pos Kuburan Kuda, makaKami bergegas meninggalkan pos Condang Amis. Alhamdulillah cuaca sedang cerah J

Sekitar 30 menit berjalan, Kuburan Kuda belum sampai dan kami menemukan tempat datar yang cocok untuk istirahat makan dan shalat. Akhirnya Kami langsung istirahat dan makan terlebih dahulu, 7 porsi nasi bungkus 5000-an pun serasa makanan teristimewa saat itu. Sangat dinanti..

Belum Kami memulai makan siang, datanglah 2 orang muda mudi, laki dan perempuan. Mereka datang dari arah jalan puncak Ceremai, mereka pun menepi dan istirahat di samping tempat Kami menyimpan barang-barang. Mengobrolah Kami semua, beliau berkisah bahwa merek baru turun dari puncak, sudah jalan dari jam 9 pagi tadi dari kawah. Namun pemandangannya kabut semua, tuturnya. ”Sedihlah pokoknya!” katanya. 

Tak lama berselang datang seorang om-om dengan tongkat kayu uniknya datang dari arah kaki gunung, lalu disusul seorang lelaki yang membawa tas carrier super besar, isinya barang-barang keperluan pendakian mereka berdua, Boy, begitulah kami tau nama panggilannya dari om tadi. Si om udah 4 kali naik Ceremai, cuma pendakian terakhirnya sih taun 1994, ya masih bayi gitu deh kita semua. Hahaha, berumur kali ya si om, tapi masih keliatan stoooong!

Singkat cerita kami mulai makan dengan bumbu tanah setelah kejadian telur dadar jatuh dari bungkus nasi 2 kali, dan tetep kita makan walau ada butir tanah dan batu, iya ga Gem? Haha setelah dicuci pastinya. Masih enak kok,coba aja jatuhin telur dadar ditanah, cuci terus makan lagi. #ea *tips cacat nan sableng

Si om dan mas boy berangkat duluan ke Kuburan Kuda, sedangkan Kami shalat Dzuhur dan Asar di tempat tadi, dua anak muda tadi pun melanjutkan perjalananya menuju kaki gunung. Oke sip, Markisa! Mari Kita Shalat dengan alas matras dan jaket tuk tempat bersujud agar tak langsung menyentuh tanah hitam gunung yang basah itu. Selesalah shalat Kami! Berangkaaat! Berjalan sekitar 20menit, sampailah Kami di Kuburan Kuda. Si om dan mas boy sedang makan disana, dan Kami menemukan pesan yang ditulis dalam kertas memo..
Memo, Kuburan Kuda 1450 mdpl

Oke, artinya mereka berdua baik-baik aja dan berangkat ke lokasi duluan. Kami istirahat 5 menit lalu pamit dan melanjutkan perjalanan menuju Pengalap, kata si om perjalanan ke Pengalap sekitar 45-60 menit dengan jalan yang mendaki dan jangan ragu tuk berpegangan ke akar-akar dan batang pohon. Dan setelah Kami coba, benar saja medan pendakian disini semakin berat karena curam 30-600 dan banyak akar-akar keluar dari tanah dan bisa dijadikan pijakan kaki. Tak jarang Kami harus mengambil jalan yang zig-zag kanan dan kiri agar tidak curam dalam mendakinya. Dopping balsam pun mulai dipakai, Fakhri dan Bagas pakai geliga dan.. PANAS! Begitulah kata-kata yang keluar dari mereka berdua, Bagas baru pertama kali pakai itu dan mereka kepanasan sepanjang perjalanan disini. #pukpuk

Posisiku paling belakang dan Fakhri dipaling depan, yang lain menyebar di tengah. Aku menemukan tongkat kayu pemikul barang dagangan yang tak digunakan lagi, lalu tongkat itu dibawa Faishal tuk membantu mencengkram tanah saat mendaki.Beberapa kawan pun menemukan kayu-kayu lain sepanjang perjalanan lalu kayu itu dibawa tuk bantu menopang badan. Aku sendiri menggunakan tenda yang bentuknya seperti guling tuk bantu menapakan pijakan. Sekali-sekali kami istirahat tuk minum dan menambah tenaga lewat gula merah dari Bagas. J

Akhirnya..

Pangalap 1650 mdpl

Kami pun istirahat sejenak. Lalu mulai mendoping dengan balsam, sekarang counterpain cool bukan balsam ‘panas’ lagi. Udah cukup yang kepnasan duaorang, ga usah ditambah lagi. Ahaha, cesss adem pake ini. Paha dan betis pun dibalur dengan balsam dingin ini. Bagas kelelahan disini, Dia tidur dulu di batang pohon tumbang yang cukup besar. Emang enak tidur disitu, Gas? Ehehe


Di Pangasinan ini ada 3 tenda yang sudah terpasang namun penghuninya tidak ada. Nampaknya ada pendaki lain yang bermalam disini lalu melanjutkan perjalanan ke puncak. Mungkin di jalan nanti Kami akan bertemu mereka. Tiba-tiba si om dan mas boy sampai juga dipos ini. Dan merekapun istirahat.

Kami pamitan lagi, Bagas bangun dan nge-madurasa dulu, perjalanan dilanjutkan. Hari sudah semakin sore, kini jam menunjukkan pukul 3 sore. Selanjutnya pos Tanjakan Seruni! Namanya juga tanjakan, ya pasti naek ke atas dan tentunya curam juga dengan akar-akar pohon yang nenjadi pegangan sekaligus pijakan. Mungkin inilah alasan kenapa namanya Tanjakan Seruni, ya Seru! 30 menit lebih Kami habiskan tuk menuju pos Tanjakan Seruni ini.

Tanjakan Seruni 1825 mdpl

Istirahat dulu lah sambil makan biskuit~ Siom dan mas boy pun sampai di tempat Kami. “Kiw!” itulah ciri khasnya dalam berkomunikasidengan Kami. Saat beliau sampai pos, beliau menyeru “Kiw!” sehingga Kami tau bahwa pos selanjutnya sebentar lagi atau si om sudah dekat dengan lokasi Kami.

Si Om dan Mas Boy, Tanjakan Seruni 1825 mdpl

Setelah istirahat, perjlanan berlanjut menuju pos Bapa Tere (Ayah Tiri), yaa bayangkan aja gimana kejamnya Ibu Tiri yang ada di sinetron-sinetron, nah ini Ayah Tiri. Lebih kejam mestinya..

Dan benarlah! Momen pendakian yang berkesan, pasti. 30 Kami mendaki menikuti jalan setapak akibat saluran air dan beberapatanah menyembul karena akar-akar pohon, tiba-tiba tes tes tes.. Hujan turun! Tak terlalu deras tapi.. lama-kelamaan malah deras. Maka kamipun menepi di bawah pohon yang rimbun sehingga tetesan air tak langsung mengenai kami. Si om dan mas boy menembus hujan dan berpapasan dengan Kami yang sedang meneduh, beliau pun meneduh. Disini Aku berencana menadah air hujan tuk dimasukan ke botol, namun sulit menampung air itu dengan ponco, alhasil setelah siap tuk menampung hujan, hujan pun mereda namun tak berhenti.

Perjalanan dilanjutkan dengan tas yang berbalut jasnya agar tak basah. Kami pun menggunakan jas hujan. Perjalanan menjadi lebih licin karena hujan, medan pendakian masih berat dan cenderung lebih curam daripada sebelumnya. Kemiringan tanah 60-750 harus kami lalui sampai akhirnya ada juga tanhakan 900 sehingga Kami harus seikit memanjat berpegangan pada akar yang sudah berserabut, akar itu menjadi seperti tali yang membantu Kami menuju ke atas. Setelah tantangan terakhir itu Kami sampai di Bapa Tere! Bukan pos ternyata, Bapa Tere ialah tanjakan yang tak memiliki lahan datar tuk istirahat. Perjalanan lanjut!

Bapa Tere 2025 mdpl

Lima menit berjalan setengah merangkak karena medan pendakian yang curam, Kami sampai dilahan yang cukup luas dengan pohon-pohon besar yang bergeletakan di tanah basah akibat batangnya patah, mungkin karena badai.
Diantara Pohon Tumbang, Bapa Tere 2025 mdpl

Perjalanan belum selesai, hari makin gelap menjelang maghrib ini. Kami menyiapkan senter, senter disimpan di tempat yang mudah dijangkau tangan. Si om dan mas boy sudah berangkat duluan menuju Pos Batu Lingga. Namun Kami menyusul kembali si om dan mas boy dan tiba-tiba Kami bertemu dua tenda yang telah terpasang. Ternyata itu tenda mas Hendrik dan Apri, saat berbincang mereka berkata tak melanjutkan sampai ke Sangga Buana II saat itu karena hujan turun sore tadi. Mereka berencana naik ke puncak besok pagi. Kami pun berpamitan lalu melanjutkan perjalanan.

Saat itu langit semakin gelap dan gelap, menjelang maghrib itu Aku menyalakan headlamp dan menjadi pendahulu. Karena ada 4 orang yang membawa senter maka formasi Kami berselang seling dalam satu banjar antara yang memakai senter dan tidak. Perjalanan jadi semakin sulit karena jalan yang licin setelah diguyur hujan dan langit semakin gelap tanpa sinar rembulan atau kemerlip bintang-bintang. Hanya kabut malam yang menyelimuti Kami tuk menuju pos Batu Lingga.. Terasa jauh tempat itu, kapankah Kami tiba di Batu Lingga? Berapa kali lagi kaki ini harus melangkah? Entahlah..


>>to be continued..


Kamis, 07 Februari 2013

Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part II)


Lanjutan dari Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part I)

Jam 7.30 malam..
Braaak! Taaak! Drrrrd drrrrd drrrrrrrrr..
Bis pun menepi dipinggiran jalan menikung khas pegunungan Selatan Jawa! sesuatu terjadi pada ban belakang Bis tepat dibawah tempat Gema duduk dan tertidur. Penumpang yang semula hening mendadak riuh terbangun dari lelap tidurnya, mencari tau darimana sumber suara gaduh itu berasal. Kenek Bis mengecek mesin belakang Bis, dan ternyata kopling Bis amblas dari tempatnya, baut-bautnya mungkin berlepasan di sepanjang jalan dari Bandung. Sekarang Bis terdampar di tengah hutan, daerah Sumedang Cadas Pangeran. Waw!

Semua penumpang turun, dan tiba-tiba Faishal menyodorkan HP-nya. Memperlihatkan pesan singkat dari seseorang, Ilham namanya. “Sol, pendakian Ceremai ditutup. Ada yang meninggal tadi sore, urang dapet kabar dari @infopendaki.”

*DEG! Aaaaaaaaaaaaaa! Innalilahi..

Langsung Aku cek kebenaran info itu, nyalakan HP lalu segera masuk twitter dan search @infopendaki. Ternyata.. benar adanya. Seorang mahasiswa dari Kuningan meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit setelah mendaki Ceremai melalui jalur Palutungan. Kabarnya, Ia kelelahan setelah mendaki sampai punjak dalam cuaca yang ekstrim lalu langsung turun kembali, setelah diselamatkan petugas dan dibawa ke rumah sakit, dalamperjalanan Ia menghembuskan nafas terakhirnya.. Salam hormat pendaki dari kami, kawan. Semoga engkau bahagia di akhirat kelak. Dan karena adanya kejadian itu, sangat mungkin pendakian Ceremai ditutup untuk sementara waktu..

Aku mengabarkan berita ini ke semua kawan, dan bibit-bibit keraguan tuk melanjutkan perjalanan pun bermunculan. Berbagai alternatif tempat Kami musyawarahkan, dari mulai mendaki Manglayang atau sekedar jalan-jalan saja di Kuningan kelak. Tapi tekad kami bulat! Plan masih seperti rencana sebelumnya, Kami akan melangkah ke Puncak Ceremai! Kami tak kehilangan harapan, masih ada kemungkinan pendakian Ceremai tetap dibuka..

Teringatlah Aku akan sebuah quotes..

Jika saya coba, saya mungkin gagal..
Tapi jika saya tak coba, sudah pasti saya gagal..


Kami membulatkan tekad untuk mencoba!

Jam 8.00 malam..
Bis pengganti pun datang, dan kami bergegas naik lewat pintu bagian belakang. Alhamdulillah spot belakang masih kosong, Carrier pun disimpan di tempat barang-barang bagian belakang Bis. Duduk manis dan larut dalam sunyi nan syahdunya malam Sumedang berharap takdir perjalanan Kami kali ini ialah sampai pada puncak Ceremai dan kembali ke Bandung dengan selamat. Habib dan Fakhri saling browsing tempat-tempat menarik di Kuningan yang bisa dijadikan alternatif pilihan kalau-kalau.. Ah sudahlah, kau pasti tau, iya kan?

11.45 malam..
“Linggarjati.. Linggarjati..” suara kenek Bis membangunkan lelapnya tidur Kami. Ah, sampai! Inilah tempat perhentian Kami. Linggarjati, tempat bersejarah nanpenuh kenangan, inilah tempat perjanjian antar Belanda dan Indonesia digelar. Estafet Kami keluarkan barang-barang bawaan Kami dari Bis, tengah malam dan hujan rintik-rintik pun turun menemani keheningan malam Kami dipinggiran jalan raya Kuningan-Cirebon. 

Tak tampak aktifitas masyarakat di tengah malam seperti ini, sepi menyelimuti para makhluk jumbo saat itu. Ah! Ada pangkalan ojek, dan ada beberapa motor yang menemani pengendaranya, Ia menunggu penumpang. Ku hampiri mereka dan berbincang, alhasil informasi pun didapat. Jarak 3 Km memisahkan Kami dengan pos awal pendakian Linggarjati. Jalan kaki malam hari dari tempat kami berpijak sampai pos awal pendakian dengan keadaan lelah dan cuaca hujan bukanlah pilihan bijak. Ojek yang tersedia hanya ada 3, sedangkan kami ada 7 orang. Satu ojek hanya mungkin membawa 1 orang dengan bawaan carrier yang besar itu. Jika harus gantuian naik ojek itu akan memakan waktu yang lama, sedangkan Kami butuh istirahat tuk mempersiapkan fisik pendakian pada esok pagi.

Kami akan bermalam disini!

Kami perlu informasi dimana mesjid terdekat, para tukang Ojek pun memberi tahu bahwa ada mesjid di sekitar sini, namun dikunci. Oke sip, info awal ini Aku tampung. Info ini kukabari ke kawan-kawan lalu tuk pastikan info, Aku dan Faishal berjalan di pinggiran jalan, mencari orang yang bisa member informasi mesjid terdekat yang bisa digunakan tuk bermalam. Akhirnya setelah pencarian 100 meter, Kami bertemu Toko Jamu lalu mencari informasi.. Fix! Kami akan menginap di mesjid sekitar sini, informasinya pintu mesjid memang dikunci, namun terasnya tidak. Bergegas kami menuju Utara melewati pos Ojek tadi lalu berpamitan dan member info bahwa Kami akan bermalam di mesjid lalu berangkat ke pos pendakian besok pagi. Perjalanan kami lanjutkan, menelusuri jalanan menuju mesjid yang sebelumnya telah Faishal temukan.

Mesjid Al-Furqon Linggarjati

Hap! Langkah pertama kaki kami telah sampai di pelantaran mesjid yang luas itu, halamannya terdapat lapangan upacara lengkap dengan bendera diatas tiang putih menjulang menantang langit, di sebelah utara terdapat lapangan bulu tangkis dan volley. Mesjid ini berada di area kantor desa di Linggarjati. Pemandangan ini menyejukan Kami yang tengah lelah mencari tempat bernaung tuk pulihkan stamina. 

Alhamdulillah..

Pintu dalam mesjid dikunci, segera Kami bersihkan teras samping bagian selatan mesjid tuk kami manfaatkan sebagai tempat istirahat, matras dan sleeping bag pun di keluarkan. Setelah shalat maghrib dan isya, Kami menuju tempat istirahat masing-masing dan terlelap dalam suasana rintik hujan dini hari.

Jam 03.00 pagi..
Pagi ini Kami terbangun oleh panggilan pengingat shalat dari warga sekitar yang telah ada di dalam mesjid. Nyawa pun dikumpulkan tuk segera bangun dari tidur nan singkat. Namun.. baru saat Adzan subuh berkumandang Kami benar-benar bangun, packing lalu shalat. Beres-beris plus bersih-bersih mesjid sambil bercengkarama, tak terasa jam menunjukan pukul 5.30. Kami siap melangkah menjemput takdir pendakian kami. Selamat tinggal Mesjid Al-Furqon yang telah menjadi bagian cerita perjalanan Kami, kelak Kita kan bertemu lagi.. InsyaAllah

Kami mempersiapakan barang bawaan dan perbekalan, Faishal dan Aliuddin bawa 4 botol air minum loh! 600ml.. #ea kurang atuh euy, harusnya 4 botol 1,5L. Bisa-bisa balik ke Bandung cuma tinggal namanya aja nih kalau bawa air Cuma segitu. Akhirnya mampir ke warung pinggir jalan dan masing-masing beli 2 botol air 1,5L deh. Kebetulan saat ituada angkot bewarna kining jurusan Linggarjati. Angkot atau Angdes ya? Lupa euy. Ya itulah pokoknya, penumpangnya ada 2 orang Ibu-ibu yang membawa sayuran. Nampaknya baru belanja dari pasar. Jam 06.00 itu kami naik angkot itu, sewa sampai pos Linggarjati dengan tarif 5000 tiap orang tanpa menurunkan penumpang sebelumnya. Plastik isi tenda manaaa? Gema sibuk, dan ternyata setelah cari mulai warung sampai mesjid, barangnya udah ada di dalem angkot K #okesip

Angkot pun melaju mengantarkan penumpang terdahulu, lalu mengantar Kami ke pos pendakian Ceremai jalur Linggarjati. Heup, jam 06.15 pagi kami sampai di pos pendakian Linggarjati, namun masih tutup. Hanya ada warung yang buka dan disitu Kami bertemu 2 orang pendaki lain yang berniat mendaki Ceremai juga, mas Hendrik dan mas Apri. Kami masih belum tau apakah jalur pendakian dibuka atau tidak, akhirnya sambil bincang-bincang kami mendapat info bahwa..

Jalur Pendakian Ceremai DIBUKA!

Walaupun kemarin sore ada kejadian yang tak diharapkan oleh siapapun yang mendaki gunung.
Huuuuft! Up up up semangat Kami melesat sampai ke Nirwana! Sang Mentari mengintip di balik pepohonan dan angin pagi hari menghembus menggetarkan dedaunan pagi itu seakan berbisik “Dimana ada kemauan, disitu ada jalan..”

Kami bersiap melakukan pendakian dan sarapan di warung sederhana pinggir pos pendakian. Sambil nunggu makanan, boleh dong sedikit narsis J


Pos Linggarjati 600 mdpl
Dari kiri ke kanan : Bagas, Marcel, Habib, Gema, Fakhri, Aliuddin, Mas Hendrik ‘yang dikanan banget’
Faishal Aziz, Sang Fotografer di kaki Gunung Ceremai, Linggarjati 600 mdpl

Alhamdulillah makan pagi telah selesai, nasi plus telur tahu dan sayur hanya 5000 rupiah~ dahsyaaat. Udah jam 6.45 pagi tapi belum datang juga petugas pendaftaran pendakiannya. Pas di telepon ternyata bilang 30 menit lagi. #okesip Kami mengisi waktudengan bincang-bincang tentang rencana tempat kemah bersama mas Hendrik dan Apri juga, karena Kami masih pemula, sebisa mungkin ada orang-orang ahli yang udah sering naik turun Gunung kaya mereka berdua ini yang bisa mandu perjalanan Kita. Rencananya sih Kami bertujuh dan Mas Hendrik plus Apri akan jalan bersama dan berkemah di Sangga Buana I atau Sangga Buana II.

Jam 07.15 pagi..
Akhirnya petugas datang dan Kami pun mendaftar dengan biaya 10000 tiap orang, plus fotokopi KTP juga untuk mendapatkan Surat Izin Pendakian. Akhirnya SIMAKSI telah Kami dapatkan, lets go!
Sebelum mulai Kami mengambil pesanan makan siang bungkus dengan menu percis seperti sarapan tadi pagi, rencananya makanan itu untuk makan siang nanti. Lalu musyawarah singkat nan sepihak, Aku mimpin pendakian ini.

Saat mas Hendrik dan Apri telah berjalan duluan, Kami bertujuh masih bersibuk ria menyusun perbekalan dan memakai carrier. Tiap orang punya tanggungjawab membawa satu barang kelompok. Setelah siap semua, Kami berdoa lalu membuat jargon nan aneh. “Ciremai, Huhuyeah Allahu Akbar!” Go!

Kami menyusul Mas Hendrik dan Apri dari kejauhan.

Langkah -langkah pertama telah Kami  tapaki, kabut kelam nan kelabu yang menyelimuti Ceremai seakan menyembunyikan sejuta misteri, takdir apa yang akan Kami temui di tengah perjalanan nanti. Apapun takdir yang menjemput, Kami tidak tau itu musibah atau anugerah, yang jelas, Kami berbaik sangka pada Allah.. 

Apa yang akan terjadi setelah ini?
Akankah Laskar ini sampai ke puncak?
Saat itu.. Kami tidak tau jawabannya..

>>to be continued..

Selasa, 05 Februari 2013

Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part I)

Saat itu..

Bandung 4 Januari 2013

Rencana pendakian gunung tertinggi di Jawa Barat insyaAllah fix tanggal 4-6 Januari tahun 2013 ini, saat libur semester ganjil perkuliahan ITB masih berlangsung. Aku bersama 6 sahabat yang terdiri dari 4 mahasiswa  ITB dan 2 mahasiswa UNPAD berniat melakukan pendakian Gunung Ceremai yang puncaknya terletak di 3078 mdpl (meter di atas permukaan laut). Awalnya hanya Aku Marcel Tirawan SI’11, Tubagus Fakhri Muhammad EP’11, Habib Mufid Ridho STI’11, Langgam Bagaspratomo TE’11, dan Faishal Aziz GeoUNPAD’11 yang berniat melakukan perjalanan ini. Kemudian Kami mengajak beberapa orang lain yang mungkin mau ikut juga bertualang ke Ceremai. Alhasil Dirga Ahmad TELE’11, Gema Rizaldi TM’11, Ifan Akhmad SI’11, berminat ikut juga namun terkendala izin kecuali Gema. Akhirnya Gema pun gabung ke rombongan “Laskar Rimba” pendaki Ciremai. Faishal pun mengajak temannya, Aliuddin GeoUNPAD’11, yang juga berminat berangkat ke Ceremai. Tujuh orang pun bersiap melakukan pendakian.

Persiapan pendakian pun dimulai H-5 keberangkatan, Minggu pagi 30 Des 2012 setelah berfutsal bloody Sunday di Ballroom seperti biasa dilanjut DotA di rumah Fakhri ‘till drop. Kami membicarakan persiapan keberangkatan sampai Isya menjelang, lalu setelah pulang ke rumah masing-masing. Fakhri bermodalkan buku naik gunung for everybody dan web surfing berhasil membuat 3 Notes FB berisi info terkait barang bawaan, adab pendakian, dan cara packing barang-barang ke dalam tas carrier. Setelah itu persiapan dilakukan perorangan.

Rabu pagi 2 Jan 2013 rencananya olahraga persiapan pendakian, Saraga ITB jam 7 pagi, namun rencana hanya jadi wacana. Hanya Gema, Fakhri, Habib yang lari, ehehe. Jam 9 Kami berempat mendata barang-barang yang perlu dibawa nanti, kemudian datanglah Bagas dan Dirga ke tempat Kami berkupul. Kami membuat daftar barang yang harus dipinjam ke tempat penyewaan, setelah itu Kami bubar mengisi agenda-agenda lain. Fakhri Gema Dirga nonton 5 cm, Bagas menghilang, Habib ke ITB, Aku ke Salman membicarakan acara kongkow bersama Ilham Cuhi de el el. Setelah itu, menjelang dzuhur Aku pergi menuju Buah Batu rumah Ilham Agung Pinasi tuk meminjam tas carrier, matras, kupluk, plus head lamp-nya. Kemudian besoknya Aku pinjam tenda PMR 3 yang berada di Markas PMR, Alhamdulillah ada tenda kapasitas 5 sampai 6 orang ukuran 2m x 8m yang bisa digunakan nanti. Sebelumnya sudah ada tenda Bagas yang kapasitasnya 3 sampai 4 orang, jadi dengan 2 tenda ini kebutuhan tenda terpenuhi.

Jumat pagi 4 Jan 2013 jam 8.00 kami janjian kumpul di rumah Fakhri tuk packing, namun Dirga dan Ifan berhalangan ikut tuk kali ini. Alhasil 7 orang yang inysaAllah berangkat yaitu Bagas, Fakhri,Habib, Faishal, Gema, Aliuddin, dan tentunya si Gue ini. Rencananya Kami berangkat naik Damri Bandung-Kuningan dari Terminal Cicaheum jam 5 sore lalu turun di Linggarjati, perjalanan di Bis sekitar 5 jam maka Kami tiba di Linggarjati jam 10 malam. Sebelum ke terminal, Kami kecuali duo Geologi-man, Faishal dan Aliuddin, yang sedang UAS di hari Jumat itu packing barang-barang keperluan pendakian ke carrier masing-masing setelah meminjam beberapa carrier, sleeping bag, matras, misting,dan parafin ke 2 tempat penyewaan barang barang camping, sebut saja Almen dan … .

Kami pun packing, Barang-barang bawaan ini seperti kata peribahasa.. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi.. BERAT! Berat tas Carrier yang awalnya hanya 2 sampai 4 Kg sekarang menjadi 18 sampai 20 Kg. Barang yang membuat berat ialah 4 botol Air 1,5 Liter yang dibawa oleh masing-masing orang. Jaga-jaga kalau kurang air, kan bahaya tuh dehidrasi di perjalanan. Apalagi berdasarkan info kepo Kami, ga ada sumber air di ketiga jalur pendakian Ceremai. Linggarjati, Patulungan, dan Apuy hanya memberikan kesempatan pada pendaki untuk mengisi air di pos awal pendakian awalnya saja. Kenapa harus 4 botol 1,5L? Tentu saja hasil kepo dari internet plus diperkuat himbauan pengurus Taman Nasional Gunung Ceremai pendaki minimal bawa 5 Liter air untuk minum. Pas!

Persiapan beres!

Jumatan dah di dekat rumah Fakhri, lanjut nyoba bikin tenda sambil nunggu Faishal plus Aliuddin yang nyusul gabung setelah beres UAS jam 3 sore itu dari Jatinangor. Teng! Jam menunjukan pukul 4.30 sore, belum muncul batang hidung Faishal. Kami siap-siap memasukan barang-barang ke mobil untuk menuju terminal, dan akhirnya Faishal datang bareng Supra X-nya tanpa bawa carrier. Hanya bawa kamera Dendra yang dipinjam tuk sedikit mengabadikan momen menuju puncak Ceremai. Motor-motor dah disimpan di dalam rumah, saatnya berangkat! Kami berenam menumpang mobil Ibu Fakhri sampai terminal, di terminal sudah ada Aliuddin dan dua tas carrier, satu miliknya dan satu lagi milik Faishal. Avanza pun melaju menuju terminal Cicaheum menembus jalanan di Cikutra, Bandung Timur.

Jam 4.55 sore
Saat Kami lewat depan terminal nampak sesosok lelaki tepat dipinggir jalan duduk di trotoar memandangi arus kendaraan yang padat di Cicaheum saat itu, malang nian nih bocah, hasil kerjaannya Faishal nih. Siapa lelaki itu? yap itu Aliuddin, duduk di tempat yang penuh asap nan dinaungi awan kelabu mengharu biru tanda langit kan mencurahkan hujan awal tahunnya di sore nan dingin itu. Suasana mencekam, Bis terakhir menuju Kuningan akan berangkat tepat pukul 5 sore.

Akankah kami terlambat?

Ckit! Mobil berhenti melaju dan menepi di jalan pinggiran terminal. Detik-detik terakhir ini terasa sangat krusial. Kami segera menurunkan barang-barang bawaan, dan berpamitan dengan Ibu Fakhri. Aliuddin datang bersama Faishal dan barang-barangnya dari tempat berdiamnya tadi. Bergegas langsung menuju dalam terminal, semua mata orang di pinggir terminal nampak heran dengan kedatangan Kami membawa tas carrier yang besarnya ga manusiawi itu. Ahaha

Sesosok lelaki paruh baya bertanya, “Bade kamana cep?”
“Kuningan!”, jawab Kami. “Sok hayu–hayu”, ajaknya menggiring Kami menuju Bis terakhir ke Kuningan. Sip mantap! Kursi paling belakang kosong melompong, langsung dah nyimpen semua barang-barang bawaan. Carrier plus barang kelompok tambahan, dua tenda yang telah dibagi-bagi sehingga mudah dijinjing. Jam 5 pas roda-roda Bis ini pun mulai berputar meninggalkan jejak debu derap langkah kami yang bergesa menuju Bis tadi. Huuuft! Senja yang indah di Cicaheum.

Nah! Ada yang ketinggalan di Avanza! Paralon penyangga rangka tenda ukuran kecil yang seharusnya jadi tanggungjawab si gue.. Oke sip, langsung call Ibu Fakhri nanya konfirmasi barang itu ada di mobil atau ngga. Fakhri pun call, daaan.. Ada euy, di bawah bangku. Pantes ga terlihat. Avanza kebetulan menuju arah yang sama dengan arah Bis, langsung aja Aku dan Habib menuju tempat supir bis tuk beri tahu ada barang yang tertinggal jadi sebentar lagi mohon menepi, di Antapani apalah itu. Sambil cuap-cuap bareng pa supir akhirnya sampailah di tempat Ibu Fakhri menunggu, Set! langsung keluar Bis dan ambil barang itu secepat kedipan mata. Salam lagi dan balik lagi ke Bis. Untunglah saat itu Jalanan padat, jadi ga mengganggu arus jalan. Bis jalan lagi dah, Alhamdulillah

Sesuai penuturan pa supir DAMRI setelah bincang sore tadi, Bis ini sampai di Linggarjati jam 10 malam, oke sip! Sekarang masih jam 5.30 saatnya foto-foto terus tidur..

Makhluk-Makhluk Olim

Wajah-Wajah Bahagia


Jam 7.30 malam..
Braaak! Taaak! Drrrrd drrrrd drrrrrrrrr..
Bis pun menepi dipinggiran jalan menikung khas pegunungan Selatan Jawa! sesuatu terjadi pada ban belakang Bis tepat dibawah tempat Gema duduk dan tertidur. Penumpang yang semula hening mendadak riuh terbangun dari lelap tidurnya, mencari tau darimana sumber suara gaduh itu berasal. Kenek Bis mengecek mesin belakang Bis, dan ternyata kopling Bis amblas dari tempatnya, baut-bautnya mungkin berlepasan di sepanjang jalan dari Bandung. Sekarang Bis terdampar di tengah hutan, daerah Sumedang Cadas Pangeran. Waw!

Semua penumpang turun, dan tiba-tiba Faishal menyodorkan HP-nya. Memperlihatkan pesan singkat dari seseorang, Ilham namanya. “Sol, pendakian Ceremai ditutup. Ada yang meninggal tadi sore, urang dapet kabar dari @infopendaki.”

*DEG! Aaaaaaaaaaaaaa! Innalilahi..

Langsung Aku cek kebenaran info itu, nyalakan HP lalu segera masuk twitter dan search @infopendaki. Ternyata.. benar adanya. Seorang mahasiswa dari Kuningan meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit setelah mendaki Ceremai melalui jalur Palutungan. Kabarnya, Ia kelelahan setelah mendaki sampai punjak dalam cuaca yang ekstrim lalu langsung turun kembali, setelah diselamatkan petugas dan dibawa ke rumah sakit, dalamperjalanan Ia menghembuskan nafas terakhirnya.. Salam hormat pendaki dari kami, kawan. Semoga engkau bahagia di akhirat kelak. Dan karena adanya kejadian itu, sangat mungkin pendakian Ceremai ditutup untuk sementara waktu..

Aku mengabarkan berita ini ke semua kawan, dan bibit-bibit keraguan tuk melanjutkan perjalanan pun bermunculan.. Sendu di malam nan sunyi ditemani tangis alam saat itu adalah paduan yang pas tuk mengiringi kegundahan Kami..

Haruskah Kami kembali pulang?
Haruskah?


>>to be continued..





Intense Debate Comments

Link Within

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Label