Jumat, 27 September 2013

Pilihan

Hidup adalah proses menempuh jalan penuh persimpangan yang tak pernah kita tau bagaimana ujungnya. Dimana, Bagaimana, dan Kapan kita menghentikan perjalanan ini adalah rahasia-Nya yang tak pernah Ia sampaikan pada siapapun.

Setiap persimpanan jalan itu berupa pilihan-pilihan yang menuntut keputusan, Ambil atau tidak.

Kalau kamu enggan memilih, maka hidup akan sukarela memilihkan jalan untukmu. Itulah yang terjadi pada orang-orang yang menyuarakan motto, "biarlah hidup mengalir seperti air." Dan pada akhirnya, suka ga suka, mau ga mau, kamu harus jalanin setiap konsekuensi atas pilihan yang engkau pilih sendiri atau hidup ini pilihkan untukmu.

Hakikatnya setiap pilihan itu memiliki konsekuensi dan pengorbanannya masing-masing. Ada banyak hal yang ingin kita dapatkan dalam hidup ini, misalnya pengalaman dan ilmu. Setiap orang ingin konsekuesi mendapat pengalaman hebat dan ilmu nan luas. Tapi kadang-kadang, hidup ini menuntutmu untuk memilih salah satu dan mengorbankan yang lain.

Ga selalu persimpangan itu pembeda antara mana hal yang baik dan buruk untuk dipilih, dua hal itu seringkali menjadi samar sebab kita ga tau apa ujung jalan yang akan kita dapat nantinya. Takdir telah menjadi dinding kasat mata penuh teka-teki yang membuat proses memilih itu menjadi sangat menarik dan rumit, iya kan?

Seringkali kita harus memilih bukan hanya antara mana yang baik dan mana yang buruk, pilihan tadi mengharuskan kita jeli juga tuk memilih mana hal yang lebih baik dari yang baik. Atau memilih yang buruk dari yang lebih buruk.

Ada pilihan-pilihan yang memang butuh pengorbanan ketika kita memilihnya.

Misalnya kutukan kuliner yang bisa membuat seseorang berada dalam kondisi dilematis :

Enak | Banyak | Murah

Diantara 3 pilihan tadi, kamu cuma boleh pilih 2 pilihan dan mengorbankan 1 pilihan yang lain.

Misalnya..

kamu pilih Enak dan Banyak, maka kemungkinan besar makanannya ga Murah.

kamu pilih Enak dan Murah, maka kemungkinan besar makanannya ga Banyak.

kamu pilih Murah dan Banyak, maka kemungkuninan besar makanannya ga Enak.

Begitulah pilihan..

Memilih yang baik dari yang buruk.
Memilih yang lebih baik dari yang baik.
Memilih yang buruk dari yang lebih buruk.
Plus selalu ada hal yang harus dikorbankan.

Sesederhana itu..

Jumat, 20 September 2013

Sebuah Pertanyaan

"Aku khawatir terhadap suatu masa yang roda kehidupanya dapat menggilas keimanan. Keimanan hanya tinggal pemikiran, yang tidak berbekas dalam perbuatan

Banyak orang baik tapi tak berakal, ada orang berakal tapi tak beriman.

Ada lidah fasih tapi berhati lalai, ada yang khusyuk namun sibuk dalam  kesendirian.

Ada ahli ibadah tapi mewarisi kesombongan iblis. Ada ahli maksiat rendah hati bagaikan sufi.

Ada yang tertawa hingga hatinya berkarat & ada yang banyak menangis karena kufur nikmat.

Ada yang murah senyum tapi hatinya mengumpat & ada yang berhati tulus tapi wajahnya cemberut.

Ada yang berlisan bijak tapi tak memberi teladan & ada pelacur yang tampil jadi figur.

Ada orang punya ilmu tapi tak paham, ada yang paham tapi tak menjalankan.

Ada yang pintar tapi membodohi, ada yang bodoh tak tau diri.

Ada orang beragama tapi tak berakhlak & ada yang berakhlak tapi tak bertuhan.

Lalu di antara semua itu, dimana aku berada?"

(Ali bin Abi Talib)

Sabtu, 14 September 2013

Aku Ingin Setia

Meskipun Aku di Surga,
Mungkin Aku tak bahagia,
Bahagiaku tak sempurna,
Bila itu tanpamu…
Padi - Tempat Terakhir

Nagreg, 25 Desember.

Senja itu, tetesan air hujan kembali jatuh dari langit kelabu yang menghalangi kemilau mentari sore yang biasanya menyelinap di antara celah gunung yang saling menjulang ufuk Barat sana.

Aku duduk di samping ruang mesjid berdinding kaca bening yang cukup luas dengan sajadah dan karpetnya yang membentang menutupi lantai keramik nan masih putih bersih.

Latar suasana syahdu itu menjadi pengiringku duduk bersama beberapa sahabat yang saling melantunkan Al Kahf ayat ke 28-31 atau ayat-ayat lain tuk mencapai 1 juz di hari itu.

Al-Kahf ayat 28-31.. Kami berusaha meresapi makna dari tiap ayat-ayat, mencoba mengikat ayat demi ayat itu hingga lekat di ingatan.

Pun hujan sore ini nampaknya tak sederhana, ia mengajarkan lebih dalam mengenai makna ayat-ayat yang kami hapal itu.

Seakan rintik hujan itu berkata..

"Hai kalian, lihat aku! Sungguh, untuk membasahi bumi, tak mungkin jika hanya sendiri."

Hujan… belumlah dikata hujan jika air yang menitis bisa dihitung oleh jari. Inilah pelajaran dari sang hujan. Kebersamaannyalah yang memberinya kekuatan tuk menghentak dan menghempas bumi ini.

Maka dengan catatan pendek yang engkau baca saat ini, Aku ingin merangkai dan mengikat hikmah tercerai berai yang mulai kucoba tuk kususun kembali.

Pun meminta agar engkau menjadi orang yang selalu bisa mengingatkanku tentang pelajaran dari sang hujan. Agar Kita selalu mampu memahami arti bersabar dalam kebersamaan melakukan kebaikan.

Kawan, jika suatu hari nanti Aku lupa akan hal ini, maka ingatkanlah Aku bahwa Aku pernah berkata, "Sungguh Aku ingin setia."

"Dan bersabarlah engkau bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.. dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia.." QS Al-Kahf[18]:28

Ruang 3X3, 14 September 2013

Rabu, 28 Agustus 2013

Kebenaran yang Pahit

Siang menjelang Sore yang cukup terik oleh pancaran mentari di hari sabtu 24 Agustus lalu menjadi latar suasana dua acara yang cukup membuat dilema untuk dipilih pada awalnya. Antara Closing OSKM ITB yang setahun sekali dan Acara Majelis Jejak Nabi ustz Salim A Fillah yang sebulan sekali, akhirnya takdir menggariskan gua hadir di Majelis bulanan itu.

Ga rugi! Itu hal pertama yang terlintas dalam benakku ketika kaki ini melangkah tuk meninggalkan Mesjid Al-Ukhuwah. Pengetahuan dan inspirasi baru seakan mere-charge lagi jiwa yang mungkin kosong nan koyak oleh segala aktivitas dunia selama ini.

Disana gua seakan bisa kembali ke zaman Nabi SAW masih ada, membayangkan kehidupan-kehidupan manusia saat itu yang selalu terbimbing oleh wahyu-Nya. Dan setiap peristiwa masa lampau yang disampaikan oleh ustz Salim itu menjadi kisah yang sampai sekarang masih bisa dirasakan pelajaran dan hikmah-hikmahnya. Penggalan-penggalan cerita sejarah penuh hikmah ini banyak diabadikan dalam cuplikan Qur'an dan Hadis.

Nah, ada salah satu kisah yang cukup 'menghentak' pikiranku saat itu. Seakan seorang Ayah yang ingin naik kereta bersama anak balitanya untuk pergi ke suatu tempat, namun ketika sang Ayah masuk kemudian pintu kereta telah tertutup dan gerbong melaju, Ia baru sadar anaknya masih tertinggal di Stasiun..

"Deg…!" Seakan Jantung lepas dari singgasananya.. #lebay

Kebayang? Kalau ga kebayang yaaa wajar… belum punya anak kan? Masih jomblo kan? #eh

Ahaha, gua juga sama.. #pukpuk

-skip-

Saat itu gua ingatkan kembali hal penting yang terlihat sepele tapi sejatinya penuh arti dan sarat ilmu bagi orang-orang yang menyadarinya. Ialah kisah yang menjadi sebab adanya hadis yang redaksinya, "…Katakan kebenaran walaupun pahit…"

Nah pernah dengar?

Banyak orang yang menyeru kepada kebenaran namun dengan cara yang ga santun, ga beretika, nan ga pake hati. Asalkan pesan kebenaran tersampaikan, ya udah.. ga jadi masalah bagaimana perasaan orang yang mendengarnya pun apakah pesan itu diterima atau tidak itu bukan hal penting. Ia hanya ingin menggugurkan kewajiban tuk menyampaikan kebenaran, hanya itu..

Nah ternyata latar belakang kisahnya itu ada seorang pedagang yang ditipu, batang yang mau ia jal ternyata kualitasnya buruk. Tidak sesuai kesepakatan awal pembelian. Akhirnya ia konsultasi pada Nabi SAW, apakah ia boleh untuk tidak memberitahukan kecacatan barang jualannya sehingga bisa dijual dengan harga tinggi, sehingga minimal balik modal. Atau ia tetap harus memberitahukan kecacatan barang dagangannya meskipun itu bisa membuat dia rugi besar atau bahkan bangrut.

Dan jawaban Nabi SAW adalah, "Sampaikanlah kebenaran walaupun pahit.."

Yang pahit itu sang penyampai, sang penjual. Bukan sang pendengar, sang pembeli..

See?
Jadi.. jangan asal menyampaikan kebenaran sehingga bisa bikin orang yang lagi adem jadi panas dingin ya

Berbicaralah sesuai bahasa kaumnya dan jadilah penyeru-penyeru yang menggetarkan jiwa-jiwa untuk menjadi baik dan benar dengan hati yang lapang.

Sesungguhnya manusia melakukan kesalahan itu wajar, namun membiarkan manusia melakukan kesalahan adalah kesalahan juga.. maka jangan pernah biarkan orang yang melakukan kesalahan tenggelam dalam kesalahannya..

Plus ketika menyampaikan kebenaran yang bersifat kritik, bijaklah untuk menyampaikanya dengan cara yang sebaik-baiknya agar pendengar yang melakukan kesalahan maupun penyampai pesan yang ingin menyampaikan kebenaran, sama-sama tak merasakan pahitnya kata-kata..

Bunker aka Benteng Sipil ITB, 28 Agustus 2013

Selasa, 27 Agustus 2013

Bukan Sekedar Rutinitas

Hey bung! Ini hari kedua perkuliahan Semester Ganjil 2013-2014, dan… hari-hari gua bakal diisi lagi dengan rutinias pulang-pergi Kopo-Ganesha yang sangat menyenangkan! Tiap hari jalan-jalan dengan jarak 15km sekali jalan di atas kendaraan roda dua udah jadi salah satu bagian hidup terseru yang ga bakal pernah bisa gua lupain.

Pergi pagi pulang malem, keluar-masuk kelas trus pindah dari satu ruangan ke ruangan lainnya, belajar-mengajar privat, semuanya nampak pengulangan pola hidup taun-taun sebelumnya.

Tapi…
Rutinitas yang nampak sama ini sebenernya ga pernah sama, kawan! Orang dan peristiwa yang gua temui di jalan ketika berangkat atau pulang selalu saja ada yang beda.Setiap masa itu unik dan punya peristiwanya masing-masing. Pun di kampus, walau ruangan kuliahnya itu-itu lagi, apa yang dipelajari selalu saja hal-hal yang baru.

Bertambahnya teman dan pengalaman adalah tanda kita terus melangkah maju, bukan hanya melakukan rutinitas yang jalan di tempat. Ada berbagai pelajaran dari pengalaman yang terjadi dan bisa diambil dalam perjalanan hidup ini. Kita hanya perlu peka merasa dan sadar bahwa apa yang kita lakukan ini lebih dari sekedar rutinitas.

So.. Mulai hari ini, esok, lusa, dan seterusnya.. Yuk kita pastikan diri ini paham betapa pentingnya memaknai rutinitas hidup! Agar kita ada di dunia bukan hanya sekedar menghabiskan sisa usia, melainkan memberi makna pada setiap bilangannya. Sehingga Tahun, Bulan, Minggu, Hari, Jam, Menit, dan Detik kita lalui dengan Iman yang semakin mendewasa dan Amal yang semakin membaik dalam kualitas pun kuantitas.

Ruang 3213 teknik Sipil ITB, 27 Aug 2013

Jumat, 16 Agustus 2013

Jiker Sang Jiwa Kerdil


"Daripada datang terlambat lalu dihukum, lebih baik tak datang sama sekali.."
(Cuplikan Forum Taplok-Caplok Dua Angkatan, 2013)

Malam kemarin saat kami membahas masalah-masalah angkatan caplok, keluarlah kalimat itu dari salah seorang rekan caplok. Rangkaian kata-kata itu sedikit mengusik pikiran si gue yang ketika itu menjadi moderator forum. Saat itu jumlah caplok yang hadir di luar espektasi Jaya Kirana. Setelah musyawarah panjang Jaya Kirana, Taplok OSKM ITB 2012, akhirnya malam sakral ala taplok pun urung dilaksanakan malam itu. Dan acara kemarin dilanjutkan dengan Forum Dua Angkatan mambahas permasalahan yang ada. :)
Dan sampailah pada suatu ketika kata-kata itu keluar dari salah seorang caplok ketika membahas masalah kuantitas mereka yang belum mencapai kuorum. Salah satu alasannya ialah adanya orang-orang yang ga hadir dengan alasan jika datang dalam keadaan belum siap spek atau keterbatasan waktu sehingga berpotensi terlambat datang yang akhirnya akan membuat mereka dihukum, yaa lebih baik ga datang sama sekali. Karena orang yang ga dateng ga dapet hukuman..
Nah loh!
Wah waaaah.. Di dunia ini ternyata masih ada aja penyakit itu.. yaaa penyakit jiker, jiwa kerdil. Duh..
Ia penyakit yang membuat seseorang ga berani beresiko atau berkorban untuk melakukan sesuatu hal yang benar. Ia akan mencabut rasa tanggungjawab yang ada dalam dirinya. Jadi… ia lari dari kenyataan. Menghindar dari masalah yang seharusnya ia atasi.
Mungkin salah satu penyebab penyakit itu ialah pikirannya sendiri yang menganggap masalah yang ia hadapi diluar kemampuannya. Yaa bisa jadi.. Padahal Tuhan ga memberikan beban di luar kesanggupan hamba-Nya loh. Jadi ga harus menghindar dari masalah, kan? Hhe
Gue lebih suka nganggap masalah itu sebagai tantangan. Ya tantangan, sesuatu yang bisa nambah experience kalau di game. Semakin nambah experience ya makin nambah juga level kita sehingga kita bisa naekin skill-skill kehidupan. Yaaa sedikit refleksi game DotA laaah. Haha :D
Finally, penyakit ini harus diobati. Haruuus! Agar kita bisa menjadi manusia yang terus naik level dari waktu ke waktu.
Ingatlah kawan.. sesungguhnya ketakutan dan keraguan ga pernah membuat masalahmu membesar, ia hanya membuat dirimu mengerdil.. ;)

Kamis, 08 Agustus 2013

Hati yang Hidup

Dua hari yang lalu adalah 29 Ramadhan. Malam ganjil terakhir di bulan penuh kemuliaan taun 1434H ini. Malam itu aku berencana menghabiskan malam di Mesjid Habiburrahman PT DI, Pasteur Bandung. Mesjid yang terkenal dengan tarawih 1 juz dan QL 2 juz-nya ini adalah salah satu pilihan para muslimin/muslimah untuk beri'tikaf menghabiskan 10 hari terakhir ramadhan dengan berdiam di mesjid menghidupkan siang dan malam dengan ibadah.

Saat itu ba'da Isya, aku langsung berangkat menuju lokasi dari rumah. Suasana malam itu jalanan Kopo relatif sepi, tak seperti hari-hari biasanya. Mungkin penduduk sini udah pada mudik ke kampung halaman. Akhirnya perjalanan terasa singkat, motor pun udh nyampe parkiran halaman mesjid.

Malam itu malam ganjil, jadi.. Prediksi awalku pasti penuh bnaget nih malem ini. Kalau kata temen yang dateng pas malem 27, mereka ga bisa tidur selonjor kaki. Jadi kalau tiduran harus nekuk kaki supaya ga nendang kepala orang lain.. Kalau beruntung sih kamu bakalan tidur posisi duduk :)

Sampai disana aku langsung mengejar tarawih yang telah berlangsung 2 rakaat. Tarawih kali ini menghabiskan juz 28.

Singkat cerita, malem ini kami dibangunkan jam 12 malam, lalu dipersilahkan berwudhu dan bersiap untuk melakukan Shalat Malam.

Shalat malam dimulai! Hari ini diperkirakan hari terakhir tarawih sehingga malam ini adalah khataman qur'an. QL menghabiskan juz 29-30, mulai Al-Mulk sampai An-Naas. #YouDontSay

Rakaat demi rakaat pun terselesaikan… semakin lama para jamaa semakin hanyut dalam bacaan qur'an sang imam shalat, seperti biasa ustadz Abdul Aziz Arrauf LC yang memimpin shalat. Masuk surat Al-Qiyamah seluruh penjuru mata angin disekitarku sesenggukan bahkan ada jamaah yang jelas sekali suara tangisnya..

Malam syahdu…

Rakaat dan bacaan shalat terus berlanjut hingga An-Naba ketika masuk ayat yang menceritakan tentang keadaan orang yang masuk neraka, tangis orang-orang menjadi jadi.. lanjut An-Nazi'at masih juga sendu suasana malam itu.

Lalu 'Abasa, semua makin menghanyut dalam…

"Maka apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua); pada hari itu manusia lari dari saudaranya; dan dari ibu dan bapaknya; dan dari istri dan anak-anaknya;" QS 'Abasa [80]: 33-36

Bahkan ustadz pun senggukan sampai pada ayat-ayat yang menceritakan suasana kiamat itu..

Sangat terasa getaran jiwa para jamaah saat itu.. Depan belakang kiri kanan pun seluruh penjuru maa angin menyuruakan tangis getar harap dan takut.. Mungkin ini suasana yang sangat jarang ditemui pada shalat-shalat berjamaah sehari-hari.

Semakin menuju An-Nas semakin banyak momen surat ayat yang membuat jamaah bergetar dalam tangisnya..

Al-Humazah, Al-Maun, Al-Ikhlas… Al Falaq, An-Naas.. lalu berlanjut dengan sadaqallahul adzim.. sadaqallahul adzim.. dan imam memimpin do'a panjang selayaknya do'a qunut witir biasanya.

Semua tenggelam dalam syahdu tangis bersahutan..

Indah suasana itu mengingatkanku pada suatu ayat yang membahas ciri orang-orang yang beriman.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat ayatnya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabb-Nyalah mereka bertawakkal." QS Al-Anfal[8]:2

Allah… biarkan aku jadi saksi bagi seluruh jama'ah Habiburrahman hari itu di hari peradilamu nanti, bersaksi bahwa benar mereka ialah orang-orang yang engkau maksud dalam ayatmu itu..

Dan… semoga hati-hati mereka terus hidup membersamai seluruh langkahnya selagi napasnya berhembus pun nadinya masih berdenyut…

Dan jadikanlah aku bagian dari mereka yang hatinya engkau jaga untuk terus hidup.

Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu… aamiin

Selasa, 04 Juni 2013

Blogger Android

Aha! Akhirnya aplikasi blogger android yang udah di install sekian lama ini bisa dipake juga! Selama ini error terus kalau mau sign in pake account yahoo, jadi coba pake account gmail deh.

Memang cuma bisa dipake lewat account gmail doang kali ya? Haha, entahlah. Yang pasti, dengan serangkaian perjuangan pindahin blog ke account gmail, mulai sekarang jadi gampang update blog dah! uhuy!

Senin, 01 April 2013

AutoCAD, Salam Kenal Ya

Teknologi, ia telah membuat pekerjaan gambar konstruksi yang seharusnya selesai berjam-jam hanya untuk mengambar detail bata, bisa selesai dalam 5 detik..

What a software...

Kalau gue ga pernah menggambar gambar konstruksi secara langsung dengan tangan sendiri yang ukuran kerasnya A1 nan tuagsnya super-super ga nyantai karena sampe-sampe ga tidur buat ngerjainnya karena satu pekan selalu ada 2 gambar yang harus dikumpulkan, mungkin ga akan sebahagia ini gue mengenal teknologi yang namanya software AutoCAD..

Alhamdulillaaaah..

"Maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dusakan?" QS Ar-Rahman [55] : 13

Tapi.. hati-hati yaa

Karena.. teknologi itu ada sisi baik pun buruknya. Ambil baiknya, buang buruknya.

Karena ga jarang di ranah yang lain, teknologi memang bisa mendekatkan yang jauh, namun ia juga bisa menjauhkan yang dekat..

Minggu, 31 Maret 2013

Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part IV) END


Lanjutan dari Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part I)

Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part II)


dan Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part III)

cek selengkapnya di ~> Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part III)




Saat itu langit semakin gelap dan gelap, menjelang maghrib itu Aku menyalakan headlamp dan menjadi pendahulu. Karena ada 4 orang yang membawa senter maka formasi Kami berselang seling dalam satu banjar antara yang memakai senter dan tidak. Perjalanan jadi semakin sulit karena jalan yang licin setelah diguyur hujan dan langit semakin gelap tanpa sinar rembulan atau kemerlip bintang-bintang. Hanya kabut malam yang menyelimuti Kami tuk menuju pos Batu Lingga.. Terasa jauh tempat itu, kapankah Kami tiba di Batu Lingga? Berapa kali lagi kaki ini harus melangkah? Entahlah..

Tiga puluh menit berjalan akhirnya.. sampailah Kami di Batu Lingga!





Batu Lingga 2200 mdpl




Jam 07.00 malam..
Kami langsung menyiapkan dua tenda yang Kami bawa, Bagas dan Fakhri membangun tenda milik Bagas berkapasitas 2 orang sedangkan Aku, Faishal, Gema, Aliuddin, dan Habib membangun tenda lebih besar untuk 5 orang. Si om dan mas boy pun membuat tenda kecil di sebelah tenda-tenda Kami. Pos Batu Lingga ini cukup untuk menampung 3 sampai 4 tenda, dengan dibangunnya tiga tenda disini lahan mendirikan tenda pun habis. Setelah selesai membangun dua tenda Kami makan-makan di tenda besar sambil mengumopulkan bahan-bahan makanan plus minuman yang tersisa, kecuali Gema yang tepar nan mojok di ujung tenda berbalut sleeping bag dan kupluknya. Malah tidur dia~

Malam semakin larut, Kami pun beranjak menuju peraduan masing-masing.. Alhamdulillah

Jam 05.00 pagi..
Brrrr.. Dingin coy!

Akhirnya dengan segala kekuatan yang ada Kami bergerak bergerak dan bergerak lalu shalat,langsung dah pasang kompor parafin plus kompor gas portable juga. Rebus Air trus seduh minuman-minuman, ga lupa makanan sejuta umat juga, mie rebus! Kompor parafin dipake buat bikin nasi. Beras yang Kami bawa kebanyakan beud jadi sisanya masih banyak, akhirnya sebagian Kami masak buat dimakan siang nanti. Nasi dah jadi, langsung dah kloter pertama makan beraksi, menu nasi abon osengan tempe nan kornet gagal pun tersaji. Makan deh, setelah itu masak nasi lagi lalu lanjut kloter dua makan pagi.

Perjuangan pisan nih bikin makanan, tapi sejauh ini fine lah. Emang cowo-cowo jago masak nih Kita, #eh salah, jago makan. Beres dah! Saatnya summit attack! Kami bawa barang seperlunya, tenda plus carrier ga dibawa ke puncak. Kam 7.30 pagi Kami mulai perjalanan setelah mengabadikan beberapa pose.

Sampai berjumpa lagi duo tenda ganteng,



Jam 07.30 pagi..

Salam Perpisahan Sementara, Batu Lingga 2200 mdpl


Go!

Sekitar 30 kami lalui jalan menanjak menembus hutan penuh lumut nan lembab, sampai akhirnya Pos Sangga Buana I, puncak semakin dekat, setelah istirahat sejenak langsung Kami lanjutkan perjalanan.. Terus mendaki melalui jalan-jalan setapak bercabang dua berujung satu selama 20 lalu sampailah Kami di SANGGA BUANA II. Ahey!

Tempatnya cukup luas untuk 5 sampai 6 tenda, tapi sayangnya disini sampahnya berserakan dimana-mana. Bungkus kopi dan mie mendominasi warna-warni suasana pos ini. Botol-botol 1,5L berserakan nan ada yang bergelantungan diikat tali di dahan-dahan pohon hamper mati. Suram kelam~

Istirahan sejenak lalu Kami lanjutkan perjalanan menuju puncak, tinggal 1 pos lagi untuk mencapai puncak loh, Pengasinan! Jalan menuju Pengasinan didomonasi batu-batu beku ukuran sedang dan besar, tak jarang ada pohon-pohon tumbang di tengah jalan setapak yang Kami lalui. Tiba-tiba ada suara tak asing menyapa Kami, nah itu dia Mas Hendrik dan Apri, mereka dalam perjalanan pulang dari Kawah. Bincang-bincang kangen udah lama ga ketemu lalu Kami berpisah, Mereka berdua bergegas pulang menuju tendanya di bawah sana.

Kami melanjutkan perjalanan panjang, hingga entah ketinggian berapa yang pasti sudah jarang pohon-pohon tinggi. Pohon disini paling tinggi 2 meter, angin disini pun kencang. Dan.. Edelweis yang katanya punya bunga abadi pun berada di hadapan Kami..

Jam 08.45 pagi..

Pengasinan!

Hamparaan edelweis sepanjang mata memandang, namun sayangnya bunga-bunganya yang putih mungil itu belum bermekaran. Aah iya! bunga-bunga ini baru terlihat di musim kemarau. Tapi.. Alhamdulillah sejuk mata kami memandangi hamparan tanaman berbunga abadi ini.

Hey, kawan! Rumah-rumah penduduk Kota Cirebon dan Laut Jawa terlihat jelas disini loh, awan-awan putuh layaknya kapas terbang berada di bawah Kami. Aseeek, ini saatnya mengabadikan momen..



Di Atas Awan, Di Antara Edelweis, Cirebon, dan Laut Jawa, Pengasinan 2800 mdpl


Tak terasa telah sejauh ini Kami melangkah setelah banyak cobaan yang menggetarkan langkah Kami dalam perjalanan ini. Pendakian ini penuh dengan kisah-kisah indah nan penuh hikmah. Hanya perlu sekitar 200 meter lagi menuju puncak Ceremai 3078 mdpl dari tempat Kami berdiri.

Ayo-ayo lanjut coy!

Perjalanan kami lanjutkan menuju arah puncak, sepanjang mata memandang hanya ada tanaman edelweiss dan pohon-pohon pendek yang tingginya 2 sampai 3 meter.

Hap-hap-hap, setengah melompat kami menuju ke arah puncak Ceremai, bahan bakar semangat kami tak sedikitpun berkurang, rasa ingin berhasil masih bergejolak dalam dada kami. Walaupun saat itu Matahari tak terlihat sinarnya pun awan kelabu selalu mengiringi langkah kami dan angin pun mulai tak bersahabat lagi, asa api semangat itu masih menyala dalam hati kami.

Dingin hinggap menusuk kulit, karena angin ini membawa butiran air sedingin es yang pernah kita bayangkan dan berandai kehadirannya saat perjalanan penuh dahaga di kaki gunung lalu, tapi apa mau dikata, sekaranglah baru kami rasakan apa yang kami inginkan sebelumnya. Makin basahlah baju-baju dan jaket ini, air dari langi bercampur keringat dari kulit, paduan sempurna yang membuat kami ingin segera berganti baju. Ahaha, gimana caranya?


Nikmat Inilah yang Kami Rasakan, Menuju Puncak Ceremai 2950 mdpl


Pohon demi pohon dilewati, jejak jalan setapak kami telusuri tak terasa makin jauh kami dengan pos Pengasinan tadi, suasana disini makin sepi, makin jarang pohon-pohon dalam keadaan utuh yang kami temui. Kebanyakan pohon-pohon disini tumbang atau hanya ada batang dan ranting tak berdaun karena kencangnya angin yang menerpa. Langkah-demi langkah, jalanan ini mulai gak beradab, perlu lompati batu-batuan dan batang-batang pohon dengan sesekali kami harus mencengkram erat batang atau akar pohon yang ada agar tak tergelincir.

Perjuangaaan belum usai, dikit lagi soooob!

Mendaki di bibir jurang yang terbentuk karena longsoran tanah udah ga asing lagi bagi kami di tempat ini, makin menanjak, makin banyak batu-batuan dan makin jarang pohon-pohonan. Batu cadas besar dan kecil kini jadi alas langkah kami menuju ke puncak.

10.00 pagi..
Fakhri, Gema, Aliuddin, Habib, Bagas, berjalan duluan, Aku dan Faishal di belakang menyusul dari kejauhan. Hingga satu waktu teriakan salah seorang yang telah sampai di atas sana bersorak, “Woy Puncak, woooy!”. Sontak Aku dan Faishal bersegera menuju atas sana..

Saat itu angin benar-benar sedang tak bersahabat, gemuruh angin kawah sudah terdengar jauh sebelum bau belerang kami rasakan. Seakan belerang yang ada tak memberi sedikitpun rasa pada udara yang kami hirup. Hembus nafaskami menderu.. daaaan..

Hap!

Langkah terakhir!

Langkah ini menghantarkan aku menuju puncak Ceremai, Gunung tertinggi Jawa Barat..

Alhamdulillaaaaaaaaaaaaaah!

Rintik hujan beriring angin dari dalam kawah menghantarkan basah yang menyelimuti wajah dan tubuh ini, merasuk hingga relung hati-hati kami..

“Maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” QS Ar-Rahmaan [55]:13

Sendu Meratapi Keberhasilan, Puncak Panglongokan Ceremai 3027 mdpl

Saat itu angin penuh butiran air berhembus dari dalam kawah, tepat dibelakang kami, dingin sangat dingin membekukan sendi-sendi tulang kami, mungkin suhunya mencapai sekitar 50 C loh! Kamera pun buram oleh basahnya angin


Gunung Ceremai! 1 2 3, huh huh yee, Allahuakbar! J #jargon
Ekspresif! Ahahaha, Puncak Panglongokan Ceremai 3027 mdpl

Can you see me? Puncak Ceremai 3078 mdpl

Akhir Penantian, Puncak Ceremai 3078 mdpl
“Biarkan keyakinan kamu, 5 sentimeter menggantung mengambang di depan kening kamu. Jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu.  
Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya bahwa kamu itu bisa. 
Apapun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalo kamu percaya sama keinginan itu dan kamu nggak bisa menyerah.  
Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat, apapun itu, segala keinginan, mimpi, cita-cita, keyakinan diri.  
Dan sehabis itu, yang kamu perlu cuma....Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdoa. 
Dan kamu akan selalu dikenang sebagai seorang yang masih punya mimpi dan keyakinan, bukan cuma seonggok daging yang hanya punya nama. 
Kamu akan dikenang sebagai seorang yang percaya pada kekuatan mimpi dan mengejarnya, bukan seorang pemimpi saja, bukan orang biasa-biasa saja tanpa tujuan, mengikuti arus dan kalah oleh keadaan. 
Tapi seseorang yang selalu akan percaya akan keajaiban mimpi, keajaiban cita-cita, keajaiban keyakinan manusia yang tak terkalkulasi kan dengan angka berapa pun. 
Dan kamu nggak perlu bukti apakah mimpi itu akan terwujud nantinya karena kamu hanya harus mempercayainya. yak, percaya pada... 5 sentimeter di depan kening kamu.”

Teringat aku akan kata-kata dalam suatu lembar di novel 5cm karya Donny Dhirgantoro halaman 362-363 diatas, yah inilah hasil memaknai arti dari senandung tekad nan totalitas, berusaha semaksimal mungkin tuk mencapai tujuan. Walau ini bukan cerita 5cm tentang 5 sekawan dan 1 cintanya, aku berani mengatakan bahwa..
Bahwa kisah pendakian kami ini adalah sesuatu yang lebih indah dari sekedar cerita novel! Ini nyata dan kami lah orang-orang yang ada dalam sejarah yang kami buat sendiri atas izin-Nya..

Jam 10.30 pagi..
Selamat tinggal bebatuan di tempat tertinggi Jawa Barat, kami harus melangkah meninggalkan seribu kenangan tentangmu disini, tentang dinginnya, tentang gelapnya, tentang terjalnya, biarkan hanya indahnya kebersamaan dan cerita tentangmu yang kan kami bawa pulang..

Langkah demi langkah kami tapaki menuju tenda, hingga sampailah di tenda Batu Lingga nan menyejarah.
Hayu makan! Lapar kali nih hey :D


Wajah-Wajah Beringas nan Kocak Karena Kelaparan. You Mad?

Makan makaaaan!


Setelah makan dan membereskan segala perlengkapan ke carrier lagi, lalu kami pun melaju kembali ke pos  pendakian awal tuk kembali ke rumah!

Perjalanan menurun ini penuh cerita, sungguh penuh cerita..

Ada kisah tentang keberanian, pengorbanan, kesetiaan, berbagi peran, pun konflik antar sahabat terjadi disini, namun aku tak ingin menjabarkan semua kisah indah ini melalui goresan pena, mungkin kalau kau penasaran, jadi tanyakan langsung saja pada saksi-saksi bisu di rimba sana atau selama kami masih menghembus nafas biarlah lisan kami yang langsung menuturkan kisah menyejarah ini padamu agar kau merasa iri.. iri akan indahnya perjalanan kami :)

Jam 07.00 malam..

Loh Mana Faishal ya? Hhaha Dia Kan yang Foto Kita XD

Alhamdulilaaaaah.. J


Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami.
Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang benci kemunafikan.

Rasa persaudaraan dalam berjuang melawan kemunafikan tidak mungkin tumbuh dari hanya ucapan kata, ia perlu dibuktikan dengan aksi-aksi nyata. Tak usah berkata cinta kalau tak ingin berbagi rasa. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya.

Dan mencintai lebih dalam sahabat-sahabat sekitar dapat ditumbuhkan dengan mengenal eloknya pribadi-pribadi para sahabat ketika Kita beraktivitas bersama..

Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda seperti Kami haruslah berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat.

Karena itulah kami naik gunung!
Dan sungguh di atas sana.. 
saat angin datang mehembus kencang menggetarkan pijakanmu, 
saat dingin yang menusuk sembilu menyelimutimu, 
saat rimbunnya rimba membuatmu hatimu ragu, 
saat jurang berujung kelam ada disisi langkahmu, 
Omong kosong jika engkau tak berbicara tentang Allah, 
Disana, engkau kan menyadari betapa kecil nan lemahnya dirimu, 
Aku, dia, dan mereka, ibarat butiran debu.. 
Butiran debu yang ada diantara hamparan alam semesta..

Syair terinspirasi tulisan-tulisan Soe Hok Gie tentang gunung

End.
Bandung Januari 2013
Marcel Tirawan
@marceltirawan

Jumat, 15 Februari 2013

Sebuah Nasehat



 
Manusia melakukan kesalahan itu memang wajar. 
Tapi.. Membiarkan manusia melakukan kesalahan adalah kesalahan juga.. 
Sungguh iman menuntunmu menasehati kawan yang keliru.. 
Tapi syaithan, bisa membisikkan cara penyampaian yang membuat kalian kian jauh dari kebenaran.. 

Selasa, 12 Februari 2013

Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part III)


Lanjutan dari Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part I)

dan Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part II)

Alhamdulillah makan pagi telah selesai, nasi plus telur tahu dan sayur hanya 5000 rupiah~ dahsyaaat. Udah jam 6.45 pagi tapi belum datang juga petugas pendaftaran pendakiannya. Pas di telepon ternyata bilang 30 menit lagi. #okesip Kami mengisi waktudengan bincang-bincang tentang rencana tempat kemah bersama mas Hendrik dan Apri juga, karena Kami masih pemula, sebisa mungkin ada orang-orang ahli yang udah sering naik turun Gunung kaya mereka berdua ini yang bisa mandu perjalanan Kita. Rencananya sih Kami bertujuh dan Mas Hendrik plus Apri akan jalan bersama dan berkemah di Sangga Buana I atau Sangga Buana II.

Jam 07.15 pagi..
Akhirnya petugas datang dan Kami pun mendaftar dengan biaya 10000 tiap orang, plus fotokopi KTP juga untuk mendapatkan Surat Izin Pendakian. Akhirnya SIMAKSI telah Kami dapatkan, lets go!

Sebelum mulai Kami mengambil pesanan makan siang bungkus dengan menu percis seperti sarapan tadi pagi, rencananya makanan itu untuk makan siang nanti. Lalu musyawarah singkat nan sepihak, Aku mimpin pendakian ini. Saat mas Hendrik dan Apri telah berjalan duluan, Kami bertujuh masih bersibuk ria menyusun perbekalan dan memakai carrier. Tiap orang punya tanggungjawab membawa satu barang kelompok. Setelah siap semua, Kami berdoa lalu membuat jargon nan aneh. “Ciremai, Huhuyeah Allahu Akbar!” Go! Kami menyusul Mas Hendrik dan Apri.

Jam 07.30 pagi..
Perjalanan awal Kami ialah menapaki jalan beraspal dengan pemandangan kebun-kebun masyarakat di kanan dan kiri jalan. Tak jauh dari pos awal tadi, Kami melihat petani-petani yang sedang memanen Ubi, besar Ubinya dua kepal tangan orang dewasa. Kalau makan satu aja udah kenyang tuh kayaknya. 

Perjalanan awal di jalanan aspal ini ga sederhana, karena awalnya memang datar namun setelah melewati kebu-kebun tadi treknya semakin lama semakin naik dan ga ada jalan mendatar sedikitpun. Sampai yang paling ekstrim adalah tikungan tanpa ampun, begitulah Aku menyebutnya. Kemiringannya mungkin ada sekitar 60o dengan bentuk menikung belok 150o, ayo bayangin.. Bingung dah pasti K, sampai-sampai Kami harus mengambil jalan aspal terluarnya yang jauh dari pusat lingkatan tikungan.

Setelah tikungan itu tanjakannya ga ngasih napas, serius deh coba aja sendiri.. Ehehe
Tiga puluh menit Kami berjalan akhirnya sampai di pos Mata Air Cibunar 750 mdpl, disana sudah ada Mas Hendrik dan Apri yang beristirahat dan mengisi air untuk bekal mereka selama perjalanan. Pakai jaket lapangan ternyata panas juga ya, badan kami banjir keringat. Habib, Gema pun buka jaket karena panas. Setelah istirahat 10 menit kami berjalan lagi, sekarang tempatnya sedikit rimba. Ada beberapa kios tutup dan disekelilingnya pohon-pohon besar menjulang sekitar 10-15 meter. Jalanan sudah tidak beraspal lagi, sekarang jalan setapak penuh batu-batu dan tanah licin. Setelah berjalan cukup lama kami sampai di sebuah lahan terbuka ukuran 10 m2 yang pas dipakai buat latar foto-foto. Akhirnya Kami mampir dululah ya, ambil beberapa gaya buat oleh-oleh ke Bandung nanti J

Lalu jalan lagi dan bertemu Mas Hendrik dan Apri di warung tutup, tengah hutan. Bincang-bincang tentang pendakian dan Kami ditawari kalau mau ke Semeru bilang aja, nanti ditemenin. Waw! #okesip
Perjalanan Kami lanjutkan menyusuru Leuweung Datar terus menaik hingga 1200 mdpl dengan suasana hutan pinus dan diselimuti kabut, tak jarang Kami menemukan pohon-pohon tumbang menghalangi jalan setapak dan banyak semak berduri di sepanjang jalan. Hati hati, ayo pake sarung tangan dan topi atau kupluk J

Hutan Pinus dan Kabutnya, Leuweung Datar 1000 mdpl

Semak Berduri, ayo Menunduk! Leuweung Datar 1100 mdpl



Pohon-Pohon Tumbang, Leuweung Datar 1200 mdpl

Jam 11.30 siang..

Condang Amis 1250 mdpl

Setelah pendakian yang cukup menguras tenaga, Kami tiba di Pos Condang Amis 1250 mdpl, disana ada ruang terbuka yang bisa digunakan untuk istirahat para pendaki. Gema membuka panti pijat gratis disana, Aliuddin jadi pasien pertamanya J

Rehar dulu lah~ Condang Amis

Rencana selanjutnya Kami akan shalat Dzuhur plus Ashar dan makan siang di pos Kuburan Kuda, makaKami bergegas meninggalkan pos Condang Amis. Alhamdulillah cuaca sedang cerah J

Sekitar 30 menit berjalan, Kuburan Kuda belum sampai dan kami menemukan tempat datar yang cocok untuk istirahat makan dan shalat. Akhirnya Kami langsung istirahat dan makan terlebih dahulu, 7 porsi nasi bungkus 5000-an pun serasa makanan teristimewa saat itu. Sangat dinanti..

Belum Kami memulai makan siang, datanglah 2 orang muda mudi, laki dan perempuan. Mereka datang dari arah jalan puncak Ceremai, mereka pun menepi dan istirahat di samping tempat Kami menyimpan barang-barang. Mengobrolah Kami semua, beliau berkisah bahwa merek baru turun dari puncak, sudah jalan dari jam 9 pagi tadi dari kawah. Namun pemandangannya kabut semua, tuturnya. ”Sedihlah pokoknya!” katanya. 

Tak lama berselang datang seorang om-om dengan tongkat kayu uniknya datang dari arah kaki gunung, lalu disusul seorang lelaki yang membawa tas carrier super besar, isinya barang-barang keperluan pendakian mereka berdua, Boy, begitulah kami tau nama panggilannya dari om tadi. Si om udah 4 kali naik Ceremai, cuma pendakian terakhirnya sih taun 1994, ya masih bayi gitu deh kita semua. Hahaha, berumur kali ya si om, tapi masih keliatan stoooong!

Singkat cerita kami mulai makan dengan bumbu tanah setelah kejadian telur dadar jatuh dari bungkus nasi 2 kali, dan tetep kita makan walau ada butir tanah dan batu, iya ga Gem? Haha setelah dicuci pastinya. Masih enak kok,coba aja jatuhin telur dadar ditanah, cuci terus makan lagi. #ea *tips cacat nan sableng

Si om dan mas boy berangkat duluan ke Kuburan Kuda, sedangkan Kami shalat Dzuhur dan Asar di tempat tadi, dua anak muda tadi pun melanjutkan perjalananya menuju kaki gunung. Oke sip, Markisa! Mari Kita Shalat dengan alas matras dan jaket tuk tempat bersujud agar tak langsung menyentuh tanah hitam gunung yang basah itu. Selesalah shalat Kami! Berangkaaat! Berjalan sekitar 20menit, sampailah Kami di Kuburan Kuda. Si om dan mas boy sedang makan disana, dan Kami menemukan pesan yang ditulis dalam kertas memo..
Memo, Kuburan Kuda 1450 mdpl

Oke, artinya mereka berdua baik-baik aja dan berangkat ke lokasi duluan. Kami istirahat 5 menit lalu pamit dan melanjutkan perjalanan menuju Pengalap, kata si om perjalanan ke Pengalap sekitar 45-60 menit dengan jalan yang mendaki dan jangan ragu tuk berpegangan ke akar-akar dan batang pohon. Dan setelah Kami coba, benar saja medan pendakian disini semakin berat karena curam 30-600 dan banyak akar-akar keluar dari tanah dan bisa dijadikan pijakan kaki. Tak jarang Kami harus mengambil jalan yang zig-zag kanan dan kiri agar tidak curam dalam mendakinya. Dopping balsam pun mulai dipakai, Fakhri dan Bagas pakai geliga dan.. PANAS! Begitulah kata-kata yang keluar dari mereka berdua, Bagas baru pertama kali pakai itu dan mereka kepanasan sepanjang perjalanan disini. #pukpuk

Posisiku paling belakang dan Fakhri dipaling depan, yang lain menyebar di tengah. Aku menemukan tongkat kayu pemikul barang dagangan yang tak digunakan lagi, lalu tongkat itu dibawa Faishal tuk membantu mencengkram tanah saat mendaki.Beberapa kawan pun menemukan kayu-kayu lain sepanjang perjalanan lalu kayu itu dibawa tuk bantu menopang badan. Aku sendiri menggunakan tenda yang bentuknya seperti guling tuk bantu menapakan pijakan. Sekali-sekali kami istirahat tuk minum dan menambah tenaga lewat gula merah dari Bagas. J

Akhirnya..

Pangalap 1650 mdpl

Kami pun istirahat sejenak. Lalu mulai mendoping dengan balsam, sekarang counterpain cool bukan balsam ‘panas’ lagi. Udah cukup yang kepnasan duaorang, ga usah ditambah lagi. Ahaha, cesss adem pake ini. Paha dan betis pun dibalur dengan balsam dingin ini. Bagas kelelahan disini, Dia tidur dulu di batang pohon tumbang yang cukup besar. Emang enak tidur disitu, Gas? Ehehe


Di Pangasinan ini ada 3 tenda yang sudah terpasang namun penghuninya tidak ada. Nampaknya ada pendaki lain yang bermalam disini lalu melanjutkan perjalanan ke puncak. Mungkin di jalan nanti Kami akan bertemu mereka. Tiba-tiba si om dan mas boy sampai juga dipos ini. Dan merekapun istirahat.

Kami pamitan lagi, Bagas bangun dan nge-madurasa dulu, perjalanan dilanjutkan. Hari sudah semakin sore, kini jam menunjukkan pukul 3 sore. Selanjutnya pos Tanjakan Seruni! Namanya juga tanjakan, ya pasti naek ke atas dan tentunya curam juga dengan akar-akar pohon yang nenjadi pegangan sekaligus pijakan. Mungkin inilah alasan kenapa namanya Tanjakan Seruni, ya Seru! 30 menit lebih Kami habiskan tuk menuju pos Tanjakan Seruni ini.

Tanjakan Seruni 1825 mdpl

Istirahat dulu lah sambil makan biskuit~ Siom dan mas boy pun sampai di tempat Kami. “Kiw!” itulah ciri khasnya dalam berkomunikasidengan Kami. Saat beliau sampai pos, beliau menyeru “Kiw!” sehingga Kami tau bahwa pos selanjutnya sebentar lagi atau si om sudah dekat dengan lokasi Kami.

Si Om dan Mas Boy, Tanjakan Seruni 1825 mdpl

Setelah istirahat, perjlanan berlanjut menuju pos Bapa Tere (Ayah Tiri), yaa bayangkan aja gimana kejamnya Ibu Tiri yang ada di sinetron-sinetron, nah ini Ayah Tiri. Lebih kejam mestinya..

Dan benarlah! Momen pendakian yang berkesan, pasti. 30 Kami mendaki menikuti jalan setapak akibat saluran air dan beberapatanah menyembul karena akar-akar pohon, tiba-tiba tes tes tes.. Hujan turun! Tak terlalu deras tapi.. lama-kelamaan malah deras. Maka kamipun menepi di bawah pohon yang rimbun sehingga tetesan air tak langsung mengenai kami. Si om dan mas boy menembus hujan dan berpapasan dengan Kami yang sedang meneduh, beliau pun meneduh. Disini Aku berencana menadah air hujan tuk dimasukan ke botol, namun sulit menampung air itu dengan ponco, alhasil setelah siap tuk menampung hujan, hujan pun mereda namun tak berhenti.

Perjalanan dilanjutkan dengan tas yang berbalut jasnya agar tak basah. Kami pun menggunakan jas hujan. Perjalanan menjadi lebih licin karena hujan, medan pendakian masih berat dan cenderung lebih curam daripada sebelumnya. Kemiringan tanah 60-750 harus kami lalui sampai akhirnya ada juga tanhakan 900 sehingga Kami harus seikit memanjat berpegangan pada akar yang sudah berserabut, akar itu menjadi seperti tali yang membantu Kami menuju ke atas. Setelah tantangan terakhir itu Kami sampai di Bapa Tere! Bukan pos ternyata, Bapa Tere ialah tanjakan yang tak memiliki lahan datar tuk istirahat. Perjalanan lanjut!

Bapa Tere 2025 mdpl

Lima menit berjalan setengah merangkak karena medan pendakian yang curam, Kami sampai dilahan yang cukup luas dengan pohon-pohon besar yang bergeletakan di tanah basah akibat batangnya patah, mungkin karena badai.
Diantara Pohon Tumbang, Bapa Tere 2025 mdpl

Perjalanan belum selesai, hari makin gelap menjelang maghrib ini. Kami menyiapkan senter, senter disimpan di tempat yang mudah dijangkau tangan. Si om dan mas boy sudah berangkat duluan menuju Pos Batu Lingga. Namun Kami menyusul kembali si om dan mas boy dan tiba-tiba Kami bertemu dua tenda yang telah terpasang. Ternyata itu tenda mas Hendrik dan Apri, saat berbincang mereka berkata tak melanjutkan sampai ke Sangga Buana II saat itu karena hujan turun sore tadi. Mereka berencana naik ke puncak besok pagi. Kami pun berpamitan lalu melanjutkan perjalanan.

Saat itu langit semakin gelap dan gelap, menjelang maghrib itu Aku menyalakan headlamp dan menjadi pendahulu. Karena ada 4 orang yang membawa senter maka formasi Kami berselang seling dalam satu banjar antara yang memakai senter dan tidak. Perjalanan jadi semakin sulit karena jalan yang licin setelah diguyur hujan dan langit semakin gelap tanpa sinar rembulan atau kemerlip bintang-bintang. Hanya kabut malam yang menyelimuti Kami tuk menuju pos Batu Lingga.. Terasa jauh tempat itu, kapankah Kami tiba di Batu Lingga? Berapa kali lagi kaki ini harus melangkah? Entahlah..


>>to be continued..


Intense Debate Comments

Link Within

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Label