Bulu tangkis adalah dua kata magis yang dapat membawa pikiranku pergi ke ruang nostalgia, memutar waktu ke masa kecilku dulu. Ketika aku masih belajar di sekolah dasar, setiap hari minggu ayahku selalu mengajak kami sekeluarga untuk berjalan-jalan menikmati suasana pagi sambil berolahraga di daerah pasar minggu padang golf sulaiman, seberang jalan komplek perumahan kami. Namanya pasar minggu karena daerah itu berubah menjadi pasar dadakan tiap hari minggu. Berbagai menu santapan dijajakan oleh puluhan pedagang kaki lima, alat rumah tangga, sampai mainan anak-anak pun banyak diperjual-belikan di pasar ini. Saat itu, raket bulu tangkis adalah peralatan olahraga wajib yang selalu keluarga kami bawa.
Ayah memang lihai bermain bulu tangkis, setiap pukulanku sepertinya selalu bisa ia balas dengan baik. Aku hanya bisa mengembalikan pukulan yang melambung tinggi. Smash cepat atau penempatan pukulan silang yang menyamping? Haha jangan ditanya dong, plis. Aku yang dulu, si bocah kecil nan gendut, sangat kewalahan jika diajak adu kelincahan menepis kok bulu tangkis yang menukik sadis. Ayah adalah orang paling pengertian yang selalu memberi passing atas yang santai dan mudah ditepis.
Aku pun akhirnya kecanduan bulu tangkis, hampir setiap hari aku ajak ayah bermain. Hingga akhirnya aku cukup lihai memberikan perlawanan berarti saat raket berada di tanganku. Kadang-kadang dengan sombongnya aku pun tantang tetangga untuk main. Haha, hasilnya memang menang-kalah udah seperti siang-malam, silih berganti.
Seringnya aku bermain bukan untuk menang atau kalah, tapi kebersamaannya yang membuat permainan itu selalu menarik nan mengasyikan. Yah, sekarang aku rindu masa-masa itu, saat aku dengan mudahnya bisa bermain bulu tangkis dengan ayah, adik, atau teman-temanku. Sekarang raket bulu tangkisku telah pensiun, tersimpan rapi di sudut ruangan dan mulai dipenuhi berdebu. Sudah lama aku tidak bermain lagi, sampai-sampai aku hampir lupa cara mengembalikan kok bulu tangkis sehingga kawan mainku mati langkah. Hhaha
Sore ini, beberapa temanku merencanakan olahraga yang hampir aku lupakan ini. GOR Cisitu Dago telah menjadi tempat yang membuka memori lamaku tentang bulu tangkis. Walau hanya satu jam permainan, tapi tadi sungguh sangat mengasyikan. Aku jadi tau, tenyata permainanku tidak banyak berubah dari kecil dulu. Jago-jago cupu, hehe. Terimakasih muhammadjhovy yulisetiawan Syafira, dan Sarah. Semoga kita bisa bermain lagi di lain kesempatan dan menghasilkan lebih banyak keringat dan tawa.
Lama ga main. Sekalinya main, cuma sebentar tapi langsung bikin tangan pegal yah. Faktor usia mungkin, haha. Gapapa deh, karena hari ini aku telah diingatkan untuk selalu mencintai masa lalu yang pernah kita jalani, karena tempaan dari peristiwa masa lalu itulah kita menjadi kita yang sekarang. Manusia yang utuh, karena masa lalu.
Sudut Kontemplasi, 22 Mei 2015 23.57 WIB | Marcel Tirawan