Jumat, 05 Juni 2015

Memberi Sebelum Diminta

“Bro, bagi dong!”
“Nak, boleh Ibu minta sedikit?”
“Aku mau nyobain itu, Kak! Please..”
Sore itu aku melihat sekumpulan remaja baru saja selesai berlari beberapa keliling lapangan sepak bola. Peluh keringat nampak membasahi seluruh pakaian mereka menandakan cukup banyaknya energi yang dikeluarkan sepanjang perjalanannya. Mereka beristirahat di pinggir lapangan, duduk-duduk rebahan sambil minum air gelas kemasan yang telah mereka siapkan sebelum mulai berolahraga.
Sayangnya hanya sebagian orang yang membawa air minum kemasan gelas itu, sehingga beberapa orang yang nampak sangat kehausan hanya dapat melihat teman-temannya minum. Kantin cukup jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki dari tempat mereka. Celakanya tidak terlihat penjual asongan yang biasanya menjajakan makanan dan minuman di sekitar lapangan. Mereka pun hanya bisa menelan ludah menyaksikan teman-temannya minum dengan lahap.
Melihat peristiwa itu seorang sahabat di sampingku berkata, “Kalau kamu ingin mendapatkan sesuatu dari orang lain, kamu harus mengatakan dan memintanya dengan jelas. Supaya orang yang kamu minta itu tau apa yang kamu mau dan semoga ia bisa mengabulkan keinginanmu. Pasti mereka ga bakal kehausan kalau segera minta sedikit air pada temannya yang membawa air minum.”
Aku pun berujar, “Ya benar! Semoga hari ini esok pun seterusnya nanti, kalau kalian butuh sesuatu dari apa yang aku punya, aku bisa memberikannya. Aku akan berusaha memberikannya sebelum kalian memintanya. Semoga kita dikaruniai kepekaan hati agar kita semua selalu bisa memberi bahkan sebelum dimintai.”
Semesta pun menjawab, “aamiin..”

* * *
Ada manusia yang punya kelapangan hati untuk memberi apa yang ia miliki kepada orang-orang yang sedang membutuhkan pertolongan di sekitarnya, diminta maupun tidak dimintai. Ada pula manusia yang hatinya sempit nan sulit bersyukur, tak peduli dengan keinginan dan kesulitan orang lain. Mereka yang melihat penderitaan orang-orang lain dengan sikap tidak peduli sesungguhnnya merupakan orang-orang yang paling menderita dari semuanya.
Ia menjadi yang paling menderita karena hidup tanpa hati yang penuh cinta. Sungguh cinta dapat membuat seseorang memberi sebelum diminta, mendengar sebelum berkata, dan memandang sebelum melihat.
Apakah hatimu telah penuh cinta sehingga peka dan bernyala?

Sudut Kontemplasi, 4 Juni 2015 23.55 WIB | Marcel Tirawan

Senin, 01 Juni 2015

Laku Orang Berilmu

Tulislah hal terbaik yang engkau lihat dan dengar. Hafalkan hal terbaik yang engkau tulis. Bicaralah dengan hal terbaik yang engkau hafal
Pembelajar akan selalu berusaha mencari ilmu dimanapun ia berada. Setiap tempat adalah sekolahnya. Setiap manusia adalah gurunya. Ia mengambil hikmah dari apapun yang ia lihat dan dengar. Begitu banyak hikmah yang dapat ia peroleh dari perjalanan hidupnya ataupun kisah hidup orang-orang lain. Namun seiring waktu hikmah itu akan hilang dan terlupakan jika ia tidak tertulis dengan baik. “Ayo menulis! karena menulis adalah kerja untuk keabadian,” begitu ujar mereka yang bijaksana. 
Banyak orang menulis hal-hal sederhana yang lahir dari pengalaman dan perenungannya. Ia berusaha mengikat ilmu dengan menuliskannya. Namun ternyata menulisakannya saja tidak cukup untuk membuatnya berdampak dan bermanfaat luas. Seorang yang berilmu haruslah juga hapal ilmu yang ia tulis, menghapalkan hal-hal terbaik dari apa yang telah diabadikannya lewat tulisan. Karena hal-hal baik seringkali lahir dari inisiasi lisan-lisan penuh hikmah.
Seiring semakin banyaknya penulis dan pembicara yang mempropagandakan kebajikan, maka kita tak perlu khawatir kapan tatanan kehidupan bangsa ini akan penuh kebaikan. Sungguh ia hanya soal waktu.
Sudut Kontemplasi, 1 Juni 2015 00.49 WIB | Marcel Tirawan

Intense Debate Comments

Link Within

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Label