Minggu, 26 Februari 2012

Karena Ukuran Kita tak Sama


 
Seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya
 

Memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti
 

Memaksakan kasut besar untuk tapak mungil akan merepotkan
 

Kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi


Seorang lelaki tinggi besar berlari-lari di tengah padang. Siang itu, mentari seolah didekatkan hingga tinggal sejengkal. Pasir membara, reranting menyala. Angin kering dan panas meniup bagai ubupan. Dan lelaki itu masih berlari-lari, menutup wajah dari pasir panas yang beterbangan dengan surbannya, mengejar dan menggiring seekor anak unta.

Di padang gembalaan dekatnya, berdiri sebuah dangau pribadi berjendela. Sang pemilik Utsman bin Affan, sedang beristirahat di sana dengan menyanding air sejuk dan bebuahan ketika ia melihat lelaki itu. Dan ia mengenalinya “MasyaAllah !” serunya, “Bukankah itu Amirul Mukminin?!”

Ya. Lelaki tinggi besar itu, tak salah lagi, adalah Ummar bin Khattab

Ya Amirul Mukminin!” Utsman berteriak sekuat tenaga dari pintu dangaunya, “Apa yang kau lakukan di tengah angin ganas ini? Masuklah kemari!” Dinding dangau di samping Utsman berderak keras diterpa angin berpasir

“Seekor unta zakat terpisah dan lepas dari kawanannya. Aku takut Allah akan menanyakannya padaku. Aku harus menangkapnya kembali. Masuklah engkau hai Utsman!” Umar berteriak dari kejauahan. Suaranya menggema.

“Masuklah kemari! seru Utsman, “Aku akan menyuruh seorang pembantuku menangkapnya untukmu!”

“Tidak!  Masuklah, hai Utsman! Masuklah!”

“Demi Allah, hal Amirul Mukminin, kemarilah, insyaAllah unta itu akan kita dapatkan kembali!”

“Tidak. Ini tanggungjawabku. Masuklah, hal Utsman, badai pasirnya mengganas!”

Angin makin kencang membawa butiran pasir membara. Utsman pun masuk dan menutup pintu. Dia bersandar di baliknya dan bergumam “Demi Allah, benarlah Dia dan Rasul-Nya. Engkau bagaikan Musa. Seorang yang kuat lagi terpercaya”

*

Ummar memang bukan Utsman, dan demikian juga sebaliknya. Mereka berbeda dan masing-masingnya menjadi unik dengan karakter khas yang dimilikinya. Seorang jagoan yang biasa bergulat di Pasar Ukazh, yang tumbuh di tengah klan Bani Makhzum nan keras dan Bani Adi nan jantan kini telah menjadi pemimpin orang-orang mukmin. Maka sifat-sifat itu- keras, tegas, jantan, bertanggung jawab, dan ringan turun gelanggang- dibawa Umar untuk menjadi buah bibir kepemimpinannya hingga hari ini.

Utsman, lelaki pemalu, datang  dari keluarga Bani Ummayah yang kaya raya dan terbiasa hidup nyaman. Umar tahu itu. Maka tak dimintanya Utsman ikut turun ke sengatan mentari bersamanya mengejar unta zakat yang melatikan diri. itu bukan kebiasaan bagi Utsman. Kedermawananlah yang menjadi jiwanya. Andai jadi dia menyuruh seorang sahaya mengejar unta zakat itu, sang budak pasti dibebaskannya karena Allah dan dibekalinya bertimbun dinar jika berhasil membawa sang unta pulang.

Mereka berbeda.

*

Dalam dekapan ukhuwah, kita punya ukuran-ukuran yang tak serupa. Kita memiliki latar belakang yang berlainan. Maka tindak utama yang harus kita punya adala; jangan mengukur orang dengan baju kita sendiri, atau baju milik tokoh lain lagi. Dalam dekapan ukhuwah setiap manusia tetaplah dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya



-Salim A. Fillah, Dalam Dekapan Ukhuwah-

Tidak ada komentar:

Intense Debate Comments

Link Within

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Label