Rabu, 28 Agustus 2013

Kebenaran yang Pahit

Siang menjelang Sore yang cukup terik oleh pancaran mentari di hari sabtu 24 Agustus lalu menjadi latar suasana dua acara yang cukup membuat dilema untuk dipilih pada awalnya. Antara Closing OSKM ITB yang setahun sekali dan Acara Majelis Jejak Nabi ustz Salim A Fillah yang sebulan sekali, akhirnya takdir menggariskan gua hadir di Majelis bulanan itu.

Ga rugi! Itu hal pertama yang terlintas dalam benakku ketika kaki ini melangkah tuk meninggalkan Mesjid Al-Ukhuwah. Pengetahuan dan inspirasi baru seakan mere-charge lagi jiwa yang mungkin kosong nan koyak oleh segala aktivitas dunia selama ini.

Disana gua seakan bisa kembali ke zaman Nabi SAW masih ada, membayangkan kehidupan-kehidupan manusia saat itu yang selalu terbimbing oleh wahyu-Nya. Dan setiap peristiwa masa lampau yang disampaikan oleh ustz Salim itu menjadi kisah yang sampai sekarang masih bisa dirasakan pelajaran dan hikmah-hikmahnya. Penggalan-penggalan cerita sejarah penuh hikmah ini banyak diabadikan dalam cuplikan Qur'an dan Hadis.

Nah, ada salah satu kisah yang cukup 'menghentak' pikiranku saat itu. Seakan seorang Ayah yang ingin naik kereta bersama anak balitanya untuk pergi ke suatu tempat, namun ketika sang Ayah masuk kemudian pintu kereta telah tertutup dan gerbong melaju, Ia baru sadar anaknya masih tertinggal di Stasiun..

"Deg…!" Seakan Jantung lepas dari singgasananya.. #lebay

Kebayang? Kalau ga kebayang yaaa wajar… belum punya anak kan? Masih jomblo kan? #eh

Ahaha, gua juga sama.. #pukpuk

-skip-

Saat itu gua ingatkan kembali hal penting yang terlihat sepele tapi sejatinya penuh arti dan sarat ilmu bagi orang-orang yang menyadarinya. Ialah kisah yang menjadi sebab adanya hadis yang redaksinya, "…Katakan kebenaran walaupun pahit…"

Nah pernah dengar?

Banyak orang yang menyeru kepada kebenaran namun dengan cara yang ga santun, ga beretika, nan ga pake hati. Asalkan pesan kebenaran tersampaikan, ya udah.. ga jadi masalah bagaimana perasaan orang yang mendengarnya pun apakah pesan itu diterima atau tidak itu bukan hal penting. Ia hanya ingin menggugurkan kewajiban tuk menyampaikan kebenaran, hanya itu..

Nah ternyata latar belakang kisahnya itu ada seorang pedagang yang ditipu, batang yang mau ia jal ternyata kualitasnya buruk. Tidak sesuai kesepakatan awal pembelian. Akhirnya ia konsultasi pada Nabi SAW, apakah ia boleh untuk tidak memberitahukan kecacatan barang jualannya sehingga bisa dijual dengan harga tinggi, sehingga minimal balik modal. Atau ia tetap harus memberitahukan kecacatan barang dagangannya meskipun itu bisa membuat dia rugi besar atau bahkan bangrut.

Dan jawaban Nabi SAW adalah, "Sampaikanlah kebenaran walaupun pahit.."

Yang pahit itu sang penyampai, sang penjual. Bukan sang pendengar, sang pembeli..

See?
Jadi.. jangan asal menyampaikan kebenaran sehingga bisa bikin orang yang lagi adem jadi panas dingin ya

Berbicaralah sesuai bahasa kaumnya dan jadilah penyeru-penyeru yang menggetarkan jiwa-jiwa untuk menjadi baik dan benar dengan hati yang lapang.

Sesungguhnya manusia melakukan kesalahan itu wajar, namun membiarkan manusia melakukan kesalahan adalah kesalahan juga.. maka jangan pernah biarkan orang yang melakukan kesalahan tenggelam dalam kesalahannya..

Plus ketika menyampaikan kebenaran yang bersifat kritik, bijaklah untuk menyampaikanya dengan cara yang sebaik-baiknya agar pendengar yang melakukan kesalahan maupun penyampai pesan yang ingin menyampaikan kebenaran, sama-sama tak merasakan pahitnya kata-kata..

Bunker aka Benteng Sipil ITB, 28 Agustus 2013

Tidak ada komentar:

Intense Debate Comments

Link Within

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Label