Minggu, 02 Januari 2011

Cinta Ibu dalam Sebuah Lonceng

Ada sebuah kisah pilu yang diangkat dari kehidupan seorang anak dengan ibunya. Cerita ini akan memberikan gambaran, betapa mulianya seorang wanita yang telah melahirkan, mengurus, dan mendidik kita semua hingga kita menjadi manusia seperti sekarang seutuhnya..


Ini tentang cinta seorang Ibu..


Di sebuah desa ada seorang ibu yang sudah tua hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Sang ibu seringkali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya. Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam, dan banyak lagi yang membuat ibu sering menangis meratapi nasibnya yang malang.

Walaupun begitu, ibu tua itu selalu berdoa agar anaknya dapat sadar dan bertobat atas perbuatannya. Suatu hari si anak kembali mencuri di sebuah rumah penduduk desa. Namun malang nasib anak itu, dia tertangkap oleh penduduk, lalu ia dibawa kehadapan pengadilan kerajaan untuk diadili sesuai dengan kebiasaan kerajaan.

Setelah ditimbang berdasarkan sudah seringnya ia mencuri, maka tanpa ampun lagi si anak laki-laki tersebut dijatuhi hukuman pancung.

Berita hukuman itu akhirnya sampai ke telinga ibunya. Ia menangis meratapi anak yang sangat dicintainya, sambil berdoa kepada Allah SWT agar diberikan jalan terbaik untuk masalahnya ini. Dan mengalir deraslah air kesedihan di kedua mata ibu, tak tertahankan. Sayu dan sangat pilu. Senyum yang selalu ia goreskan pun seakan sirna setelah mendengar berita ini.

Pengumuman hukuman tersebut disebarkan keseluruh desa. Hukuman pancung akan dilaksanakan esok harinya di depan rakyat desa dan kerajaan tepat pada saat lonceng kerajaan berdentang menandakan pukul enam pagi.

Dengan tertatih-tatih si ibu tersebut mendatangi Raja dan memohon agar anaknya dibebaskan, tapi keputusan suda
bulat, si anak tetap harus menjalani hukuman.

Dengan hati hancur si ibu kembali ke rumah. Keesokan harinya, di tempat yang sudah ditentukan, rakyat datang berbondong-bondong untuk menyaksikan hukuman pancung tersebut.

Sang algojo sudah siap dengan pancungnya, dan si anak tadi sudah pasrah menantikan saat ajal menjemputnya.

Terbayang di mata si anak wajah ibunya yang sudah tua, tanpa terasa dia menangis menyesali perbuatannya.

Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Sampai pada waktu yang ditentukan, lonceng kerajaan belum juga berdentang.

Suasana mulai berisik. Sudah lewat sepuluh menit dari waktunya. Akhirnya didatangilah petugas yang membunyikan lonceng di kerajaan. Penjaga yang membunyikan lonceng tersebut juga mengaku heran, karena sudah sedari tadi dia menarik lonceng, tapi suara dentangnya tidak terdengar.

Ketika mereka sedang terheran-heran, tiba-tiba dari tali yang dipegangnya untuk membunyikan lonceng mengalir darah, darah tersebut datangnya dari atas, berasal dari tempat dimana lonceng diikat.

Dengan jantung berdebar-debar seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah itu.

Tahukah anda apa yang terjadi ?

.
.
.

Ternyata di dalam lonceng besar itu ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul di dalam lonceng yang mengakibatkan lonceng tidak berbunyi, sebagai gantinya kepalanya yang terbentur ke dinding lonceng.

Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara si anak meraung-raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan. Dia menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya.

Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng tersebut serta memeluk besi di dalam lonceng, untuk menghindari hukuman pancung anaknya..

Sungguh cinta ibu kepada anak-anaknya akan tetap abadi dan tak tergantikan hingga akhir hayatnya.


Source :
Kompasiana
Oleh : Yayuk Suseno
21 December 2010
20:23 WIB
(dengan perubahan)
.

Tidak ada komentar:

Intense Debate Comments

Link Within

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Label