Selasa, 12 Juli 2011

Pelita dan Pohon Kebaikan


Seorang mukmin bagaikan pelita dalam gelap malam, laksana bulan yang memantulkan sinar kebaikan. Kisahnya kan selalu menuai cahaya hikmah dan ilmu . .

Seorang mukmin bagaikan sebatang pohon rindang di padang gersang, laksana pohon yang berbuah lebat dan manis. Kisahnya kan selalu memberi buah kebaikan dan keteduhan . .


Kisah kehidupan orang-orang terdahulu adalah untaian hikmah bertaburan laksana bintang di langit malam.Tengok secuil penggalan kisah sahabat nabi saw, Umar ibn Khattab, khalifah setelah Abu Bakar.

Suatu hari saat beliau tlah menjabat sebagai khalifah, datanglah seorang Yahudi dari Mesir u/ menemuinya. Ia datang dari Mesir u/ melampiaskan kemarahannya & tuntutan-tuntutannya atas apa yang dilakukan pemimpin disana. Ia belum tau, yang manakah Umar ibn Khattab, kepala pemerintahan yang wilayah negerinya makin meluas itu.

Kepada seseorang yang ditemuinya di perjalanan ia bertanya, "Di manakah istana raja negeri ini?"

Orang itu menjawab, "Lepas lohor nanti ia berada di tempat istirahatnya, di dpan mesjid, dekat pohon kurma."

Yahudi itu membayangkan, alangkah indah istana khalifah, dihiasi kebun kurma rindang nan teduh u/ menghabiskan waktu. Maka tatkala tiba di muka mesjid, ia kebingungan. Sebab di situ tak ada sesosok pun bangunan megah seperti istana. Memang ada pohon kurma, tapi hanya sebatang. Dan di bawahnya, tampaklah seorang lelaki sedang beristirahat. Lelaki itu bertubuh tinggi besar dengan jubah yang sudah luntur warnanya, ia sedang tidur-tiduran.

Yahudi itu mendatanginya dan bertanya, "Maaf, saya mau berjumpa dengan Umar ibn Khattab."

Sambil bangkit Umar menjawab, "Akulah Umar ibn Khattab."

Yahudi itu terbengong & berkata "maksud saya pemimpin negeri ini."

Umar menjelaskan, "Akulah khalifah, pemimpin negeri ini." Yahudi itu makin terlongong, mulutnya terkatup membisu..

Ia membandingkannya dengan para rahib Yahudi yang serba gemerlapan dan para raja Israel yang istananya bermegahan. Sungguh tak masuk akal ada pemimpin di negeri yang sangat besar, tempat istirahatnya tikar di bawah pohon kurma di langit terbuka.

"Dimanakah istana tuan?" tanya sang Yahudi.

"rumahku? di sudut jalan itu, bangunan nomor tiga dari yang terakhir." jawab Umar

"Maksud Tuan, yang kecil dan kusam itu?" herannya melihat kenyataan yang ada


"Ya, namun itu bukan istanaku. Sebab istanaku berada di dalam hati, yang tenteram dengan beribadah pada Allah." sambut Umar

Yahudi itu pun kini runduk. Kedatangannya yang berniat melampiaskan kemarahan & tuntutan kini berubah menjadi pasrah tanpa daya.

Sambil matanya berkaca-kaca ia berkata pada Umar ibn Khattab, sang khalifah nan sederhana, 

"Tuan, saksikanlah, sejak hari ini saya mulai meyakini agama Tuan.
Izinkan saya menjadi pemeluk Islam sampai mati."

Hidayah yang diterima olehnya bak gurun tandus yang dinaungi hujan lalu menumbuhkan tumbuh-tumbuhan iman yang sangat indah. Pantas bila ada sebuah wejangan mulia mengatakan,

"Nasehat dengan perbuatan jauh lebih berhasil dibandingkan dengan perkataan."

Karena itu, para sufi lebih suka diam dengan mulutnya, tetapi beramal dengan tingkah lakunya. Kalaupun mereka membuka bibir, yang meluncur haruslah butir-butir kristal dari endapan nalar dan kearifannya.

Maka jika ia berkata, hendaklah berkata yang baik. Dan jika ia berbuat, hendaklah berbuat yang baik.

Berbuat baiklah, maka kebaikan akan menghampirimu.
Berbuat buruklah, maka keburukan akan menghampirimu.

"Tak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula . .
Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?"
(QS Ar-Rahman [55]: 59-60)

Tidak ada komentar:

Intense Debate Comments

Link Within

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Label