Kamis, 07 Februari 2013

Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part II)


Lanjutan dari Catatan Laskar Rimba, Pendakian Ceremai (Part I)

Jam 7.30 malam..
Braaak! Taaak! Drrrrd drrrrd drrrrrrrrr..
Bis pun menepi dipinggiran jalan menikung khas pegunungan Selatan Jawa! sesuatu terjadi pada ban belakang Bis tepat dibawah tempat Gema duduk dan tertidur. Penumpang yang semula hening mendadak riuh terbangun dari lelap tidurnya, mencari tau darimana sumber suara gaduh itu berasal. Kenek Bis mengecek mesin belakang Bis, dan ternyata kopling Bis amblas dari tempatnya, baut-bautnya mungkin berlepasan di sepanjang jalan dari Bandung. Sekarang Bis terdampar di tengah hutan, daerah Sumedang Cadas Pangeran. Waw!

Semua penumpang turun, dan tiba-tiba Faishal menyodorkan HP-nya. Memperlihatkan pesan singkat dari seseorang, Ilham namanya. “Sol, pendakian Ceremai ditutup. Ada yang meninggal tadi sore, urang dapet kabar dari @infopendaki.”

*DEG! Aaaaaaaaaaaaaa! Innalilahi..

Langsung Aku cek kebenaran info itu, nyalakan HP lalu segera masuk twitter dan search @infopendaki. Ternyata.. benar adanya. Seorang mahasiswa dari Kuningan meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit setelah mendaki Ceremai melalui jalur Palutungan. Kabarnya, Ia kelelahan setelah mendaki sampai punjak dalam cuaca yang ekstrim lalu langsung turun kembali, setelah diselamatkan petugas dan dibawa ke rumah sakit, dalamperjalanan Ia menghembuskan nafas terakhirnya.. Salam hormat pendaki dari kami, kawan. Semoga engkau bahagia di akhirat kelak. Dan karena adanya kejadian itu, sangat mungkin pendakian Ceremai ditutup untuk sementara waktu..

Aku mengabarkan berita ini ke semua kawan, dan bibit-bibit keraguan tuk melanjutkan perjalanan pun bermunculan. Berbagai alternatif tempat Kami musyawarahkan, dari mulai mendaki Manglayang atau sekedar jalan-jalan saja di Kuningan kelak. Tapi tekad kami bulat! Plan masih seperti rencana sebelumnya, Kami akan melangkah ke Puncak Ceremai! Kami tak kehilangan harapan, masih ada kemungkinan pendakian Ceremai tetap dibuka..

Teringatlah Aku akan sebuah quotes..

Jika saya coba, saya mungkin gagal..
Tapi jika saya tak coba, sudah pasti saya gagal..


Kami membulatkan tekad untuk mencoba!

Jam 8.00 malam..
Bis pengganti pun datang, dan kami bergegas naik lewat pintu bagian belakang. Alhamdulillah spot belakang masih kosong, Carrier pun disimpan di tempat barang-barang bagian belakang Bis. Duduk manis dan larut dalam sunyi nan syahdunya malam Sumedang berharap takdir perjalanan Kami kali ini ialah sampai pada puncak Ceremai dan kembali ke Bandung dengan selamat. Habib dan Fakhri saling browsing tempat-tempat menarik di Kuningan yang bisa dijadikan alternatif pilihan kalau-kalau.. Ah sudahlah, kau pasti tau, iya kan?

11.45 malam..
“Linggarjati.. Linggarjati..” suara kenek Bis membangunkan lelapnya tidur Kami. Ah, sampai! Inilah tempat perhentian Kami. Linggarjati, tempat bersejarah nanpenuh kenangan, inilah tempat perjanjian antar Belanda dan Indonesia digelar. Estafet Kami keluarkan barang-barang bawaan Kami dari Bis, tengah malam dan hujan rintik-rintik pun turun menemani keheningan malam Kami dipinggiran jalan raya Kuningan-Cirebon. 

Tak tampak aktifitas masyarakat di tengah malam seperti ini, sepi menyelimuti para makhluk jumbo saat itu. Ah! Ada pangkalan ojek, dan ada beberapa motor yang menemani pengendaranya, Ia menunggu penumpang. Ku hampiri mereka dan berbincang, alhasil informasi pun didapat. Jarak 3 Km memisahkan Kami dengan pos awal pendakian Linggarjati. Jalan kaki malam hari dari tempat kami berpijak sampai pos awal pendakian dengan keadaan lelah dan cuaca hujan bukanlah pilihan bijak. Ojek yang tersedia hanya ada 3, sedangkan kami ada 7 orang. Satu ojek hanya mungkin membawa 1 orang dengan bawaan carrier yang besar itu. Jika harus gantuian naik ojek itu akan memakan waktu yang lama, sedangkan Kami butuh istirahat tuk mempersiapkan fisik pendakian pada esok pagi.

Kami akan bermalam disini!

Kami perlu informasi dimana mesjid terdekat, para tukang Ojek pun memberi tahu bahwa ada mesjid di sekitar sini, namun dikunci. Oke sip, info awal ini Aku tampung. Info ini kukabari ke kawan-kawan lalu tuk pastikan info, Aku dan Faishal berjalan di pinggiran jalan, mencari orang yang bisa member informasi mesjid terdekat yang bisa digunakan tuk bermalam. Akhirnya setelah pencarian 100 meter, Kami bertemu Toko Jamu lalu mencari informasi.. Fix! Kami akan menginap di mesjid sekitar sini, informasinya pintu mesjid memang dikunci, namun terasnya tidak. Bergegas kami menuju Utara melewati pos Ojek tadi lalu berpamitan dan member info bahwa Kami akan bermalam di mesjid lalu berangkat ke pos pendakian besok pagi. Perjalanan kami lanjutkan, menelusuri jalanan menuju mesjid yang sebelumnya telah Faishal temukan.

Mesjid Al-Furqon Linggarjati

Hap! Langkah pertama kaki kami telah sampai di pelantaran mesjid yang luas itu, halamannya terdapat lapangan upacara lengkap dengan bendera diatas tiang putih menjulang menantang langit, di sebelah utara terdapat lapangan bulu tangkis dan volley. Mesjid ini berada di area kantor desa di Linggarjati. Pemandangan ini menyejukan Kami yang tengah lelah mencari tempat bernaung tuk pulihkan stamina. 

Alhamdulillah..

Pintu dalam mesjid dikunci, segera Kami bersihkan teras samping bagian selatan mesjid tuk kami manfaatkan sebagai tempat istirahat, matras dan sleeping bag pun di keluarkan. Setelah shalat maghrib dan isya, Kami menuju tempat istirahat masing-masing dan terlelap dalam suasana rintik hujan dini hari.

Jam 03.00 pagi..
Pagi ini Kami terbangun oleh panggilan pengingat shalat dari warga sekitar yang telah ada di dalam mesjid. Nyawa pun dikumpulkan tuk segera bangun dari tidur nan singkat. Namun.. baru saat Adzan subuh berkumandang Kami benar-benar bangun, packing lalu shalat. Beres-beris plus bersih-bersih mesjid sambil bercengkarama, tak terasa jam menunjukan pukul 5.30. Kami siap melangkah menjemput takdir pendakian kami. Selamat tinggal Mesjid Al-Furqon yang telah menjadi bagian cerita perjalanan Kami, kelak Kita kan bertemu lagi.. InsyaAllah

Kami mempersiapakan barang bawaan dan perbekalan, Faishal dan Aliuddin bawa 4 botol air minum loh! 600ml.. #ea kurang atuh euy, harusnya 4 botol 1,5L. Bisa-bisa balik ke Bandung cuma tinggal namanya aja nih kalau bawa air Cuma segitu. Akhirnya mampir ke warung pinggir jalan dan masing-masing beli 2 botol air 1,5L deh. Kebetulan saat ituada angkot bewarna kining jurusan Linggarjati. Angkot atau Angdes ya? Lupa euy. Ya itulah pokoknya, penumpangnya ada 2 orang Ibu-ibu yang membawa sayuran. Nampaknya baru belanja dari pasar. Jam 06.00 itu kami naik angkot itu, sewa sampai pos Linggarjati dengan tarif 5000 tiap orang tanpa menurunkan penumpang sebelumnya. Plastik isi tenda manaaa? Gema sibuk, dan ternyata setelah cari mulai warung sampai mesjid, barangnya udah ada di dalem angkot K #okesip

Angkot pun melaju mengantarkan penumpang terdahulu, lalu mengantar Kami ke pos pendakian Ceremai jalur Linggarjati. Heup, jam 06.15 pagi kami sampai di pos pendakian Linggarjati, namun masih tutup. Hanya ada warung yang buka dan disitu Kami bertemu 2 orang pendaki lain yang berniat mendaki Ceremai juga, mas Hendrik dan mas Apri. Kami masih belum tau apakah jalur pendakian dibuka atau tidak, akhirnya sambil bincang-bincang kami mendapat info bahwa..

Jalur Pendakian Ceremai DIBUKA!

Walaupun kemarin sore ada kejadian yang tak diharapkan oleh siapapun yang mendaki gunung.
Huuuuft! Up up up semangat Kami melesat sampai ke Nirwana! Sang Mentari mengintip di balik pepohonan dan angin pagi hari menghembus menggetarkan dedaunan pagi itu seakan berbisik “Dimana ada kemauan, disitu ada jalan..”

Kami bersiap melakukan pendakian dan sarapan di warung sederhana pinggir pos pendakian. Sambil nunggu makanan, boleh dong sedikit narsis J


Pos Linggarjati 600 mdpl
Dari kiri ke kanan : Bagas, Marcel, Habib, Gema, Fakhri, Aliuddin, Mas Hendrik ‘yang dikanan banget’
Faishal Aziz, Sang Fotografer di kaki Gunung Ceremai, Linggarjati 600 mdpl

Alhamdulillah makan pagi telah selesai, nasi plus telur tahu dan sayur hanya 5000 rupiah~ dahsyaaat. Udah jam 6.45 pagi tapi belum datang juga petugas pendaftaran pendakiannya. Pas di telepon ternyata bilang 30 menit lagi. #okesip Kami mengisi waktudengan bincang-bincang tentang rencana tempat kemah bersama mas Hendrik dan Apri juga, karena Kami masih pemula, sebisa mungkin ada orang-orang ahli yang udah sering naik turun Gunung kaya mereka berdua ini yang bisa mandu perjalanan Kita. Rencananya sih Kami bertujuh dan Mas Hendrik plus Apri akan jalan bersama dan berkemah di Sangga Buana I atau Sangga Buana II.

Jam 07.15 pagi..
Akhirnya petugas datang dan Kami pun mendaftar dengan biaya 10000 tiap orang, plus fotokopi KTP juga untuk mendapatkan Surat Izin Pendakian. Akhirnya SIMAKSI telah Kami dapatkan, lets go!
Sebelum mulai Kami mengambil pesanan makan siang bungkus dengan menu percis seperti sarapan tadi pagi, rencananya makanan itu untuk makan siang nanti. Lalu musyawarah singkat nan sepihak, Aku mimpin pendakian ini.

Saat mas Hendrik dan Apri telah berjalan duluan, Kami bertujuh masih bersibuk ria menyusun perbekalan dan memakai carrier. Tiap orang punya tanggungjawab membawa satu barang kelompok. Setelah siap semua, Kami berdoa lalu membuat jargon nan aneh. “Ciremai, Huhuyeah Allahu Akbar!” Go!

Kami menyusul Mas Hendrik dan Apri dari kejauhan.

Langkah -langkah pertama telah Kami  tapaki, kabut kelam nan kelabu yang menyelimuti Ceremai seakan menyembunyikan sejuta misteri, takdir apa yang akan Kami temui di tengah perjalanan nanti. Apapun takdir yang menjemput, Kami tidak tau itu musibah atau anugerah, yang jelas, Kami berbaik sangka pada Allah.. 

Apa yang akan terjadi setelah ini?
Akankah Laskar ini sampai ke puncak?
Saat itu.. Kami tidak tau jawabannya..

>>to be continued..

Tidak ada komentar:

Intense Debate Comments

Link Within

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Label