Sabtu, 29 Januari 2011

Refleksi untuk Kaum Hawa

“...terlalu sering terdengar atau terbaca bahwa para wanita, seperti yang disebutkan salah satu hadits, amat mendominasi penduduk neraka. Sayangnya, dengan hadits itu, tak banyak diantara mereka yang benar-benar merasa tercambuk. Amal shalih hanya menjadi buah bibir dan penghias lisan namun tak terhentak anggota badan tuk memperagakannya. Apalagi ilmu yang menjadi titian ke surga itu tak pula mereka buru...”


***
Judul : Mawarku di Hari Esok
Oleh : Fachrian Almer Akiera
Muraja'ah : Ustadz Djamaluddin, Lc.

***

Perkenankan kami mengirim senyuman cita-cita yang kami mekarkan dari kejauhan kota kami. Senyuman cita-cita ini benar-benar bersemi seiring meredanya hujan sore tadi saat dedaunan muda mulai hijau melebat di dahan-dahan pohon flamboyan.

Menulis catatan akhir pekan bagian kedua ini, selanjutnya, perkenankanlah pula kami mengutip sebuah permintaan agung yang terlontar dari lisan seorang wanita. Ia begitu mengharapkan dentuman risalah langit yang akan menyuburkan kabahagiaan di taman hatinya. Tak hanya itu, dari permintaannya tersebut, ada beberapa mutiara yang bisa menjadi penabur hikmah bagi mereka (para wanita) di zaman ini.

Rekaman permintaan ini kami temukan dalam kitab Li An-Nisa’i Ahkamun wa Adabun karya syaikh Muhammad bin Syakir Asy-Syarif.
Kitab ini menghidangkan 43 hadits tentang wanita beserta uraiannya.

Abu Hurairah bercerita bahwa kaum wanita mendatangi Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Mereka berkata, ”wahai Rasulullah, kami tak bisa mengikuti majelismu karena banyak kaum lelaki. Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.” Mendengar permintaan tersebut, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam setuju dan kemudian bertutur, “tempat kalian di kediaman fulan.” Mereka pun datang pada hari dan tempat yang dijanjikan.[1]

>>Sehari Saja Untuk Kami

“..Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.”

Lihatlah, begitu mulianya apa yang mereka pinta. Mereka tak pintakan emas, permata atau berlian. Mereka pintakan kemuliaan melalui ilmu yang mereka buru : “Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.”


Begitu irinya mereka kepada kaum laki yang selalu bermajelis dengan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Mereka meneguk sari pati ilmu langsung dari lisan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, mereka mempelajari hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Inilah ibadah yang agung. Iman mereka bertambah nan membuahkan ketakwaan. Mereka bergelut dengan hal-hal yang menambah kapasitas keilmuan. Mereka usahakan menjemput ilmu dan mendekati sosok-sosok yang membawa ilmu. Sungguh bertabur sejuta kebaikan dari apa yang mereka raih.

Inilah salah satu kebahagiaan itu yaitu mengenal dan memahami agama islam yang mulia. Mereka mengetahui bahwa kebahagiaan berbanding lurus dengan kejernihan ilmu dan bersihnya pendidikan syar’i.


Sungguh potret yang begitu bertolak belakang dengan wanita di zaman ini.


Wahai pena kami, lihatlah para wanita kita, mereka mengandrungi novel-novel picisan yang katanya islami. Mereka menikmati roman-roman fiktif yang menyeret mereka terjebak dalam dunia khayal. Mereka terbius dengan film-film drama cinta korea.

Memang benar, akan ternikmati mimpi-mimpi indah dan ilusi yang memabukkan ketika mereka melakoni apa yang kami sebutkan tetapi itu semua akan berakhir dengan terkikisnya kepribadian dan jati diri sebagai muslimah. Akan ada duka yang siap menginangi hati lalu membinasakan mereka.

Kami dapati diantara mereka benar-benar terbius dengan artis-artis pria korea yang katanya amat menawan itu. Foto-fotonya menjadi koleksi. Ada pula yang terharu bahagia ketika sang artis itu tampil di layar kaca. Parahnya, mereka teriak histeris memandang sang artis saat konser. Lisan-lisan mereka begitu sering terbumbui kisah-kisah atau adegan film sang idola.

Di lain waktu, untuk konsumsi bacaan, mereka penuhi dengan majalah yang jauh dari nilai-nilai nabawi. Gosip-gosip murahan bertumpuk dalam majalah itu. Mode-mode pakaian terkini pun menjadi bahan utama yang dibicarakan. Kisah-kisah fiktif nan murahan menyelusup dalam memori. Mereka lupa, atau tak tahu, majalah-majalah seperti itu secara perlahan membius alur berpikir. Ujung-ujungnya semua itu mengikis jati diri mereka sebagai muslimah yang layak menjadi wanita paling bahagia.

Inikah sumber bahagia itu?

Inikah sumber ilmu yang merupakan mata air keimanan itu?


>>Semburat Malu Tersipu

”wahai Rasulullah, kami tak bisa mengikuti majelismu karena banyak kaum lelaki.”


Agungnya ucapan itu. Sebuah ucapan agar mereka tak terlihat oleh laki-laki non mahram. Inilah sebuah ucapan yang terbalut pesona rasa malu yang begitu mengagumkan. Inilah sebuah ucapan yang menyembur dari hati yang terhiasi akhlak mulia sebagai wanita muslimah.

Wahai pena kami, marilah kita lihat bagaimana rasa malu wanita di zaman ini benar terkikis menipis.

Di facebook, mereka menampilkan aurat yang sungguh tak layak untuk dilihat. Mereka memajang foto-foto yang mengundang fitnah bagi kaum adam. Rambut yang menjadi mahkota pun dipamerkan. Lengan terbuka. Lehernya tak terbalut kain penutup. Muka atau wajah yang merupakan kumpulan titik pesona menjadi kebanggaan di hadapan non mahram.

Para wanita yang hanya sekedar saja menutup aurat pun tak kalah memamerkan apa yang ada pada diri mereka. Lekuk tubuh yang harus tertutup sempurna malah diekspos. Senyuman khas sang penggoda terpajang walaupun tak berniat menggoda.

Sungguh indah dan mulianya apa yang dikatakan Asma’ binti Abu bakar radhiyallahu anhuma. Beliau (Asma’) berkata:
“Kami menutupi wajah-wajah kami dari pandangan kaum laki-laki dan kami menyisir rambut kami terlebih dahulu ketika hendak melakukan ihram.”[2]

Begitu pula apa yang dikatakan Aisyah radhiallahu ‘anha:

“Adalah para pengendara melewati kami sedangkan kami tengah berihram bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Apabila para pengendara tersebut melewati kami, maka masing-masing dari kami menutupkan jilbabnya dari kepalanya agar menutupi wajahnya. Dan ketika mereka berlalu maka kami pun membukanya kembali.”[3]

Subhanallah.


Segala puji bagi Allah, sungguh segala puji bagi-Nya. Merekalah teladan dalam memahkotakan rasa malu di singgasana hati. Itulah rasa malu yang terpercik dari jernihnya telaga keimanan.

Kembali ke dunia maya, pada saat yang sama, obrolan-obrolan yang terbumbui dengan canda diantara lawan jenis menjadi suatu hal yang lumrah lalu berujung pada pembicaraan yang menyeret keduanya dalam maksiat hati.

Facebook yang seharusnya dimanfaatkan untuk menanmbah kapasitas keilmuan dengan membaca artikel-artikel, malah menjadi latar bagi drama cinta dunia maya. Mereka tak malu melabelkan diri dengan “in a relationship with” atau “engaged with”. Apa yang mereka inginkan?

Status facebook yang seyogyanya ditulis dengan hal-hal yang bisa menjadi pelajaran, malah jauh dari kesahajaan.



“aku mencintaimu sepenuh hatiku”


“kangeeeeeeeen”


“kau adalah belahan hatiku”


“aduh, kakiku caaaakiiiiit”


“ge dengerin musik nih”


“artis korea yang tadi kereeeeen banget”


Sungguh rasa malu yang menjadi penghias akhlak tak lagi menjadi balutan hati. Dimanakah rasa malu itu kini berada?


***


Ah, banyak sekali yang ingin kami paparkan. Tetapi baiklah kami titipkan salam untuk para wanita agar mereka mempercantik diri dengan kemuliaan islam dan merias diri dengan ilmu sehingga berbahagialah mereka arungi hari-hari di akhir zaman ini. Sudah selayaknya mereka menambah kapasitas keilmuan yang mendekatkan mereka kepada Rabb Yang Maha Agung yaitu dengan mempelajari tauhid dan aqidah yang shahih, mempelajari hukum dan adab-adab yang berhubungan dengan kewanitaan, bahkan mempelajari keterampilan-keterampilan yang bersifat keduniaan.


Pula, kami berharap mereka benar-benar membalut diri dengan rasa malu yang mulai terkikis fitnah-fitnah zaman. Sungguh rasa malu merupakan salah satu kemuliaan. Kelak ataupun saat ini, kami yakin, predikat “wanita paling bahagia di dunia” akan benar-benar mereka raih. Inilah senyuman cita-cita yang kami maksudkan itu.




Wallahu a’lam.
Subhanaka allahumma wabihamdika asyhadu alla ila hailla anta asytaghfiruka wa atuubu ilaika.


Mataram, Kota Ibadah,16 Zulqa'dah 1431 H

________
Referensi:

1. Kitab Li An-Nisa’i Ahkamun wa Adabun karya syaikh Muhammad bin Syakir Asy-Syarif

2. Kitab Hiraasatu Al-Fadhilah karya syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid

3. beserta buku tambahan lainnya


_______
Endnotes:

[1] HR Ahmad (7310), syaikh Al-Arnauth berkata, “sanadnya shahih sesuai syarat muslim”,; Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya (VII/203); Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (I/64), juga diriwayatkan dalam kitab Shahihnya bab Kitab Ilmu (102).

[2] Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, ia berkata: “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim. Hal ini disepakati oleh Adz-Dzahabi.”

[3] Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ad-Daaruquthni dan Al-Bahaqi

Jumat, 21 Januari 2011

Menjelang Tidur yang Mungkin Tak Kembali

Kata Bara' bin 'Azib r.a., Nabi saw. pernah bersabda, "Kapanpun engkau hendak tidur, berwudulah terlebih dahulu sebagaimana engkau hendak mengerjakan shalat, berbaringlah dengan menghadap ke arah kanan, dan bacalah doa, 'Ya Allah, aku berserah diri kepadaMu, mempercayakan seluruh urusan kepadaMu, aku bergantung kepadaMu untuk memperoleh berkahMu dengan harapan dan ketakukan kepadaMu, tak ada tempat untuk perlindungan dan keamanan selainMu. Ya Allah aku percaya pada kitabMu (Al-Qur'an) yang Engkau turunkan, dan aku percaya pada NabiMu (Muhammad saw) yang Engkau utus.' Maka, apabila malam itu engkau meninggal, kau akan meninggal dalam keimanan kepada Islam. Biarkanlah kata-kata itu menjadi kata-katamu yang terakhir.

~HR Bukhari

Jumat, 14 Januari 2011

Benar | Salah


Ya Rabb tunjukanlah bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah.
Jangan sampai kami menjadi makhluk yang memiliki penglihatan tapi tak bisa melihat kebenaran


Aamiin

Sepucuk Surat dari Seorang Ayah

Aku tuliskan surat ini atas nama rindu yang besarnya hanya Allah yang tahu. Sebelum kulanjutkan, bacalah surat ini sebagai surat seorang laki-laki kepada seorang laki-laki; surat seorang ayah kepada seorang ayah.


Nak, menjadi ayah itu indah dan mulia. Besar kecemasanku menanti kelahiranmu dulu belum hilang hingga saat ini. Kecemasan yang indah karena ia didasari sebuah cinta. Sebuah cinta yang telah terasakan bahkan ketika yang dicintai belum sekalipun kutemui.


Nak, menjadi ayah itu mulia. Bacalah sejarah Nabi-Nabi dan Rasul dan temukanlah betapa nasehat yang terbaik itu dicatat dari dialog seorang ayah dengan anak-anaknya.


Meskipun demikian, ketahuilah Nak, menjadi ayah itu berat dan sulit. Tapi kuakui, betapa sepanjang masa kehadiranmu di sisiku, aku seperti menemui keberadaanku, makna keberadaanmu, dan makna tugas kebapakanku terhadapmu. Sepanjang masa keberadaanmu adalah salah satu masa terindah dan paling aku banggakan di depan siapapun. Bahkan dihadapan Tuhan, ketika aku duduk berduaan berhadapan dengan Nya, hingga saat usia senja ini.


Nak, saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau sebagai buah cintaku dan ibumu. Sebagai bukti, bahwa aku dan ibumu tak lagi terpisahkan oleh apapun jua.


Tapi seiring waktu, ketika engkau suatu kali telah mampu berkata: "TIDAK", timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya. Engkau bukan milikku, atau milik ibumu Nak. Engkau lahir bukan karena cintaku dan cinta ibumu. Engkau adalah milik Tuhan. Tak ada hakku menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdianmu semata-mata seharusnya hanya untuk Tuhan.


Nak, sedih, pedih dan terhempaskan rasanya menyadari siapa sebenarnya aku dan siapa engkau. Dan dalam waktu panjang di malam-malam sepi, kusesali kesalahanku itu sepenuh -penuh air mata dihadapan Tuhan. Syukurlah, penyesalan itu mencerahkanku.


Sejak saat itu Nak, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada pemilikmu yang sebenarnya. Membuatmu senantiasa berusaha memenuhi keinginan pemilikmu. Melakukan segala sesuatu karena Nya, bukan karena kau dan ibumu. Tugasku bukan membuatmu dikagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi dan dicintai Tuhan.


Inilah usaha terberatku Nak, karena artinya aku harus lebih dulu memberi contoh kepadamu dekat dengan Tuhan. Keinginanku harus lebih dulu sesuai dengan keinginan Tuhan. Agar perjalananmu mendekati Nya tak lagi terlalu sulit.


Kemudian, kitapun memulai perjalanan itu berdua, tak pernah engkau kuhindarkan dari kerikil tajam dan lumpur hitam. Aku cuma menggenggam jemarimu dan merapatkan jiwa kita satu sama lain. Agar dapat kau rasakan perjalanan ruhaniah yang sebenarnya.


Saat engkau mengeluh letih berjalan, kukuatkan engkau karena kita memang tak boleh berhenti. Perjalanan mengenal Tuhan tak kenal letih dan berhenti, Nak. Berhenti berarti mati, inilah kata-kataku tiap kali memeluk dan menghapus air matamu, ketika engkau hampir putus asa.


Akhirnya Nak, kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan di hadapan Tuhan, dan kudapati jarakku amat jauh dari Nya, aku akan ikhlas. Karena seperti itulah aku di dunia. Tapi, kalau boleh aku berharap, aku ingin saat itu aku melihatmu dekat dengan Tuhan. Aku akan bangga Nak, karena itulah bukti bahwa semua titipan bisa kita kembalikan kepada pemiliknya.


Dari ayah yang senantiasa merindukanmu.


(disalin dari lembaran da'wah "MISYKAT" No.8)

Kamis, 13 Januari 2011

Sosok Abdullah bin Ummi Maktum

Siapakah laki-laki itu, yang karenanya Nabi yang mulia mendapat teguran dari langit dan menyebabkan beliau sakit? Siapakah dia, yang karena peristiwanya Jibril al-Amin harus turun membisikkan wahyu Allah ke dalam hati Nabi yang mulia? Dia tidak lain adalah Abdullah bin Ummi Maktum, muazzin Rasulullah.

Abdullah Ummi Maktum, orang Mekah suku Quraisy. Dia mempunyai ikatan keluarga dengan Rasulullah saw., yakni anak paman ummul mukminin Khadijah binti Khuwailid r.a. Bapaknya Qais bin Zaid, dan ibunya Atikah binti Abdullah. Ibunya bergelar "ummi maktum", karena anaknya, Abdullah, lahir dalam kedaan buta total.

Ketika cahaya Islam mulai memancar di Mekah, Allah melapangkan dada Abdullah bin Ummi Maktum menerima agama baru itu. Karena itu, tidak diragukan lagi dia termasuk kelompok yang pertama-tama masuk Islam. Sebagai muslim kelompok pertama, Abdullah turut menanggung segala macam suka dan duka kaum muslimin di Mekah ketika itu. Dia turut menderita siksaan kaum Quraisy seperti yang diderita kawan-kawannya seagama, berupa penganiayaan dan berbagai macam tindak kekerasan lainnya. Tetapi, apakah karena tindak kekerasan itu lantas Ibnu Ummi Maktum menyerah? Tidak?! Dia tidak pernah mundur dan tidak lemah iman. Bahkan, dia semakin teguh berpegang pada agama Islam dan kitab Allah (Alquran). Dia semakin rajin mempelajari syariat Islam dan sering mendatangi majelis Rasulullah.

Begitu rajin dan rakusnya dia mendatangi majelis Rasulullah, menyimak dan menghafal Alquran, sehingga tiap waktu senggang selalu diisinya, dan setiap kesempatan yang baik selalu direbutnya. Karena rewelnya, dia beruntung memperoleh apa yang diinginkan dari Rasulullah, disamping keuntungan bagi yang lain-lain juga.

Pada masa permulaan tersebut, Rasulullah saw. sering mengadakan dialog dengan pemimpin-pemimpin Quraisy, seraya mengharap semoga mereka masuk Islam. Pada suatu hari beliau bertatap muka dengan 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, 'Amr bin Hisyam alias Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf dan Walid bin Mughirah, ayah Saifullah Khalid bin Walid.

Rasulullah berunding dan bertukar pikiran dengan mereka tentang Islam. Beliau sangat ingin mereka menerima dakwah dan menghentikan penganiayaan terhadap para sahabat beliau. Sementara, beliau berunding dengan sungguh-sungguh, tiba-tiba Abdullah bin Ummi Maktum datang mengganggu minta dibacakan kepada ayat-ayat Alquran.

Kata Abdullah, "Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku ayat-ayat yang telah diajarkan Allah kepada Anda!"

Rasulullah terlengah memperdulikan permintaan Abdullah. Bahkan, beliau agak acuh terhadap interupsinya itu. Lalu beliau membelakangi Abdullah dan melanjutkan pembicaraan dengan para pemimpin Quraisy tersebut. Mudah-mudahan dengan Islamnya mereka, Islam bertambah kuat dan dakwah bertambah lancar. Selesai berbicara dengan mereka, Rasulullah saw. bermaksud pulang. Tetapi, tiba-tiba penglihatan beliau menjadi gelap dan kepala beliau terasa sakit seperti kena pukul.

Kemudian, Allah mewahyukan firman-Nya kepada beliau,

"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena seorang buta datang kepadanya. Tahukah kamu, barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberikan manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal, tidak ada (celaan) atasmu kalau mereka tidak membersihkan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu dengan bergegas (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (begitu)! Sesungguhnya ajaran itu suatu peringatan. Maka siapa yang menghendaki, tentulah ia memperbaikinya. (Ajaran-ajaran itu) terdapat di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para utusan yang mulia lagi (senantiasa) berbakti." QS Abasa : 1 - 6


Enam belas ayat itulah yang disampaikan Jibril al-Amin ke dalam hati Rasulullah saw. sehubungan dengan peristiwa Abdullah bin Ummi Maktum, yang senantiasa dibaca sejak diturunkan sampai sekarang, dan akan terus dibaca sampai hari kiamat.

Sejak hari itu Rasulullah saw. tidak lupa memberikan tempat yang mulia bagi Abdullah apabila dia datang. Beliau menyilakan duduk di tempat duduknya, beliau tanyakan keadaannya, dan beliau penuhi kebutuhannya. Tidaklah heran kalau beliau memuliakan Abdullah sedemikian rupa, bukankah teguran dari langit itu sangat keras!

Tatkala tekanan dan penganiayaan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin semakin berat dan menjadi-jadi, Allah SWT mengizinkan kaum muslimin dan Rasul-Nya hijrah. Abdullah bin Ummi Maktum bergegas meninggalkan tumpah darahnya untuk menyelamatkan agamanya. Dia bersama-sama Mush'ab bin Umair, sahabat-sahabat Rasul saw. yang pertama-tama tiba di Madinah. Setibanya di Yatsrib (Madinah), Abdullah dan Mush'ab segera berdakwah, membacakan ayat-ayat Alquran dan mengajarkan pengajaran Islam.

Setelah Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau mengangkat Abdullah bin Ummu Maktum serta Bilal bin Rabah menjadi muadzdzin Rasulullah. Mereka berdua bertugas meneriakkan kalimah tauhid (azan) lima kali sehari semalam, mengajak orang banyak beramal saleh dan mendorong masyarakat merebut kemenangan. Apabila Bilal azan, Abdullah Qamat; Abdullah azan, Bilal qamat.

Dalam bulan Ramadhan tugas mereka bertambah. Bilal azan tengah malam membangunkan kaum muslimin untuk makan sahur dan Abdullah azan ketika fajar menyingsing, memberi tahu kaum muslimin waktu imsak sudah masuk, agar menghentikan makan dan minum dan segala yang membatalkan puasa.

Untuk memuliakan Abdullah bin Ummi Maktum, beberapa kali Rasulullah mengangkatnya menjadi wali kota Madinah menggantikan beliau apabila meninggalkan kota. Tujuh belas kali jabatan tersebut dipercayakan beliau kepada Abdullah. Salah satu di antaranya ketika meninggalkan kota Madinah untuk membebaskan kota Mekah dari kekuasaan kaum musyrikin Quraisy.

Setelah perang Badar, Allah menurunkan ayat-ayat Alquran, mengangkat derajat kaum muslimin yang pergi berperang fi sabilillah. Allah melebihkan derajat mereka yang pergi berperang atas orang-orang yang tidak pergi berperang, dan mencela orang yang tidak pergi karena ingin bersantai-santai. Ayat-ayat tersebut sangat berkesan di hati Abdullah Ummi Maktum. Tetapi, baginya sukar mendapatkan kemuliaan tersebut karena dia buta.

Lalu dia berkata kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah! Seandainya saya tidak buta, tentu saya pergi perang."

Kemudian, dia memohon kepada Allah dengan hati yang penuh tunduk semoga Allah menurunkan ayat-ayat yang menerangkan tentang orang-orang yang cacat (uzur) seperti dia, tetapi hati mereka ingin sekali hendak berperang. Dia senatiasa berdoa dengan segala kerendahan hati.

Dia berkata, "Wahai Allah! Turunkanlah wahyu mengenai orang-orang yang uzur seperti aku!" Tidak berapa lama, kemudian Allah SWT memperkenankan doanya.

Zaid bin Tsabit, sekretaris Rasulullah saw. yang bertugas menuliskan wahyu, menceritakan, "Aku duduk di samping Rasulullah saw. Tiba-tiba beliau diam, sedangkan paha beliau terletak di atas pahaku. Aku belum pernah merasakan beban yang paling berat melebihi berat paha Rasulullah ketika itu. Sesudah beban berat yang menekan pahaku hilang, beliau bersabda, "Tulis, hai zaid!" Lalu aku menuliskan, "Tidak sama orang-orang mukmin yang duduk (tidak turut berperang) dengan pejuang-pejuang yang berjihad fi sabilillah." QS An-Nissa': 95

Ibnu Ummi Maktum berdiri seraya berkata, "Ya Rasulullah, bagaimana dengan orang-orang yang tidak sanggup pergi berjihad (berperang) karena cacat?"

Selesai pertanyaan Abdullah, Rasulullah saw. terdiam dan paha beliau menekan pahaku, seolah-olah aku menanggung beban berat seperti tadi. Setelah beban berat itu hilang,

Rasulullah saw. berkata, "Coba, baca kembali yang telah engkau tulis!"

Aku membaca, "Tidak sama orang-orang mukmin yang duduk (tidak turut berperang)"

Lalu kata beliau, "Tulis!" "Kecuali bagi orang-orang yang tidak mampu."

Maka, turunlah pengecualian yang ditunggu-tunggu Ibnu Ummi Maktum. Meskipun Allah SWT telah memaafkan Ibnu Ummi Maktum dan orang-orang yang uzur seperti dia untuk tidak berjihad, dia enggan bersantai-santai beserta orang-orang yang tidak turut berperang. Dia tetap membulatkan tekad untuk turut berperang fi sabiilillah. Tekad itu timbul dalam dirinya, karena jiwa yang besar tidak dapat dikatakan besar, kecuali bila orang itu memikul pula pekerjaan yang besar. Maka, karena itu dia sangat gandrung untuk turut berperang dan menetapkan tugasnya sendiri untuk berperang dan menetapkan sendiri tugasnya di medan perang.

Katanya, "Tempatkan saya antara dua barisan sebagai pembawa bendera. Saya akan memegangnya erat-erat untuk kalian. Saya buta, karena itu saya pasti tidak akan lari."

Tahun ke empat belas hijriyah, khalifah Umar bin Khaththab memutuskan akan memasuki Persia dengan perang yang menentukan, untuk menggulingkan pemerintah yang dzalim dan menggantinya dengan pemerintahan Islam yang demokratis dan bertauhid.

Umar memerintahkan kepada setiap gubernur dan pembesar dalam pemerintahannya. "Jangan ada seorang jua pun yang ketinggalan dari orang-orang yang bersenjata, atau orang yang mempunyai kuda, atau yang berani atau yang berpikiran tajam, melainkan hadapkan semuanya kepada saya sesegera mungkin!"

Maka, berkumpullah kaum muslimin di Madinah dari segala penjuru, memenuhi panggilan khalifah Umar bin Khaththab. Di antara mereka terdapat seorang prajurit buta, yaitu Abdullah bin Ummi Maktum. Khalifah Umar mengangkat Sa'ad bin Abu Waqqash menjadi panglima pasukan yang besar itu. Kemudian, khalifah memberikan instruksi-instruksi dan pengarahan kepada Sa'ad.

Setelah pasukan besar itu sampai di Qadisiyyah, Abdullah bin Ummi Maktum memakai baju besi dan perlengkapan yang sempurna. Dia tampil sebagai pembawa bendera kaum muslimin dan berjanji akan senantiasa mengibarkannya atau mati di samping bendera itu.

Pada hari ketiga perang itu, perang berkecamuk dengan hebat, yang belum pernah disaksikan sebelumnya. Kaum muslimin berhasil memenangkan perang tersebut dengan kemenangan paling besar yang belum pernah direbutnya. Maka, pindahlah kekuasaan kerajaan Persia yang besar ke tangan kaum muslimin, dan runtuhlah mahligai yang termegah. Berkibarlah bendera tauhid di bumi penyembah berhala itu.

Kemenangan yang meyakinkan itu dibayar dengan darah dan jiwa dan ratusan para syuhada. Di antara mereka yang syahid itu terdapat Abdullah bin Ummi Maktum yang buta. Dia ditemukan terkapar di medan tempur berlumuran darah syahidnya, sambil memeluk darah kaum muslimin.


Sumber: Shuwar min Hayaatis Shahabah, Dr. Abdurrahman Ra'fat Basya

Rabu, 12 Januari 2011

Alangkah Indah - Opick

Alangkah indah wajah-wajah para muslimin
Penuh cinta kasih di hidupnya
Menjaga diri dari segala dosa
Berkasih sayang pada sesamanya

Alangkah indah wajah-wajah para muslimin
Menjaga mata mulut dan hatinya
Cahya semerbak karena zikir di hidupnya
Tangan dermawan senyum di wajahnya

Dalam susah hidup alangkah tabahnya kawan
Tiada takut isi dalam dada
Ringan tangan pandangan selalu terjaga
Setiap kata adalah mutiara

Mereka yang tak dilalaikan oleh dunia
Hanyalah Allah satu tujuannya
Diamnya zikir penuh dengan doa-doa
Setiap langkah adalah ibadahnya

Salam-salam salam ala Muslimin
Salam-salam salam ala Mukminin
Salam-salam salam ala Muksinin
Salam-salam salamun alaihim …

Selasa, 11 Januari 2011

Catatan Sekolah Mentor part I

Sekolah Mentor 6 Januari 2011

Assalamu’alaikum

Bismillah..

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk mulia yang dibekali akal dan nafsu. Dianugerahkannya pula agama dan kitab suci sebagai kerangka acuan dalam memaksimalkan potensi akal dan nafsu tersebut agar menjadi aqlun salim (akal yang selamat/sempurna) dan nafsul-muthmainah (jiwa yang tenteram). Salawat dan salam sejahtera semoga seantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya, termasuk kita sekalian yang senantiasa mengikuti jejak langkahnya dan menaati ajarannya. Amin

Melalui rangkaian kata-kata ini saya akan mencoba untuk berbagi pengalaman dan ilmu dari sebuah kegiatan bernama Sekolah Mentor, sebuah kegiatan yang menjadi salah satu momentum kebangkitan Islam di muka bumi dengan mempersiapkan bekal bagi para calon pementor maupun yang sudah menjadi mentor agar siap menapaki jalan dakwah ini dengan sebaik-baiknya langkah, insyaAllah.

Kegiatan ini memiliki dua bagian. Sekolah Mentor hari ke-1 (6 Januari 2011) dan hari ke-2 (8 Januari 2011). Di catatan Sekolah Mentor part I ini saya akan bercerita tentang Sekolah Mentor hari ke-1, insyaAllah untuk hari ke-2 akan saya tulis di Sekolah Mentor part II.

Beginilah kisahnya..

Semuanya berawal di sebuah Mesjid bernama Mesjid Salman ITB, acara dimulai pukul 06.30. Disana nampak banyak sekali peserta yang hadir, sampai-sampai jari ini tak bisa menghitung jumlahnya. Bahkan bila jari tangan dan kaki dijumlahkan pun itu tak mampu. Hea.. Agak lebay ya? Hha. Tapi benar kawan, ada puluhan peserta ikhwan dan akhwat yang berasal dari sekolah yang berbeda-beda ada di acara ini. Singkat cerita pertemuan hari ini dibuka dengan apel pembukaan di Taman Ganesha ITB.

Setelah Apel pagi, peserta pindah tempat menuju Gedung Serba Guna Salman (GSG Salman) dipandu oleh panitia. Saat itu rombongan ikhwan dipandu oleh Kang Angga menuju lokasi. Kami pun melewati anak tangga yang membimbing kami sampai ke GSG. Sesampainya di GSG lantai dua, kursi lipat sudah tersusun rapi menunggu kami untuk ditempati. Posisi tempat duduk ikhwan dan akhwat terpisah (pastinya lah..), ikhwan di sebelah kanan sedangkan akhwat di sebelah kiri. Kami pun langsung menempati tempat duduk masing-masing.

Acara di GSG ini di pandu oleh Kang Ibam sebagai MC. Dengan sedikit pemanasan lewat garingan-garingannya, kami menjadi lebih siap untuk menikmati rangkaian materi yang akan mewarnai hari ini (jazakallah khair kang). Di hari ini ada 6 materi yang siap kami lahap dari pukul 07.00 sampai 17.00 nanti. Hari yang panjang bukan?

Nah, Materi pertama mengenai Mentor Ideal yang dibawakan oleh Kang Dito AF’07. Beliau memaparkan tentang 3 keistimewaan bila kita menjadi pementor, yaitu : Do’a anak shaleh(ah) dari mentee, Ilmu yang bermanfaat, dan amal jariyah. Dosa yang kita lakukan sangat banyak dan dengan pahala kita sekarang belum tentu kita bisa masuk surga Allah. Dengan menjadi pementor berarti menjadi pewaris para nabi. Seperti para nabi yang telah banyak memperoleh pahala dan keridhaan Allah atas peran-peran dakwahnya.

Tak ada makhluk Allah yang mendapat dukungan do’a dari seluruh makhlukNya kecuali para penyeru kebaikan.

Sebagaimana sabda Rasulullah saw,

“Sesungguhnya Allah, para Malaikat, semut yang ada di lubangnya, bahkan ikan yang ada di lautan akan berdo’a untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” HR Tiwmidzi

Maka janganlah merasa ragu untuk menjadi seorang mentor. Dalam penyampaiannya kang Dito bertanya, “Apa yang paling berharga di kehidupan ini? Ada peserta yang menjawab waktu, ada yang menjawab sahabat, orang tua, dan lain-lain.

“Semuanya benar, namun menurut akang yang paling berharga di kehidupan ini adalah kehidupan itu sendiri.” jawabnya.

“...” suasana pun hening.

Kehidupan dunia ini layaknya main sepak bola. Waktunya sangat sebentar, hanya 90 menit. Sedangkan kehidupan akhirat layaknya keidupan diluar lapangan sepak bola itu. Waktunya lama dan itulah hidup yang sebenarnya. Sepak bola hanyalah permainan. Di dalam lapangan kita beraksi untuk bermain sebaik mungkin. Janganlah gentar oleh omongan-omongan orang lain. Pujian atau cemoohan orang lain bagaikan sayup-sayup penonton di stadion. Jangan sampai itu menjadikan kita bermain buruk di lapangan. Karena pemeran hidup ini adalah kita sendiri dan kehidupan ini adalah pertandingan kita sendiri, bukan orang lain. Fokuslah untuk memenangkan pertandingan.

Pernah dengar quotes, Pemimpin sukses adalah seseorang yang bisa menghasilkan pemimpin-pemimpin baru?

Layaknya pemimpin. Pementor sukses adalah seseorang yang bisa menghasilkan pementor-pementor. Dan pementor sejati adalah seseorang yang bisa menghasilkan pementor yang menghasikan pementor.
Jadilah pementor idaman!



Materi kedua mengenai Tarbiyah Dzatiyah yang dibawakan oleh Kang Amhar NK’09.

Tau arti tarbiyah dzatiah?
Tarbiyah dzatiyah (TD) adalah mengajari diri sendiri oleh diri sendiri. Hal ini sangat penting karena tak selamanya kita bisa mendapat kesempatan untuk mentoring. Untuk belajar dan mendapat ilmu tak bisa hanya dari mentoring maka kita memerlukan TD ini. Misalnya kita menentukan targetan tilawah Qur’an dan kita komitmen terhadapnya.

Apa saja kendala-kendala dalam melakukan TD ini? Pertama karena minimnya ilmu. Maka kita harus banyak belajar dari berbagai sumber agar kita menjadi pementor yang berwawasan luas. Jika kita minim ilmu akibatnya TD yang kita lakukan akan minim hasil. Misalnya ketika kita punya komitmen untuk tilawah Qur’an, kita tidak konsisten terhadap targetan itu karena kita belum memahami ilmunya, tidak mengetahui keutamaan dan pahala yang akan didapat dari tilawah itu.

Kedua karena ketidak jelasan tujuan. Kita tidah tahu akan kemana kita melangkah. Akibatnya kita tidak semangat menggapainya karena kita tahu apa yang kita inginkan.

Ketiga karena kita lengket dengan dunia, akibtnya kita melupakan akhirat. TD pun akan terlewatkan dan kita tak berkembang.

Dalam melakukan TD kita bisa melakukan banyak cara, yaitu :
1. Muhasabah.
Muhasabah rutin yang kita lakukan akan membuat kita menjadi mentor yang makin baik dari waktu ke waktu.
2. Skala Prioritas.
Kita pun harus punya skala prioritas untuk selalu belajar dan berkembang. Sehingga kita mengutamakan aktivitas yangmenambah bekal kita di kehidupn setelah mati nanti.
3. Taubat.
Berhenti dari penyebab futur.
4. Cari Ilmu.
Perluas wawasan.
5. Terlibat di aktivitas dakwah.
6.Mujahadah.
Berupaya dengan langkah kongkret karena Allah berfirman :

“...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri..” QS Ar Ra’d [13] : 11

7. Berdo’a kepada Allah
Allah berfirman :

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku (Allah), maka (jawablah), bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku...” QS Al Baqarah [2] : 186

Dari TD ini insyaAllah kita berusaha menggapai keridhaan Allah dan surgaNya. Dan kita mendapatkan cintaNya.

“Dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman : ‘barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka sungguh! Aku telah mengumumkan perang terhadapnya. Dan tidaklah seorang hamba bertaqarrub (mendekatkan diri dengan beribadah) kepada-Ku dengan sesuatu, yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Ku-wajibkan kepadanya, dan senantiasalah hamba-Ku (konsisten) bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya; bila Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untuk mendengar, dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dan tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakannya untuk berjalan; jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberikannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku akan melindunginya”. HR Bukhari

Selesailah materi kedua dak kami dibadi menjadi 5 kelompok. Berhitung tiap peserta dari 1 sampai 5. Angka yang sama menujukan kelompok yang sama dan ikhwan akhwat dipisah (pastinya). Saya pun dapat kelompok nomer 2. Semua kelompok diberi tugas untuk nanti menampilkan drama teater tentang Mentor Ideal.

Jam sudah menunjukan jam 09.15 dan kami diberi istirahat shalat Dhuha sampai jam 09.40 di Masjid Salman. Dan peserta pun berhamburan keluar GSG menuju tempat wudhu. Selesai shalat para peserta beriisiatif untuk membuat forum perkelompok untuk saling berkenalan dan mendiskusikan drama yang akan ditampilkan.

Tik.. tik.. tik.. detik waktu terus berjalan dan jam 09.40pun berlalu. Para pererta masih adem ayem di dalam mesjid dan akhirnya panitiapun menjemput kami. Kita pun tawar menawar waktu (hea..) sampai akhirnya kita baru moving ke GSG lagi jam 10.00 (kurang apalah kita ngaretnya? Panitia afwan(maaf) ya..).

Sesapainya di GSG acara sudah dimulai lagi. Dan panitia mengadakan games yang membutuhkan 6 orang sukarelawan (baca : orang-orang yang rela di bully). Akhirnya terkumplah 6 orang yang berasal dari sekolah yang berbeda-beda. Satu hal yang membuat gemuruh peserta (baca : nampaknya sma 3 doang. Hha) adalah adanya Parama yang menjadi salah satu sukarelawan itu. Emang ampun dah murid teladan sma 3 angkatan 2011 ini. Selalu bisa menghibur dengan ulahnya (hha, peach ah dit).

Dan gamesnya pun ga kalah menghibur. Tau apa? Lipsing kaya sinta jojo di lagu keong racun, heaha.

Tapi lagunya disesuaikan, ga sedangdut itu. Ntar bisa-bisa GSG runtuh karena kehebohan panggung dadakan Sekolah Mentror. Yang jelas meskipun lagunya Mujahid Muda dan Anugerah dari Afgan, para sukarelawan bergaya dan melakukan lipsing ga kalah sama sinta jojo. Haha :P


Materi ketiga mengenai Kiat Praktis Menjadi Pementor dari kang Yorga AF’09. Beliau memaparkan tentang bagaimana menjadi pementor ideal. Untuk menjadi pementor ideal kita harus bisa mengenal anak-anak mentor kita. Kita harus menempatkan diri dengan baik, agar kita bisa menjadi orang yang dekat dengan mentee. Saat anak-anak mentee sudah merasa dekat dan nyaman dengan kita maka amanah dakwah akan menjadi ringan karena keberadaan kita sudah diterima sebagai seseorang yang akan menjadi kakak, sahabat, saudara, guru, sekaligus orang tua bagi mereka.

Dalam menyampaikan materi janganlah terlalu fokus terhadap hasil. Fokuslah pada prosesnya. Karena proses yang baik akan membuahkan hasil yang baik. Bimbinglah anak-anak mentor kita dengan hati. Karena hati tidak bisa disentuh, melainkan oleh hati.

Menjadi pementor ideal artinya menjadi pementor yang kreatif. Bentuk mentoring tidak harus selalu duduk melingkar atau halaqoh kemudian pementor menyampaikan materi saja. Mentoring bisa dengan cara yang bermacam-macam, misalnya rihlah(jalan-jalan), mabit(bermalam), olahraga bersama, dan lain-lain. Bagaimapun caranya itu ga masalah, yang penting anak-anak mentor memahami ilmu yang disampaikan melalui kegiatan mentoring itu.


Materi keempat mengenai Psikologi Remaja dari Teh Nisa. Beliau memaparkan bagaimana memahami keperibadian remaja dan kiat-kiat agar menjadi pribadi yang diterima orang lain. Ilmu psikologi ini penting bagi orang yang cakupan aktifitasnya banyak bersosial. Pementor merupakan salah satu orang yang harus bisa memahami keperibadian orang lain, khususnya anak-anak mentornya. Sehingga mentoring bisa menjadi kegiatan yang selalu dirindukan oleh mentee.


Selesai materi psikologi remaja, peserta istirahat shalat dzuhur dan makan siang. Istirahat ini dari jam 12.00 siang sampai jan 12.30. Saya dan peserta lain pun langsung berhamburan menuju Mesjid Salman. Kami pun meaksanakan shalat Dzuhur berjamaah disana. Selesai shalat kami menuju Kantin Salman untuk makan.Saat kami melihat jam, ia sudah menunjukan 12.25 dan dengan kemantapan hati kami pun tetap melangkah. Ternyata antrean kantin Salman hari ini ga kalah sama antrean tiket final AFF kemarin. Sangat-sangat bukan main panjangnya tidak terkira (boros kata dikit ya). Saya dkk ikut mengantre minus satu sahabat yang pergi ke medan ilmu untuk belajar di bimbel ( hea.. Assalamuaaikum ri ). Panitia pun mengabarkan bahwa waktu istirahat ditambah sampai jam 12.50. Antrean yang memakan waktu itu pun akhirnya selesai di jam 12.50 (anteran yang tak terlupakan lah). Makan selesai jam 13... (lupa uy, mungkin Habib inget. Bib, jam berapa ya? Hehe).

Selesai makan kami menuju GSG lagi untuk melanjutkan acara. Dengan watados (wajah tanpa dosa) kami mengisi tempat di bagian sisi depan barisan peserta ikhwan. Dan materi pun sudah dimulai..

Materi kelima berjudul . . . (afwan lupa) dari Kang Rio. Materi kali ini membahas tentang apa yang harus dimiliki oleh seorang mentor. Yaitu kita harus punya tujuan yang ingin kita raih. Kali ini dengan simulasi gulung-gulung kertas peserta diinstruksikan untuk melempar bola kertas kemana saja.

Hasilnya tentu saja.. Banyak bola kertas yang nyasar entah kemana, banyak pula yang melempar dengan penuh semangat kearah teman-temannya. Ada yang bersarang di jidat, badan, pipi, dan sajabana. Nah, yang kedua kita dinstruksikan untuk melemparnya ke satu arah, sebuah kantong, hasilnya bola-bola kertaspun dengan brutal menuju sasaran.

Kesimpulannya, dengan adanya tujuan dalam mementor maka langkah kita dalam mementor tidak akan bingung atau ragu. Karena kita tahu apa yang ingin kita capai. Jadi bercita-citalah yang tinggi dan miliki tujuan..


Materi keenam disampaikan oleh Ustadz Habib. Beliau memaparkan pengalamannya dan menerangkan apa yang Hasan Al Banna tulis dalam Majmuatu Rosail (Insya Allah saya tulis dalam edisi berbeda).

Inilah pokok-pokok hasil sharing ilmunya :

“Da’i adalah orang yang mendakwahkan Islam”

Peserta ditanya, “Islam itu apa?”

Peserta pun terdiam. Ada yang menjawab agama tauhid yang bla bla, ada yang menjawab agama penyempurna bla bla, dan lain-lain.

Ustadz memaparkan, “Kalau mau tau apa makna dari suatu kata. Tanyakanlah kepada orang-orang yang berada di tempat kata itu berasal. Kalau kamu mau tahu arti ‘combro’ tanyakan ke Mang Asep jangan tanya ke Bang Togar. Karena combro itu berasal dari singkatan kata oncom di jero (bahasa Sunda). Jadi kalau mau tahu arti kata Islam tanyakan ke orang-orang Arab.

Sebuah kata memiliki dua makna. Makna secara Istilah dan secara Definisi. Islam seara istilah diambil dari kata salima yuslimu istislaam –artinya tunduk atau patuh– selain yaslamu salaam –yang berarti selamat, sejahtera, atau damai. Menurut bahasa Arab, pecahan kata Islam mengandung pengertian : islamul wajh (ikhlas menyerahkan diri kepada Allah), istislama (tunduk secara total kepada Allah), salaamah atau saliim (suci dan bersih), salaam (selamat sejahtera), dan silm (tenang dan damai).
Referensi : An-Nisa’: 125, Ali Imran: 83, Asy-Syu’araa’: 89, Al-An’am: 54, Muhammad: 35

Sementara sebagai istilah, Islam memiliki arti : tunduk dan menerima segala perintah dan larangan Allah yang terdapat dalam wahyu yang diturunkan Allah kepada para Nabi dan Rasul yang terhimpun di dalam Alquran dan Sunnah. Dan Islam dibangun atas Tauhid.

Itulah Islam. Jika kita tanyakan apa itu Islam kepada masyarakat kita saat ini maka tidak banyak yang bisa menjawab itu dengan benar. Ada yang hanya paham bahwa Islam itu singkatan Isya, Subuh, Lohor, Ashar, Maghrib jadi aja ISLAM (hea). Sangat sempit.

Itulah tugas kita sebagai da’i untuk memberi pemahaman yang jelas pada umat manusia umumnya dan khususna adik-adik mentor kita kelak.

Yang namanya dakwah ga akan berkembang dan berhasil kalau kita Ekslusif terhadap lingkungan. Jadi jauhilah sikap ini. Jadilah da’i dan pementor yang bisa membaur dengan lingkungan. Ingat membaur bukan berarti melebur. Kalau lingkungan kita salah, bukan berarti kita ikut-ikutan juga melakukan salah. Karena dalam dakwah, kitalah yang mencelup objek dakwah bukan sebaliknya (begitu nasihatnya).

Sebagai da’i ada rekomendasi dari ustadz supaya kita baca dan kalau bisa kita miliki selain Al-Qur’an. Yaitu Kitab Sunah Al Bukhari, Muslim dan Tafsir Ibnu Katsir sebagai bekal untuk berdakwah.

Kemudian beliau memaparkan, untuk mencapai surga kita tak bisa melalui amal yang kita lakukan. Karena ridha Allah-lah yang dapat mengantarkan kita ke gerbang surga. Maka kumpulkanlah terus pahala dan amal shaleh agar Allah memberikan ridho surga pada kita.

Yang terakhir beliau memberikan tips sukses da’i, yaitu :
1. Niat.
2. Pelajari Ilmu.
3. Amalkan Ilmu.
4. Dakwahkan (sampaikan) Ilmu.
5. Sabar.


Selesai deh materi keenam kita hari ini.

Kemudian acara pun ditutup dengan sebuah kisah dan refleksi ilmu dari Kang Dito. Di sore yang cerah saat itu, Allah dam makhluk-makhlukNya menjadi saksi bagi kita bahwa hati-hati ini bersatu untuk bersama-sama menyeru di jalanNya. InsyaAllah.

Tulisan ini ditutup dengan senandung Sahabat Kecil dari Ipang dan Hamdallah.

Baru saja berakhir
Hujan di sore ini
Menyisakan keajaiban
Kilauan indahnya pelangi

Tak pernah terlewatkan
Dan tetap mengaguminya
Kesempatan seperti ini
Tak akan bisa di beli

Reff:
Bersamamu ku habiskan waktu
Senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna
Sayang untuk mengakhirinya

Melawan keterbatasan
Walau sedikit kemungkinan
Tak akan menyerah untuk hadapi
Hingga sedih tak mau datang lagi

Alhamdulillah..

Senin, 10 Januari 2011

Diantara Dua Keadaan

Pada hakikatnya, kebahagiaan dan kesengsaraan, kemudahan dan kesulitan adalah sesuatu yang biasa saja dalam sebuah kehidupan manusia.

Semuanya sama saja.Tidak menunjukan keistimewaan seseorang yang mengalaminya.

Masalahnya akan berubah apabila dikaitkan dengan bagaimana sikap yang dimiliki oleh seseorang terhadap masalah yang dihadapinya.

Kebahagiaan tidaklah membawa pemiliknya kepada kebaikan jika ia tak mengiringinya dengan rasa syukur.

Demikian pula kesulitan tak membawa kebaikan kepada seseorang jika ia tak mengiringinya dengan rasa sabar.

Minggu, 09 Januari 2011

Membangun Keseriusan

Kesungguhan dan keseriusan seorang muslim merupakan cerminan jiwa yang telah tersiram oleh Kitabullah. Karena al-Qur'an adalah Kitab yang Haq yang tidak ada laghwu (kesia-siaan) dan juga tidak ada senda gurau di dalamnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,

"Sesungguhnya al-Qur'an itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil, dan sekali-kali bukanlah dia sendau gurau.” (QS. Ath Thaariq [86] : 13-14)

Maka seorang muslim yang serius dan bersungguh-sungguh berarti dia telah berhias dan berakhlaq dengan akhlaq al-Qur'an. Seorang muslim yakin bahwa dia diciptakan bukan hanya untuk sebuah senda gurau atau main-main di muka bumi, namun dia sadar bahwa dirinya mengemban amanah yang besar, amanah yang tidak sanggup dipikul oleh langit, bumi dan gunung, sebuah pertanggungjawaban yang agung nanti di hari Kiamat. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami.” (QS. Al Mu'munuun [23] : 115)

Firman Allah subhanahu wata’ala yang lain, artinya,

“Sesungguhnya Kami telah mengemuka kan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al Ahzab [33] : 72)


Keseriusan dan kesungguhan memiliki tanda-tanda dan fenomena yang amat banyak, di antaranya yaitu:

1. Ikhlash

Ikhlas merupakan salah satu pembeda yang pokok antara seorang yang bersungguh-sungguh dengan yang main-main. Orang yang tidak ikhlas, maka bisa jadi seorang munafik dan bisa jadi adalah riya'. Sedangkan orang muslim yang sesungguhnya, tidak berbuat munafik dan tidak riya', sebab tujuannya adalah ridha Allah subhanahu wata’ala dan mengharap pahala-Nya.

2. Ittiba' (mengikuti) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Ini merupakan pembeda ke dua dari keseriusan seorang muslim, karena seorang muslim akan berusaha maksimal agar amal ibadahnya diterima, sedangkan suatu amal akan diterima jika memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas dan mutaba'ah.

Maka tidak akan ada gunanya keseriusan orang kafir dalam kekafiran mereka, ahli bid'ah dan ahwa' dalam kebid'ahan mereka dan para pengikut kebatilan dalam kebatilan yang mereka kerjakan. Keseriusan yang mereka lakukan bukan keseriusan yang sesuai syari'at yang dapat mengantarkan kepada keberuntungan dan pada hari Kiamat.

3. Adil dan Pertengahan

Serius bukan berarti ekstrim atau berlebihan, namun maknanya adalah adil dan pertengahan. Allah subhanahu wata’ala melarang dari sikap ghuluw (ekstrim), dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberitahukan bahwa ghuluw merupakan sebab kehancuran dan kerusakan. Sikap pertengahan akan dapat memelihara kelangsungan suatu amal, kontinyuitas dalam ketaatan dan menjaganya agar tidak terputus atau mengalami kebosanan.

4. Intens dalam Ketaatan

Intensif dalam melakukan ketaatan dan mengambil setiap kesempatan untuk melaksanakan berbagai bentuk ibadah, bersyukur dan berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala dan terus menambah hal itu bukan termasuk ghuluw selagi dilakukan dalam batas-batas syara'.

Sebagaimana dimaklumi bahwa iman itu bertambah dan berkurang, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Dan mempertahankan ketaatan, membuka pintu-pintuk kebaikan dan ikut andil di dalamnya merupakan penambah keimanan sekaligus merupakan bukti dari kesungguhan seorang muslim dalam beribadah.

5. Jelas Dalam Tujuan

Seorang muslim meskipun berbeda profesi dan bermacam-macam bidang yang mereka geluti namun mereka memiliki tujuan pokok dan prinsip yang sama yakni mencari keridhaan Allah subhanahu wata’ala dan mengharap pahala di sisi-Nya. Oleh karena itu seorang muslim menjadikan seluruh aktivitasnya sebagai bentuk ibadah, wasilah dan sarana untuk mencapai tujuan pokok tersebut.

Dengan tujuan yang terpuji ini maka kita dapat menjadikan tidur, makan,minum, kesibukan dan juga waktu luang kita sebagai bagian dari ibadah yang mendapatkan pahala, jika diniatkan dengan benar ketika melakukaknnya.

6. Berkemauan Tinggi

Berkemauan tinggi merupakan ciri dari orang-orang yang serius, sebab seorang yang berkemauan tinggi tidak rela dengan kemalasan, tidak mudah bosan dan tidak suka berleha-leha. Keinginannya selalu menggiringnya kepada perkara-perkara yang tinggi dan permasalahan yang besar, maka di antara mereka ada yang tekun dalam mendalami ilmu, ada yang serius dalam beribadah, ada yang sungguh-sungguh dalam menerapkan akhlaq dan adab dan lain sebagainya. Meskipun umur mereka pendek, namun dengan keseriusan dan kesungguhan, mereka mampu berpindah dari satu kondisi ke kondisi yang lebih sempurna, dari satu kedudukan ke kedudukan yang lebih tinggi dan seterusnya hingga ajal menjemput. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. 15:99).

7. Berteman dengan Orang Serius

Salah satu hal yang dapat menjadi kan seorang muslim tetap dalam keseriusan adalah berteman dengan orang serius, karena manusia akan terpengaruh dengan teman pergaulan nya. Jika seseorang berteman dengan orang yang senang berbuat sia-sia, main-main dalam hidup, senang kepada kebatilan, menyia-nyiakan waktu, maka dia pun akan terpengaruh oleh mereka dan akan menjadi salah satu bagian dari mereka.

8. Tegar Menghadapi Masalah

Orang yang sungguh-sungguh akan tegar dalam menghadapi masalah dan dia tidak lari darinya tanpa berusaha mencari solusinya. Dia hadapi masalah dengan bijak dan tenang, dan ia jadikan itu sebagai tonggak untuk memulai sebuah langkah baru, sehingga dengan kemampuan dan pikiran yang telah diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala permasalahan akan terselesaikan dan jalan keluar dari berbagai ujian dan cobaan akan diperoleh.

Di antara yang perlu diperhatikan adalah mencari waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah, yakni waktu-waktu yang lapang dan tenang untuk dapat merenung dan mencurahkan pikiran dengan maksimal. Selain itu juga terkadang perlu untuk meminta pendapat dari pihak lain, terutama teman-teman dan sahabat yang diketahui responsif, mempunyai kemampuan berpikir dengan teliti dalam memandang suatu masalah.

9. Syamil (Universal)

Seorang muslim yang bersungguh sungguh tidak pilih-pilih dalam melaksanakan agamanya, sebagai mana hal itu diperintahkan Allah subhanahu wata’ala dalam firman-Nya, artinya,

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya.” (QS. Al-Baqarah:208)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, " Makna ayat ini adalah kerjakan seluruh amal perbuatan dan seluruh sisi kebaikan." (Tafsir Ibnu Katsir 1/324)

Seorang muslim tidak boleh membuang bagian dari agama Allah sekehendaknya, mengambil yang ini dan meninggalkan yang itu sesukanya. Juga bukan cermin keseriusan bila hanya mengerjakan perkara-perkara yang mudah dan enak saja lalu enggan dengan berbagai kewajiban lainnya.

10. Pantang Menunda-nunda

Seorang yang berjiwa serius pantang menunda-nunda dan pantang bersandar kepada angan-angan dusta. Tetapi dia bersegera untuk melakukan ketaatan, menyibukkan diri dengan ibadah dan aktivitas yang berguna. Dia bertaubat dan beristighfar setiap saat, sebelum dan sesudah melakukan ibadah, dan dia tidak mengatakan, "Nanti saja aku bertaubat, besok saja aku introspeksi diri dan lain sebagainya.” Dia kerjakan shalat dengan baik dan tepat waktu, membaca al-Qur'an dan merenungkan isinya dan dia tidak mengatakan, "Nanti aku akan shalat dengan baik dan banyak membaca al-Qur'an."

11. Melihat Sirah Nabi dan Shahabat

Termasuk salah satu pendorong kesungguhan adalah dengan melihat perjalanan hidup para nabi dan shahabat sebagai manusia yang penuh dengan kesungguhan dalam hidup mereka. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Yusuf [12] : 111)

12. Menjauhi Sikap Glamour dan Mewah

Setiap orang yang berakal sepakat bahwa nikmat itu tidak dapat diperoleh dengan leha-leha, dan kemuliaan tidak akan tercapai kecuali dengan susah payah. Maka menghindari gaya mewah dan menjauhi sikap berlebihan merupakan jalan untuk mencapai tingginya himmah (keinginan). Sebagian salaf berkata, "Ilmu itu tidak dapat diraih dengan bersantai-santai."


Sumber: Buku “AL Jiddiyah, Thariqul Khairiyah” Khalid Abu Shalih (Abu Ahmad).

Itsar Meluluhkan Individualisme

Lembaran kita kali ini akan mengangkat sebuah tema yang mengingatkan kita kepada salah satu sisi kehidupan para shahabat dan pengikut mereka as salafus shalih. Hadits-hadits yang akan dikemukakan kepada para pembaca merupakan sebuah sikap dan perangai yang secara langsung telah diterjemahkan oleh para shahabat Nabi Shalallaahu alaihi wasalam di dalam kehidupan mereka.

Sikap dan perilaku tersebut tak lain adalah "itsar" yakni mendahulukan kepentingan dan kebutuhan orang lain sekalipun dia sendiri sangat membutuhkannya, dan ini merupakan tingkatan tertinggi dari sifat derma. Sebab memberikan sesuatu yang sangat dibutuhkan merupakan hal yang amat berat. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memuji para shahabat ra karena sikap itsar yang melekat pada diri mereka, sebagaimana firmanNya :

“Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr [59]:9)

Itsar adalah salah satu akhlaq mulia dan luhur, ia merupakan salah satu sifat Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam sehingga Allah menyebut beliau sebagai 'ala khuluqin 'adzim, senantiasa berada di atas akhlaq yang luhur. Maka tidak mengherankan jika para shahabat yang merupakan hasil didikan dan gemblengan beliau menjadi manusia-manusia pilihan. Sehingga sejarah kemanusiaan rasanya sulit sekali dapat melahirkan manusia-manusia semisal mereka.

Hal itu sangatlah berbeda jauh dengan realita kehidupan di masa kini, dimana egoisme, individualisme, mau menang sendiri dan tidak memikirkan orang lain benar-benar telah melanda sebagian besar umat manusia, tak terkecuali umat Islam pun banyak yang terkena virus ini. Asalkan dirinya telah kaya raya, dapat menumpuk harta, hidup serba enak dan kecukupan, maka sudah cukup, itulah kira-kira prinsip mereka. Orang lain susah, tetangga kelaparan, miskin dan menderita itu urusan mereka sendiri, tidak ada urusan dengan dirinya. Jangankan sampai ke tingkat itsar, sekedar sedikit membantu atau meringankan beban saja terkadang enggan, alasannya karena harta yang didapat adalah hasil kerja dan usahanya sendiri, sehingga sayang kalau diberikan dengan percuma dan cuma-suma kepada orang lain.

"Enak saja, saya yang bekerja mengapa orang lain ikut-ikutan menik-matinya," demikian kira-kira ungkapan yang mungkin keluar dari mereka. Sungguh memprihatinkan memang!

Maka membuka kembali lembar kehidupan para shahabat yang menggambarkan sikap pengorbanan, mendahulukan orang lain dan mengalah adalah sangat perlu bagi kita, apalagi ketika krisis dan kemiskinan tengah melanda bangsa kita seperti saat ini. Dari mereka dan juga para ulama, kita akan mendapatkan pelajaran dan teladan yang berharga, sebagaimana tersebut di dalam riwayat-riwayat berikut ini.


Seorang Shahabat dengan Tamunya

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu bahwa suatu ketika ada seorang tamu datang kepada Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, seluruh istri beliau tidak memiliki apa-apa, kecuali hanya air. Maka Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,

"Barang siapa di antara kalian yang mau menjamu tamu ini, maka Allah akan merahmatinya."

Seorang laki-laki kaum Anshar berdiri dan berkata, "Saya akan menjamunya wahai Rasulullah." Maka diajaknya tamu tersebut ke rumahnya.

Sesampai di rumah dia berkata kepada istrinya, "Apakah engkau masih memiliki sesuatu?

Sang istri menyahut, "Tidak, selain sedikit jatah buat anak kita."

Maka diapun berkata kepada istrinya, "Bujuk dan iming-imingi anak-anak dengan sesuatu, kemudian apabila tamu kita masuk rumah matikanlah lampu dan buatlah kesan, bahwa kita juga sedang makan. Apabila nanti tamu sudah siap makan, maka kamu segera mematikan lampu tersebut.

Berkata perawi, "Mereka sekeluarga hanya duduk-duduk saja (tidak makan), sedangkan tamunya makan.

Lalu pada pagi harinya orang tersebut datang kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, Nabi bersabda, "Allah heran dengan tingkah kalian berdua terhadap tamu kalian tadi malam," maka Allah menurunkan ayat :

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung (QS. Al Hasyr [59] : 9).
(HR. Al Bukhari dan Muslim)


Kisah Sa'ad bin ar-Rabi' dengan Abdur Rahman bin Auf

Abdur Rahman bin Auf mengisahkan, "Ketika kami sampai di Madinah, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam mempersaudarakan aku dengan Sa'ad bin ar Rabi', maka Sa'ad bin ar Rabi' mengatakan, "Sesungguhnya aku adalah orang Anshar yang paling kaya, maka aku akan bagikan untukmu separuh hartaku, dan silakan kau pilih mana di antara dua istriku yang kau inginkan, maka akan aku lepaskan dia untuk engkau nikahi. Perawi mengatakan, "Abdur Rahman berkata, "Tidak usah, aku tidak membutuhkan yang demikian itu."
(HR al Bukhari dan Muslim, lafal hadits milik al Bukhari)


Umar Ibnul Khaththab dengan saudaranya Zaid Ibnul Khaththab

Diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Umarzdia berkata, "Umar bin Khaththab berkata kepada saudaranya Zaid Ibnul Khaththab pada waktu perang Uhud," Aku bersumpah agar kamu mau memakai baju besiku ini, maka Zaid pun memakai baju besi itu namun ia melepaskannya lagi. Maka Umar berkata kepadanya, "Ada apa denganmu (mengapa kau lepas)?“ Maka zaid menjawab, "Aku menghendaki terhadap diriku sebagaimana yang engkau kehendaki terhadap dirimu."
(HR Ibnu Sa'd dan ath Thabrani dalam al Ausath)


Tiga Shahabat Menjelang Naza'

Dari Abdullah bin Mush'ab Az Zubaidi dan Hubaib bin Abi Tsabit, keduanya menceritakan, "Telah syahid pada perang Yarmuk al-Harits bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal dan Suhail bin Amr. Mereka ketika itu akan diberi minum, sedangkan mereka dalam keadaan kritis, namun kesemuanya saling menolak. Ketika salah satu dari mereka akan diberi minum dia berkata, "Berikan dahulu kepada si fulan, demikian seterusnya sehingga semuanya meninggal dan mereka belum sempat meminum air itu. Dalam versi lain perawi menceritakan, "Ikrimah meminta air minum, kemudian ia melihat Suhail sedang memandangnya, maka Ikrimah berkata, "Berikan air itu kepadanya." Dan ketika itu Suhail juga melihat al-Harits sedang melihatnya, maka iapun berkata, "Berikan air itu kepadanya (al Harits). Namun belum sampai air itu kepada al Harits, ternyata ketiganya telah meninggal tanpa sempat merasakan air tersebut (sedikitpun).
(HR Ibnu Sa'ad dalam ath Thabaqat dan Ibnu Abdil Barr dalam at Tamhid, namun Ibnu Sa'ad menyebutkan Iyas bin Abi Rabi'ah sebagai ganti Suhail bin Amr)


Abu Thalhah dengan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Abu Thalhah pada perang Uhud menjadi pasukan panah dengan posisi di depan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, dia memang seorang yang ahli memanah. Apabila Abu Thalhah memanah maka Rasulullah memperhatikan kemana sasaran anak panahnya mengena. Maka Abu Thalhah mengangkat dadanya (untuk melindungi Nabi) seraya berkata, "Begini wahai Rasulullah, supaya engkau tidak terkena sasaraan panah musuh, biarlah yang terkena adalah leherku bukan lehermu."
(HR Ahmad dan selainnya, sanadnya shahih)


Kembali Kepada si Pemberi

Dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu berkata, "Salah seorang dari shahabat Nabi Shalallaahu alaihi wasalam diberi hadiah kepala kambing, dia lalu berkata, "Sesungguhnya fulan dan keluarganya lebih membutuhkan ini daripada kita." Ibnu Umar mengatakan, "Maka ia kirimkan hadiah tersebut kepada yang lain, dan secara terus menerus hadiah itu di kirimkan dari satu orang kepada yang lain hingga berputar sampai tujuh rumah, dan akhirnya kembali kepada orang yang pertama kali memberikan."
(Riwayat al Baihaqi dalam asy Syu'ab 3/259)


Ibnu Umar dan Pengemis

Nafi' maula (klien) Ibnu Umar meriwayatkan, "Ibnu Umar suatu ketika sakit, dia sangat menginginkan anggur pada awal musimnya. Maka dia mengutus Shafiyah (istrinya) dengan membawa satu dirham untuk membeli anggur segar. Ketika pelayan (utusan) mengantarkan anggur, dia diikuti oleh seorang pengemis. Setelah sampai di pintu rumah, maka utusan masuk. Dari luar berkata pengemis, "Ada pengemis." Maka Ibnu Umar berkata, "Berikan anggur itu kepadanya." Maka utusan itu memberikan anggur tersebut kepada si pengemis.(HR al Baihaqi dalam asy Syu'ab 3/260).
Dan demikian itu terulang hingga dua kali, sehingga Shafiyah meminta agar pengemis itu tidak kembali lagi untuk ketiga kalinya.


Ummul Mukminin Aisyah Radhiallaahu anha dan Orang Miskin

Anas bin Malik meriwayatkan dari Aisyah Radhiallaahu anha, bahwa ada seorang miskin meminta-minta kepadanya padahal dia sedang berpuasa, sementara di rumahnya tidak ada makanan selain sekerat roti kering, berkata Aisyah kepada pembantunya, "Berikan roti itu kepadanya," si pembantu menyahut, "Anda nanti tidak memiliki apa-apa untuk berbuka puasa. Maka beliau berkata lagi, "Berikan roti itu kepadanya." Perawi mengatakan, "Maka pembantu itu melakukannya, dan dia berkata, "Belum menjelang sore ada salah satu dari keluarga Nabi, atau seseorang yang pernah memberi hadiah mengantarkan daging kambing (masak) yang telah ia bungkus. Maka beliau memanggilku dan berkata, "Makanlah engkau, ini lebih baik daripada rotimu tadi."
(HR Malik dalam al Muwaththa' 2/997)


Bersama Para Salaf.

Al-Haitsam bin Jamil meriwayatkan bahwa Fudhail bin Marzuq datang kepada al Hasan bin Huyaiy karena ada kebutuhan yang sangat mendesak, sedangkan dia tidak punya apa-apa. Maka al Hasan memberikan enam dirham dan dia memberitahukan, bahwa ia tidak memiliki selain itu. Maka Fudhail berkata, "Subhanallah, Saya mengambil semuanya sedangkan engkau tidak punya yang lain?” Namun al Hasan enggan mengambil semua nya, dan Fudhail juga enggan. Akhirnya dinar itu dibagi dua, dia ambil tiga dinar dan dia tinggalkan tiga dinar.(Tahdzib al Kamal 23/308)


Diriwayatkan dari Yahya bin Hilal al Warraq dia berkata,"Saya datang kepada Muhammad bin Abdullah bin Numair untuk mengadukan sesuatu kepadanya, maka dia mengeluarkan empat atau lima dirham seraya berkata, "Ini separuh harta yang ku miliki. Dan dalam kesempatan lain aku mendatangi Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal, dia mengeluarkan empat dirham dan berkata, "Ini keseluruhan yang aku miliki."
(Riwayat Ibnul Jauzi dalam Manaqib Imam Ahmad hal 320)


Dari Aun bin Abdullah dia berkata, "Seseorang yang sedang berpuasa berteduh, ketika menjelang berbuka seorang pengemis datang kepadanya, ketika itu dia memiliki dua potong kue. Maka salah satunya diberikan kepada si pengemis, namun sejenak ia berkata, "Sepotong tidaklah membuatnya kenyang, dan sepotong lagi tidak membuatku kenyang, maka kenyang salah satu lebih baik daripada kedua-duanya lapar." Akhirnya ia berikan yang sepotong lagi kepada si pengemis. Kemudian ketika tidur dia bermimpi didatangi seseorang dan berkata, "Min-talah apa saja yang kau kehendaki." Dia menjawab, "Aku minta ampunan. Orang tersebut berkata, "Allah telah melakukan itu untukmu, mintalah yang lain lagi!" Dia berkata, "Aku memohon agar orang-orang mendapatkan pertolongan."
(Riwayat ad Dainuri dalam al Mujalasah 3/47)


Wallahu a’lam bish shawab


Sumber : Kutaib “Mawaaqif min Itsar as-Shahabah was salafus shaleh” al-Qism al-Ilmi Darul Wathan, bittasharruf wazziyadah (Ibnu Djawari) (18 Sya'ban 1424 H)

Artikel Buletin An-Nur dari www.alsofwah.or.id

Sepenggal Lirik Lentera Jiwa

kubiarkan kumengikuti
suara dalam hati
yang slalu membunyikan cinta
kupercaya dan kuyakini
murninya nurani
menjadi penunjuk jalanku
lentera jiwaku..
lentera jiwaku..


nugie - lentera jiwa

Jumat, 07 Januari 2011

Ali bin Abi Thalib, Gerbangnya Ilmu

Pada suatu ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyatakan bahwa dirinya diibaratkan sebagai kota ilmu, sementara Ali bin Abi Thalib adalah gerbangnya ilmu. Mendengar pernyataan yang demikian, sekelompok kaum Khawarij tidak mempercayainya. Mereka tidak percaya, apa benar Ali bin Abi Thalib cukup pandai sehingga ia mendapat julukan "gerbang ilmu" dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Berkumpullah sepuluh orang dari kaum Khawarij. Kemudian mereka bermusyawarah untuk menguji kebenaran pernyataan Rasulullah tersebut. Seorang di antara mereka berkata, "Mari sekarang kita tanyakan pada Ali tentang suatu masalah saja. Bagaimana jawaban Ali tentang masalah itu. Kita bisa menilai seberapa jauh kepandaiannya. Bagaimana? Apakah kalian setuju?"

"Setuju!" jawab mereka serentak.

"Tetapi sebaiknya kita bertanya secara bergiliran saja", saran yang lain.

"Dengan begitu kita dapat mencari kelemahan Ali. Namun bila jawaban Ali nanti selalu berbeda-beda, barulah kita percaya bahwa memang Ali adalah orang yang cerdas."

"Baik juga saranmu itu. Mari kita laksanakan!" sahut yang lainnya.

Hari yang telah ditentukan telah tiba. Orang pertama datang menemui Ali lantas bertanya, "Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta?"

"Tentu saja lebih utama ilmu," jawab Ali tegas.

"Ilmu adalah warisan para Nabi dan Rasul, sedangkan harta adalah warisan Qarun, Fir'aun, Namrud dan lain-lainnya," Ali menerangkan.


Setelah mendengan jawaban Ali yang demikian, orang itu kemudian mohon diri. Tak lama kemudian datang orang kedua dan bertanya kepada Ali dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta?"

"Lebih utama ilmu dibanding harta," jawab Ali.

"Mengapa?"

"Karena ilmu akan menjaga dirimu, sementara harta malah sebaliknya, engkau harus menjaganya."


Orang kedua itu pun pergi setelah mendengar jawaban Ali seperti itu. Orang ketiga pun datang menyusul dan bertanya seperti orang sebelumnya.

"Bagaimana pendapat tuan bila ilmu dibandingkan dengan harta?"

Ali kemudian menjawab bahwa, "Harta lebih rendah dibandingkan dengan ilmu."

"Mengapa bisa demikian tuan?" tanya orang itu penasaran.

"Sebab orang yang mempunyai banyak harta akan mempunyai banyak musuh. Sedangkan orang yang kaya ilmu akan banyak orang yang menyayanginya dan hormat kepadanya."


Setelah orang itu pergi, tak lama kemudian orang keempat pun datang dan menanyakan permasalahan yang sama. Setelah mendengar pertanyaan yang diajukan oleh orang itu, Ali pun kemudian menjawab, "Ya, jelas-jelas lebih utama ilmu."

"Apa yang menyebabkan demikian?" tanya orang itu mendesak.

"Karena bila engkau pergunakan harta," jawab Ali, "jelas-jelas harta akan semakin berkurang. Namun bila ilmu yang engkau pergunakan, maka akan semakin bertambah banyak."


Orang kelima kemudian datang setelah kepergian orang keempat dari hadapan Ali. Ketika menjawab pertanyaan orang ini,

Ali pun menerangkan, "Jika pemilik harta ada yang menyebutnya pelit, sedangkan pemilik ilmu akan dihargai dan disegani."


Orang keenam lalu menjumpai Ali dengan pertanyaan yang sama pula. Namun tetap saja Ali mengemukakan alasan yang berbeda. Jawaban Ali tersebut ialah,

"Harta akan selalu dijaga dari kejahatan, sedangkan ilmu tidak usah dijaga dari kejahatan, lagi pula ilmu akan menjagamu."


Dengan pertanyaan yang sama orang ketujuh datang kepada Ali. Pertanyaan itu kemudian dijawab Ali,

"Pemilik ilmu akan diberi syafa'at oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala di hari kiamat nanti, sementara pemilik harta akan dihisab oleh Allah kelak."


Kemudian kesepuluh orang itu berkumpul lagi. Mereka yang sudah bertanya kepada Ali mengutarakan jawaban yang diberikan Ali. Mereka tak menduga setelah mendengar setiap jawaban, ternyata alasan yang diberikan Ali selalu berbeda. Sekarang tinggal tiga orang yang belum melaksanakan tugasnya. Mereka yakin bahwa tiga orang itu akan bisa mencari celah kelemahan Ali. Sebab ketiga orang itu dianggap yang paling pandai di antara mereka.

Orang kedelapan menghadap Ali lantas bertanya, "Antara ilmu dan harta, manakah yang lebih utama wahai Ali?"

"Tentunya lebih utama dan lebih penting ilmu," jawab Ali.

"Kenapa begitu?" tanyanya lagi.

"Dalam waktu yang lama," kata Ali menerangkan, "harta akan habis, sedangkan ilmu malah sebaliknya, ilmu akan abadi."


Orang kesembilan datang dengan pertanyaan tersebut.

"Seseorang yang banyak harta akan dijunjung tinggi hanya karena hartanya. Sedangkan orang yang kaya ilmu dianggap intelektual." Jawab Ali.


Sampailah giliran orang terakhir. Ia pun bertanya pada Ali hal yang sama.

Ali menjawab,"Harta akan membuatmu tidak tenang dengan kata lain akan mengeraskan hatimu. Tetapi, ilmu sebaliknya, akan menyinari hatimu hingga hatimu akan menjadi terang dan tentram karenanya."


Ali pun kemudian menyadari bahwa dirinya telah diuji oleh orang-orang itu. Sehingga dia berkata, "Andaikata engkau datangkan semua orang untuk bertanya, insya Allah akan aku jawab dengan jawaban yang berbeda-beda pula, selagi aku masih hidup."

Kesepuluh orang itu akhirnya menyerah. Mereka percaya bahwa apa yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas adalah benar adanya. Dan Ali memang pantas mendapat julukan "gerbang ilmu". Sedang mengenai diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sudah tidak perlu diragukan lagi.

Kamis, 06 Januari 2011

Abdullah bin Abbas

Dia pemuda tua, banyak bertanya (belajar), dan sangat cerdas.


Sahabat yang mulia ini mulia segala-galanya, tidak ada yang ketinggalan. Dalam pribadinya terdapat kemuliaan sebagai sahabat Rasulullah saw. Dia beroleh kemuliaan sebagai keluarga dekat Rasulullah karena sebagai anak paman beliau, Abbas bin Abdul Mutthalib. Dia mulia dari sudut ilmu karena dia umat Muhammad yang amat alim dan saleh.

Nama lengkapnya Abdullah bin Abbas. Dia sangat alim tentang kitabullah (Alquran) dan sangat paham maknanya. Dia menguasai Alquran sampai ke dasar-dasarnya, mengetahui sasaran, dan segala rahasianya.

Ibnu Abbas lahir tiga tahun sebelum hijrah. Ketika Rasulullah saw. wafat, dia baru berumur tiga belas tahun. Dalam usia sebaya itu, dia telah menghafal seribu enam ratus enam puluh hadis untuk kaum muslimin yang diterimanya langsung dari Rasulullah dan dicatat oleh Bukhari dan Muslim dalam kitab sahih mereka.

Setelah Ibnu Abbas lahir ke dunia, bayi yang masih merah itu segera dibawa ibunya kepada Rasulullah saw. Beliau memasukkan air liurnya ke dalam kerongkongan bayi itu. Air liur Nabi yang suci dan penuh berkat itulah yang pertama-tama masuk ke dalam rongga perut anak tersebut, sebelum ia disusukan ibunya. Seiring dengan air liur Nabi, masuk pulalah ke dalam pribadi bayi itu takwa dan hikmah.

"Dan siapa saja yang diberi hikmah, sungguh dia telah diberi kebajikan yang banyak." Al-Baqarah: 269


Ketika anak itu meninggalkan usia kanak-kanak dan mulai memasuki usia tamyiz (usia 6 atau 7 tahun), dia tinggal di rumah Rasulullah seperti adik terhadap kakak yang saling mengasihi. Dia menyediakan air wudhu beliau apabila hendak wudhu. Bila Rasulullah salat, anak itu ikut salat; bila beliau bepergian, dia membonceng di belakang. Sehingga, Ibnu Abbas bagaikan bayang-bayang yang senantiasa mengikuti ke mana saja beliau pergi, atau dia senantiasa berada di seputar beliau. Sementara itu, anak tersebut dapat menyimpan dalam hati dan pikirannya yang bersih segala peristiwa yang dilihat dan kata-kata yang didengarnya, tanpa alat tulis menulis seperti yang kita kenal sekarang.

Ibnu Abbas bercerita mengenai dirinya, "Pada suatu ketika Rasulullah saw. hendak mengerjakan salat. Aku segera menyediakan air wudu untuk beliau. Beliau gembira dengan apa yang kulakukan. Ketika beliau siap untuk salat, dia memberi isyarat kepadaku supaya berdiri di sampingnya. Tetapi, aku berdiri di belakang beliau. Setelah selesai salat, beliau menoleh kepadaku seraya bertanya, "Mengapa engkau tidak berdiri di sampingku?" Jawabku, "Anda sangat tinggi dalam pandanganku, dan sangat mulia untukku berdiri di samping Anda." Rasulullah menadahkan tangannya, lalu berdoa, "Wahai Allah, berilah dia hikmah."

Allah memperkenankan doa Rasulullah tersebut. Dia memberi cucu Hasyim tersebut hikmah, melebihi hikmah ahli-ahli hikmah yang besar-besar. Tentu Anda ingin tahu, hikmah bentuk apa yang telah dilimpahkan Allah kepada Abdullah bin Abbas. Marilah kita perhatikan kisah selanjutnya.

Ketika sebagian sahabat memencilkan dan menghina Khalifah Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Abbas berkata kepada Ali, "Ya, Amirul Mukminin, izinkanlah saya mendatangi mereka dan berbicara kepadanya."

Kata Ali, "Saya khawatir risiko yang mungkin engkau terima dari mereka."

Jawab Ibnu Abbas, "Insya Allah tidak akan terjadi apa-apa."

Ibnu Abbas masuk ke dalam majlis mereka. Dilihatnya mereka orang-orang yang sangat rajin beribadah. Mereka berkata, "Selamat datang, hai Ibnu Abbas. Apa maksud kedatangan Anda kemari?"

Jawab Ibnu Abbas, "Saya datang untuk berbicara dengan tuan-tuan."

Sebagian yang lain berkata, "Katakanlah, kami akan mendengarkan bicara Anda."

Ibnu Abbas berkata, "Coba tuan-tuan katakan kepada saya, apa sebabnya tuan-tuan membenci anak paman Rasulullah yang sekaligus suami anak perempuan beliau (mantu Rasulullah), dan orang yang pertama-tama iman dengan beliau?"

Jawab mereka, "Kami membencinya karena tiga perkara."

Tanya Ibnu Abbas, "Apa itu?"

Mereka menjawab, "Pertama, dia bertahkim (mengangkat hakim) kepada manusia tentang urusan agama Allah. Kedua, dia memerangi Aisyah dan Muawiyah, tetapi dia tidak mengambil harta rampasan dan tawanan. Ketiga, dia menanggalkan gelar Amirul Mukminin dari dirinya, padahal kaum muslimin yang mengukuhkan dan mengangkatnya.

Kata Ibnu Abbas, "Sudikah tuan-tuan mendengar Alquran dan hadis Rasulullah yang saya bacakan? Tuan-tuan tentu tidak akan membantah keduanya. Apakah tuan-tuan bersedia mengubah pendirian tuan-tuan sesuai dengan maksud ayat dan hadis tersebut?"

Jawab mereka, "Tentu!"

Kata Ibnu Abbas, "Masalah pertama, bertahkim kepada manusia dalam urusan agama Allah. Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram, siapa saja di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan buruan yang dibunuhnya menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu." (Al-Maidah: 95). Saya bersumpah dengan tuan-tuan menyebut nama Allah. Apakah putusan seseorang tentang hak darah atau jiwa, dan perdamaian antara kaum muslimin yang lebih penting ataukah seekor kelinci yang harganya seperempat dirham?"

Jawab mereka, "Tentu darah kaum muslimin dan perdamaian di antara mereka yang lebih penting."

Kata Ibnu Abbas, "Marilah kita keluar dari persoalan ini."

Kata Ibnu Abbas, "Masalah kedua, Ali berperang tetapi dia tidak menawan para wanita seperti yang terjadi pada masa Rasulullah. Mengenai masalah ini, sudikah tuan-tuan mencaci Aisyah, lantas tuan-tuan halalkan dia seperti wanita-wanita tawanan yang lain-lain. Jika tuan-tuan mengatakan "Ya," tuan-tuan kafir. Dan, jika tuan-tuan menjawab, dia bukan ibu kami, tuan-tuan kafir juga. Allah SWT berfirman: "Nabi itu hendaknya lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri, dan istri-istri Nabi adalah ibu-ibu mereka." (Al-Ahzab: 6).

"Nah, pilihlah mana yang tuan-tuan suka. Mengakui ibu atau tidak.

Kata Ibnu Abbas, "Ali menanggalkan gelar 'Amirul Mukminin' dari dirinya. Sesungguhnya ketika Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani, mula-mula Rasulullah menyuruh untuk ditulis, inilah perjanjian dari Muhammad Rasulullah. Lalu kata kaum musyrikin, "Seandainya kami mengakui engkau Rasulullah, tentu kami tidak menghalangi engkau mengunjungi Baitullah dan tidak memerangi engkau. Karena itu, tuliskan nama engkau saja, "Muhammad bin Abdullah."

Rasulullah memenuhi permintaan mereka seraya berkata, "Demi Allah, aku adalah Rasulullah, sekalipun kalian tidak mempercayaiku.

"Bagaimana?" tanya Ibnu Abbas, "Tidak pantaskah masalah memakai atau tidak memakai gelar 'Amirul Mukminin' itu kita tanggalkan saja?

Jawab mereka, "Ya Allah, kami setuju."

Hasil pertemuan Ibnu Abbas dengan mereka (kaum Khawarij) dan alasan-alasan yang dikemukakannya menyebabkan 20.000 orang yang membenci Ali kembali masuk ke dalam barisan Ali. Yang memusuhinya hanya tinggal 4.000 orang.

Waktu muda Abdullah bin Abbas mencari ilmu dengan berbagai cara yang dapat dilakukannya. Waktunya dihabiskan umtuk menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Mula-mula dia memperoleh ilmu dari mata air yang mulia, yaitu langsung dari Rasulullah sampai beliau wafat. Setelah beliau tiada, dihubunginya ulama-ulama sahabat, lalu dia belajar kepada mereka.

Ibnu Abbas pernah bercerita, "Apabila seseorang menyampaikan sebuah hadis kepadaku yang diperolehnya dari seorang sahabat Rasulullah, maka kudatangi sahabat tersebut ke rumahnya waktu dia tidur siang. Lalu, aku bentangkan serbanku dekat tangga rumahnya dan aku duduk di situ menunggu dia bangun. Sementara itu, angin bertiup memenuhi tubuhku dengan debu tanah. Seandainya aku minta izin masuk kepadanya, tentu dia akan mengizinkanku. Tetapi, memang aku sengaja melakukan demikian supaya tidak menganggunya tidur. Ketika dia keluar dan melihatku dalam keadaan demikian, dia berkata, "Wahai anak paman Rasulullah. Mengapa Anda sendiri yang datang ke sini? Mengapa tidak Anda suruh saja seseorang memanggilku. Tentu aku datang memenuhi panggilan Anda!" Jawabku, "Akulah yang harus mendatangi Anda, ilmu harus didatangi, bukan ilmu yang harus mendatangi. Sesudah itu kutanyakan kepadanya hadis yang kumaksud."

Ibnu Abbas rendah hati dalam menuntut ilmu. Dia menghormati derajat ulama. Pada suatu hari Zaid bin Tsabit, penulis wahyu dan ketua pengadilan Madinah bidang Fiqih, Qira'ah, dan Faraidh, mendapat kesulitan karena hewan yang ditungganginya bertingkah. Lalu, Abdullah bin Abbas berdiri ke hadapannya seperti seorang hamba di hadapan majikannya. Ditahannya hewan kendaraan Zain bin Tsabit. Kata Zaid, "Biarkan saja, wahai anak paman Rasulullah!" Jawab Ibnu Abbas, "Beginilah caranya kami diperintahkan Rasulullah terhadap ulama kami." Kata Zaid bin Tsabit, "Coba perlihatkan tangan Anda kepada saya!"

Ibnu Abbas mengulurkan tanganya kepada Zaid, lalu dicium oleh Zaid. "Begitulah caranya kami diperintahkan Rasulullah menghormati keluarga Nabi kami, Kata Zaid."

Ibnu Abbas sangat rajin menuntut ilmu sehingga mencengangkan ulama-ulama besar. Masruq bin Ajda', seorang ulama besar tabi'in berkata, "Paras Ibnu Abbas sangat elok. Bila dia berbicara, bicaranya sangat fasih. Bila dia menyampaikan hadits, dia sangat ahli dalam bidang itu."

Setelah ilmu yang dicarinya sempurna, Ibnu Abbas beralih menjadi guru mengajar. Rumahnya berubah menjadi jam'iah (universitas) kaum muslimin. Memang tidak salah kalau kita katakan universitas, seperti yang kita kenal sekarang. Beda universitas Ibnu Abbas dengan universitas kita sekarang ialah di universitas kita yang mengajar ada sepuluh sampai ratusan orang dosen atau profesor. Tetapi, di universitas Ibnu Abbas yang mengajar Ibnu Abbas seorang.

Salah seorang kawan Ibnu Abbas bercerita, "Saya berpendapat, seandainya kaum Quraisy mau membanggakan universitas Ibnu Abbas, memang pantas mereka bangga. Saya lihat orang banyak sudah penuh berkumpul di jalan menuju ke rumah Ibnu Abbas, sehingga jalan itu sempit dan tertutup oleh kepala orang banyak. Saya masuk menemuinya dan memberi tahu bahwa orang banyak sudah berdesak-desak di muka pintu.

Katanya, "Tolong ambilkan saya air wudhu!" Lalu dia berwudu dan sesudah itu duduk di ruangan majelis. Katanya, "Siapa yang hendak belajar Alquran suruhlah mereka masuk." Saya keluar memberi tahu orang banyak. Mereka pun masuk, sehingga seluruh ruangan dan kamar-kamar penuh dengan orang yang hendak belajar Alquran.

Apa saja yang mereka tanyakan dijawabnya panjang lebar. Kemudian berkata kepada mereka, "Beri kesempatan kawan-kawan yang lain!" Lalu mereka keluar semuannya. Katanya, "Suruh masuk orang-orang yang hendak belajar tafsir Alquran dan takwilnya!"

Maka, kuumumkan kepada orang banyak, sehingga mereka masuk pula memenuhi ruangan dan kamar-kamar. Apa yang ditanyakan mereka dijawabnya sampai mereka puas.

Katanya, "Sekarang beri kesempatan pula kawan-kawan yang lain!" Saya disuruhnya keluar menyilakan orang yang hendak belajar tentang halal dan haram dan masalah-masalah fikih. Mereka pun masuk. Segala pertanyaan mereka dijawabnya panjang lebar.

Setelah cukup waktunya, dia berkata pula, "Kini beri kesempatan kawan-kawan yang hendak belajar faraid dan sebagainya!" Mereka pun keluar, dan masuk pula orang-orang yang hendak belajar ilmu faraidh. Setelah selesai pelajaran faraid, disuruh masuk pula orang-orang yang hendak sastra Arab, syi'ir dan kata-kata arab yang sulit.

Kemudian Ibnu Abbas membagi-bagi hari untuk beberapa macam bidang ilmu dalam beberapa hari, guna mencegah orang berdesak-desakkan di muka pintu. Umpamanya, sehari dalam seminggu untuk bidang ilmu tafsir, besok ilmu fikih, besok ilmu peperangan (sejarah peperangan Rasulullah) atau strategi perang. Sesudah itu ilmu syi'ir, sesudah itu ilmu sastra Arab. Tidak ada orang alim yang duduk dalam majelis Ibnu Abbas melainkan menundukkan diri kepadanya.

Karena kealiman dan kemahirannya dalam berbagai bidang ilmu, dia senantiasa diajak bermusyawarah oleh khalifah rasyidah (bijaksana) sekalipun dia masih muda belia. Apabila Khalifah Umar bin Khattab menghadapi suatu persoalan yang rumit, diundangnya ulama-ulama terkemuka termasuk Ibnu Abbas yang muda belia. Bila Ibnu Abbas hadir, Khalifah Umar memberikan tempat duduk yang lebih tinggi bagi Ibnu Abbas dan Khalifah sendiri duduk di tempat yang lebih rendah seraya berkata, "Anda lebih berbobot daripada kami."

Pada suatu ketika Khalifah Umar mendapat kritik karena perlakuan yang diberikannya kepada Ibnu Abbas melebihi dari ulama yang tua-tua. Maka, kata Umar, "Dia pemuda tua, dia lebih banyak belajar dan berhati tenang."

Ketika Ibnu Abbas beralih mengajar orang-orang tertentu, dia tetap tidak melupakan kewajibannya terhadap orang-orang awam. Maka, dibentuknya majelis-majelis wa'azh dan tadzkir (pendidikan dan pengajaran).

Di antara pengajarannya, dia berkata kepada orang-orang yang berdoa, "Wahai orang yang berbuat dosa! Jangan sepelekan akibat-akibat perbuatan dosa itu, sebab ekornya jauh lebih gawat daripada dosa itu sendiri. Kalau engkau tidak merasa malu kepada orang lain, padahal engkau telah berbuat dosa, maka sikap tidak punya malu itu sendiri adalah juga dosa. Kegembiraanmu ketika melakukan dosa, padahal engkau tidak tahu apa yang diperbuat Allah atas dirimu adalah juga dosa. Kalau engkau sedih karena tidak dapat berbuat dosa, maka kesedihanmu itu jauh lebih dosa daripada perbuatan itu. Engkau takut kalau-kalau angin bertiup membukakan rahasiamu, tetapi engkau sendiri telah berbuat dosa tanpa takut akan Allah yang melihatmu. Maka, sikap seperti itu adalah lebih besar dosanya ketimbang perbuatan dosa itu."

"Wahai orang yang berdosa! Tahukah Anda dosa Nabi Ayyub a.s. Yang menyebabkannya mendapat bala (ujian) mengenai jasad dan harta bendanya? Ketahuilah, dosanya hanya karena ia tidak menolong seorang miskin yang minta pertolongannya untuk menyingkirkan kezaliman."

Ibnu Abbas tidak termasuk orang-orang yang pandai berkata tetapi tidak berbuat. Dia tidak termasuk orang yang pandai melarang tetapi tidak menghentikan. Abdullah bin Mulaikah bercerita, "Saya pernah menemani Ibnu Abbas dalam suatu perjalanan dari Mekah ke Madinah. Ketika kami berhenti di suatu tempat, dia bangun tengah malam, sementara yang lain-lain tidur karena lelah. Saya pernah pula melihatnya pada suatu malam membaca ayat ke-19 surah Qaf berkali-kali sambil menangis hingga terbit fajar. Sebagai kesimpulan, tahulah kita bahwa Ibnu Abbas yang berparas tampan itu senantiasa menangis tengah malam karena takut akan siksa Allah sehingga air mata membasahi kedua pipinya.

Ibnu Abbas sampai ke puncak ilmu yang dimilikinya. Pada suatu ketika musim haji, Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan pergi haji. Bersamaan dengan khalifah, pergi pula Abdullah bin Abbas. Khalifah Muawiyah diiringkan oleh pasukan pengawal kerajaan. Abdullah bin Abbas diiringkan oleh murid-muridnya yang berjumlah lebih banyak daripada pengiring Khalifah.

Usia Abdullah bin Abbas mencapai tujuh puluh satu tahun. Selama itu dia telah memenuhi dunia dengan ilmu, paham, hikmah, dan takwa. Ketika dia meninggal, Muhammad bin Hanafiyah turut melakukan salat atas jenazahnya bersama-sama dengan para sahabat yang lain-lain serta para pemuka tabi'in.

Tatkala mereka menimbun jenazahnya dengan tanah, mereka mendengar suara membaca,

"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati puas lagi diridai-Nya. Masuklah ke dalam kelompok jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke surga-Ku" (Al-Fajr: 27 -- 30).


Sumber: Shuwar min Hayaatis Shahabah, Dr. Abdur Rahman Ra'fat Basya

Rabu, 05 Januari 2011

Sosok Asiyah, Istri Firaun yang Beriman

Suatu ketika Nabi Musa a.s. berhasil mengalahkan para tukang sihir Firaun. Asiyah, yang turut menyaksikan kesuksesan Musa, bertambah tebal imannya. Sebenarnya, telah lama Asiyah beriman kepada Allah SWT, tetapi hal ini tidak diketahui suaminya.

Lama-lama Firaun mengetahui juga akan keimanan Asiyah itu. Firaun murka dan menjatuhkan hukuman kepadanya. Para algojo diperintahkan Firaun untuk segera melakukan penyiksaan kepada Asiyah, yang olehnya dianggap murtad itu.

Tubuh Asiyah ditelantangkan di atas tanah di bawah terik sinar matahari. Kedua tangannya diikat kuat ke tiang-tiang yang dipatok ke tanah agar ia tak dapat bergerak-gerak. Wajahnya yang telanjang di hadapankan langsung ke arah datangnya sinar matahari. Asiyah pastilah tidak akan tahan akan sengatan panas matahari, dan akhirnya ia akan mengubah keimanannya kepadaku, demikian pikir Firaun.

Tetapi, apa yang terjadi? Ternyata Tuhan tidak membiarkan hambanya menderita akibat kekafiran Firaun. Setiap kali para algojo meninggalkan Asiyah dalam hukumannya, segera malaikat menutup sinar matahari itu, sehingga langit menjadi teduh dan Asiyah tak merasakan sengatan matahari yang ganas itu.

Asiyah tetap segar-bugar meskipun sudah dihukum berat. Hal ini membuat Firaun memerintahkan hukuman lain yang lebih berat. Ia memerintahkan agar kepada tubuh Asiyah yang telentang itu dijatuhi batu besar. Tubuhnya pasti remuk, pikir Firaun.

Ketika Asiyah melihat bahwa ada batu besar yang hendak dijatuhkan ke tubuhnya, berdoalah dia kepada Tuhan. "Wahai Allah, Tuhanku! Bangunkah untukku di sisimu sebuah gedung di surga." (At-Taubah: 11).

Segera Allah memperlihatkan sebuah bangunan gedung di surga yang terbuat dari marmer berkilauan. Asiyah sangat gembira, lalu rohnya keluar meninggalkan tubuhnya. Asiyah tidak merasakan kesakitan apa pun, karena ketika batu besar itu menimpa tubuhnya, rohnya sudah tidak ada di sana.

Orang Aneh? Yeah!

Dulu manusia ga percaya kalau manusia bisa terbang. Orang aneh yang berpikiran out of the box lah yang mengubah itu.

Dulu manusia ga percaya kalau bumi itu bulat.
Orang aneh yang berpikiran out of the box lah yang mengubah itu.

Rata-rata orang anehlah yang merubah dunia dari kegelapan menuju cahaya. Dari kebodohan menjadi peradaban. Dari ketidak mungkinan menjadi kenyataan.

Itulah keajaiban pada orang aneh.
Orang yang berdiri saat orang lain tertidur.
Orang yang belajar saat orang lain bersantai.
Orang yang berkarya saat orang lain tak menghasilkan apa-apa.

Itulah beberapa keanehan orang-orang aneh.
Merekalah para pengubah dunia.

Jadinya jangan takut kalau kamu merasa aneh.

Karena tak selalu orang yang menutup mata itu tertidur dan tak selalu orang yang membuka mata itu melihat.

Senin, 03 Januari 2011

WAFS, Like Flowers Bloom in Sunlight

Ini lagu yang bersejarah dan penuh kenangan untuk band WAFS. Kalau ga percaya silahkan tanya ke personil-personilnya. =P

Flower
oleh: L'Arc~En~Ciel

Soo kitsu ite ita gogo no hikari ni mada boku wa nemutteru
Omoi doori ni nara nai shikarino wa tomadoi bakari dakedo

Kyoo mo aenai kara Beddo no naka me o tojite
Tsugi no tsugi no asa made mo
Kono yume no kimi ni mitore teru yo

Itsu demo kimi no egao ni yurete
Taiyoo no yoo ni tsuyoku saiteitai
Mune ga itakute itakute koware soo dakara
Kana wanu omoi nara Semete karetai!

Moo waraenai yo yume no naka de sae Mo onaji koto iundane Mado no muko hontoo no kimi wa ima nani o shiterun daroo
tooi hi no kinoo ni karappo no torikago o
motte aruiteta boku wa kitto kimi o sagashite
tan dane
azaya kana kaze ni sasowarete
mo muchuu de kimi o oikakete iru yo
sora wa ima ni mo ima ni mo
furi sosogu yoo na aosa de miageta boku o tsutsunda

like a flower
~flowers bloom in sunlight and I
live close to you~

Ikutsu mo no tane o ano oka e ukabete
Kirei na hana o shiki tsumete ageru
Hayaku mitsukete mitsukete
Koko ni iru kara
Okosareru no o matteru no ni

Itsudemo kimi no egao ni yurete
Taiyoo no yoo ni
Tsuyoku saiteitai
Mune ga itakute
Itakute koware soo dakara
Kanawanu omoi nara Semete
Karetai!

~~~

Bingung ya?
Nih translatenya..
Silahkan nikmati..


Flower

Aku tersadar di terik matahari siang, masih aku tertidur
Sekenario yang tak berjalan sesuai keinginanku hanya menggangguku

Karena hari ini aku pun tak bisa melihatmu, kupejamkan mataku di tempat tidur
Hingga pagi pagi berikutnya kau mempesonaku di alam mimpi

Aku selalu melambai pada senyummu
Aku ingin mekar dengan keteguhan seperti matahari

Karena hatiku sakit sakit dan hancur
Bila keinginan ini takkan terkabul
Aku layu
Tak bisa tertawa lagi

Dalam mimpi pun kau mengatakan hal yang sama
Di seberang jendela, apa yang kau yang asli sedang lakukan?

Di hari kemarin yang jauh, membawa sangkar burung yang kosong
Berjalan kaki
Aku mencarimu

Meski aku diundang oleh angin yang berkilauan
Aku akan mengejarmu sepenuh hati
Langit saat ini pun saat ini pun dengan warna biru yang luas
Membungkusku saat menengadah

Like flowers Flowers bloom in sunlight and i live close to you

Ke atas bukit itu akan kuapungkan banyak benih bunga
Bunga indah akan kusebar
Cepatlah temukan temukan aku karena aku disini
Meski aku menunggu untuk dibangunkan


Cukup sweet bukan?

Intense Debate Comments

Link Within

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Label